sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

HARIYANTO: 17 USULAN PRINSIP TERKAIT RPP PELINDUNGAN PELAUT & AWAK KAPAL

2 min read
Hariyanto: Pertemuan Yogyakarta menghasilkan 17 poin usulan yang harus ada dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelindungan Pelaut dan Awak Kapal, turunan dari UU No. 18/2017

Setelah menghadiri Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion) di Yogyakarta pada tanggal 2-3 Maret 2018 yang lalu, Hariyanto menyampaikan bahwa pertemuan tersebut menghasilkan 17 poin usulan yang harus ada dalam Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Pelindungan Pelaut dan Awak Kapal.

Usulan tersebut, lanjut Hariyanto, merupakan kesepakatan beberapa serikat antara lain : Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI), Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI), Indonesian Fisherman Association (Infisa), dan Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI), serta International Labor Organisation (ILO).

Lebih lanjut Ketua Umum SBMI itu menjelaskan bahwa, kegiatan tersebut difasilitasi oleh Kemenlu, setelah perdebatan antar pegiat organisasi itu tuntas, lalu sesi berikutnya Kemlu mempertemukan para peserta FGD dengan perwakilan Kementerian Ketenagakerjaan.

“Pada saat itu, Bapak Sus Hindharno menyatakan setuju dengan usulan tersebut” jelasnya (14/3/2018) di kantor SBMI Jl Pengadegan Utara I No. 1A Pancoran Jakarta Selatan. 

Dibawah ini adalah 17 usulan untuk Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Pelindungan Pelaut dan Awak Kapal;

  1. Perlu dilakukan pemisahan pengaturan (PP) untuk Pelaut Niaga dan Pelaut Perikanan (PP terpisah);
  2. Rumusan peraturan yang implementable dengan semangat penyederhanaan birokrasi yang berorientasi pada pelayanan cepat, murah, dan transparan;
  3. Terminologi Pelaut yang digunakan Pelaut Niaga dan Pelaut Perikanan merujuk pada Konvensi Internasional yang telah diratifikasi selain merujuk peraturan perundang-udangan nasional;
  4. Pengaturan mengenai penerbitan izin dan sertifikasi berdasarkan rekomendasi dari Kementerian/Lembaga teknis yang menangani;
  5. Perjanjian Kerja Laut dengan memperhatikan prinsip tripartite;
  6. Adanya mekanisme pelindungan yang diadopsi sejak proses pra penempatan, masa  penempatan serta purna penempatan;
  7. Mekanisme reward and punishment kepada manning agen diatur dalam rumusan yang tegas;
  8. Penyeragaman atau Standardisasi Perjanjian Kerja Laut;
  9. Aturan mengenai Kompetensi;
  10. Pengaturan mekanisme asuransi dan Jaminan Sosial;
  11. Pengaturan yang memberikan mandat sistem sosialisasi dan jaminan akses Informasi kepada masyarakat;
  12. Pembagian peran diatur secara jelas dan tegas kepada Kementerian / Lembaga sesuai bidang yang ditangani;
  13. Pengaturan mekanisme pendataan di dalam dan di luar negeri;
  14. Pengaturan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi;
  15. Pengaturan Pembiayaan Catatan: Perlu dilakukan kajian hukum lebih lanjut guna menghasilkan terobosan hukum untuk merumuskan aturan dan kebijakan yang tepat tentang pembiayaan;
  16. Mekanisme penanganan kasus yang konkret (ada pembagian peran antara Pemerintah & Serikat);
  17. Pembentukan unit khusus penanganan kasus TPPO Pelaut ditunjang oleh peningkatan kapasitas aparat penegak hukum mengenai mekanisme penanganan isu terkait.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *