sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

Siaran Pers: Wujudkan Kerja Layak untuk PRT Migran melalui Layanan dan Mekanisme Pelindungan yang Responsif Gender

4 min read

16 Juni adalah momentum penting bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT). Tepat 12 tahun yang lalu pada tahun 2011, Konvensi ILO C-189 tentang Kerja Layak untuk PRT beserta Rekomendasi No. 201 yang ditetapkan oleh negara-negara anggota ILO. Konvensi ini memberikan penghormatan bahwa Pekerja Rumah Tangga adalah pekerja yang memiliki hak untuk dilindungi dan diperlakukan setara dengan profesi pekerjaan lainnya.

Tingginya pengaduan kasus yang dilaporkan oleh PRT di dalam dan di luar negeri, menjadi hal mendasar untuk segera meratifikasi Konvensi ILO 189 dan mengesahkan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga sebagai perlindungan hukum atas hak fundamental PRT.

Konvensi ILO-189 menetapkan Standar Kerja Layak bagi PRT diantaranya terkait jam kerja, kontrak kerja, upah layak, tempat/lingkungan kerja yang layak, kesehatan, keselamatan kerja, hak berserikat, hak untuk memegang sendiri dokumen pribadi, jaminan sosial, dan kejelasan tata cara penyelesaian perselisihan hubungan kerja. 

Berdasarkan data JALA PRT tahun 2015-2022, sejumlah 2.637 kasus diadukan oleh PRT dalam negeri dan mayoritas berupa kekerasan, gaji tidak dibayar, kekerasan, kondisi kerja yang buruk, tidak ada hari libur. Lebih lanjut, Data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) tahun 2017 sampai 2019 total 12.508 mayoritas kasus dilaporkan oleh PRT terkait dengan pelanggaran Hak Ketenagakerjaan (gaji tidak dibayar, penahanan dokumen, kekerasan, pelecehan, tindak pidana perdagangan orang, sakit, overcharging, dan klaim asuransi).

Kontribusi positif dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) telah diakui dalam mendorong pertumbuhan sosial, ekonomi, dan pembangunan manusia yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan di Negara Asal dan Negara Tujuan. 70% dari total PMI adalah perempuan yang berasal dari pedesaan dan mayoritas bekerja di sektor rumah tangga dan keperawatan (Data BP2MI, 2019). 

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) memberikan mandat kepada pemerintah sampai tingkat akar rumput untuk memberikan layanan dan pelindungan ekonomi, sosial, dan hukum. Hal ini sangat penting diketahui oleh calon pekerja migran dan keluarganya sebelum memutuskan bekerja ke luar negeri untuk memiliki informasi resmi dan pemahaman yang komprehensif tentang proses migrasi yang aman, hak-hak mereka, kondisi kerja, dan budaya di negara tujuan. Sehingga calon pekerja migran yang akan berangkat dapat menurunkan risiko menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), eksploitasi tenaga kerja, kekerasan, dan pelecehan.

Tata kelola migrasi kerja yang responsive gender sangat penting untuk meningkatkan kebijakan dan layanan pemerintah dalam menanggapi realitas yang berbeda dari pekerja migran perempuan dan laki-laki sebagai upaya untuk pemenuhan dan pelindungan pekerja migran di setiap tahapan migrasi. Kebijakan yang bias atau buta gender berisiko pada tidak tepat sasaran dan tidak menjadi solusi dari permasalahan yang ada.

Akan tetapi, berdasarkan hasil riset International Labour Organization (ILO) yang berkerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) tentang Tata Kelola dan Layanan Berbasis Desa untuk pelaksanaan mandat Pasal 42 dalam UU PPMI, desa sebagai gerbang utama dan pertama belum memiliki pemahaman dan kapasitas dalam menyediakan layanan informasi resmi serta layanan migrasi kerja yang responsif gender seperti yang dimandatkan oleh Pasal 42 UU PPMI.

Lebih lanjut, hasil riset tersebut memperlihatkan tata kelola desa, data pekerja migran sebagai basis perencanaan program desa belum secara sistematis dimiliki oleh desa. Mayoritas pemerintah daerah dan pemerintah desa dengan jumlah warga yang bekerja luar negeri belum memiliki peraturan dan program berbasis desa untuk pelindungan Pekerja Migran dan Keluarganya. Mekanisme koordinasi dan rujukan dari tingkat desa dengan LTSA ataupun layanan pemerintah di tingkat Kabupaten juga belum terbangun.

Sebagai salah satu upaya untuk percepatan pelaksanaan UU PPMI dan penguatan fungsi Layanan Terpadu Satu Atap Penempatan dan Pelindungan yang terpadu, terkoordinasi, dan responsive gender, pada 2021 telah diresmikan bersama oleh Menteri Ketenagakerjaan dan Bupati Lampung Timur integrasi layanan pelindungan yang responsive gender dari Migrant Worker Resources Center (MRC) ke dalam Layanan pemerintah daerah Lampung Timur. Hal ini merupakan pelaksanaan amanat Pasal 38 UU PPMI tentang Layanan Terpadu Satu Atap Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan pada pasal 31 ayat 3 tentang Fungsi dan Layanan LTSA dalam Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Hadirnya layanan non administratif yang responsif gender dan terfokus pada fungsi pelindungan ini diharapkan semakin dapat melindungi para pekerja dan calon pekerja migran beserta keluarganya. Program MRC di Kabupaten Lampung Timur dilaksanakan dengan kolaboratif melalui kerjasama Pemda Lampung Timur dengan SBMI dan Solidaritas Perempuan Sebay lampung. Program ini merupakan bagian dari “Safe and Fair: Realizing women migrant workers’ rights and opportunities in the ASEAN” merupakan program bersama ILO, UN Women dan UNODC dengan dukungan Uni Eropa yang bertujuan untuk memastikan migrasi yang aman dan adil bagi semua perempuan di ASEAN.

Membangun sistem untuk penyelenggaraan layanan penempatan dan pelindungan pekerja migran dan keluarganya yang terpadu, termasuk manajemen kasus baik di dalam maupun di luar negeri, dibutuhkan adanya SOP Layanan dan Mekanisme Pelindungan yang Responsif Gender untuk memastikan penyintas mendapatkan hak-haknya, pemulihan, keadilan, dan tidak mendapatkan perlakukan diskriminasi atau victim blaming. SOP dibutuhkan untuk memastikan hal-hal baik dan praktik baik terinstituionalisasi, sehingga sistem yang baik tetap berjalan walupun adanya perpindahan aparatur. SOP dibutuhkan untuk menguatkan koordinasi antar Organisasi Perangkat Daerah, Aparat Penegak Hukum, Serikat Buruh Migran, dan Masyarakat sipil yang memberikan layanan dan penanganan untuk PMI.Sistem Pengawasan pada setiap penyedia layanan baik pemerintah dan swatsa perlu diintensifkan untuk memastikan layanan sesuai norma dan regulasi yang berlaku.

Dalam merayakan momentum penting ini, Migrant Workers Resource Center (MRC) Kabupaten Lampung Timur melaksanakan kegiatan Dialog Kebijakan Multi Pihak dengan tema “Mewujudkan Kerja Layak untuk Pekerja Rumah Tangga Migran melalui Layanan dan Mekanisme Perlindungan yang Responsif Gender”. Diskusi publik ini dihadiri oleh beberapa stakeholder pemerintah provinsi dan kabupaten Lampung Timur, Pemerintah Kecamatan Batanghari, Sekampung, dan Metro Kibang, Lampung Timur, Perwakilan Pemerintah sembilan desa Pilot Project MRC, Perempuan PMI Purna, Calon PMI dan Anggota Keluarga PMI Lampung Timur, CSO serta rekan media.

Pengalaman dan kontribusi positif PRT hanya dapat dipastikan dan direalisasikan secara utuh jika keselamatan, Hak Ketenagakerjaan dan Hak Asasi Pekerja dilindungi. Selamat Hari PRT Internasional, 16 Juni 2023, Wujudkan Kerja Layak Untuk Pekerja Rumah Tangga Migran Melalui Layanan dan Mekanisme Perlindungan yang Responsif Gender.

Narahubung:                                                                                                                                   

Dinas Tenagakerja dan Koperasi Lampung Timur , Budi Yul Hartono : 082110874744

SBMI DPC Lampung Timur , Yunita Rohani : 082372511089

Solidaritas Perempuan Sebay Lampung : Armayanti Sanusi : 085758763460

DPN SBMI , Koordinator MRC Cirebon dan Lampung Timur , Dina Nuriyati  : 0813983584876ILO – Program Safe and Fair, Sinthia Harkrisnowo : 081285865698

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *