sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

TERKAIT KEBIJAKAN ABK, HANIF AKAN MEETING DENGAN MENHUB & KKP

2 min read
Hariyanto: tumpang tindih kewenangan mengakibatkan ABK Perikanan terjerumus dalam perdagangan orang

HANIF DHAKIRI-SARASEHANMenjawab persoalan kebijakan penempatan buruh migran ABK Perikanan yang bekerja di kapal asing, Muhammad Hanif Dhakiri mengatakan secara prinsip penempatan dan perlindngan ABK Perikanan di kapal asing itu ada diranah ketenagakerjaan. Untuk mengurai tumpang tindih kewenangan itu, dalam waktu dekat ia akan melakukan pertemuan dengan Menteri Perhubungan.

Demikian disampaikan Menteri Ketenagakerjaan pada sarasehan yang diselenggarakan oleh Dirjen Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) , di Kediaman Menaker Komplek Widya Chandra Jakarta Selatan pada hari Rabu (22/3/2017).

“Besok saya akan meeting dengan Menteri Perhubungan dan Menteri Kelautan Perikanan,” katanya singkat.

Menurut Hariyanto, tumpang tindihnya kewenangan antar kementerian dan lembaga negara, mengakibatkan penempatan nelayan Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing sarat dengan praktik-praktik perdagangan manusia  dan perbudakan di atas kapal ikan asing.I

Tumpang tindih itu terjadi karena Kemnaker tidak meleading kebijakan ketenagakerjaan secara keseluruhan. Selama 12 tahun Kemnaker abai terhadap mandat Pasal 28 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri yang berbunyi: “Penempatan TKI pada pekerjaan dan jabatan tertentu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri”. dan Pasal 337 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang menyebutkan bahwa: “Ketentuan ketenagakerjaan di bidang pelayaran dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.”

Kelalaian Kemnaker berujung pada kekisruhan tata kelola penempatan dan perlindungan buruh migran ABK dengan terbitnya Peraturan Kepala BNP2TKI Nomor 3 Tahun 2013 dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 84 Tahun 2013. Kedua peraturan ini secara prinsip dan substantif telah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.

Tumpang tindih kewenangan tersebut menyebabkan berbagai dampak yang sangat merugikan  buruh migran ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing diantaranya: (1) prosedur penempatan ABK yang tidak beres; (2) lempar tanggungjawab perlindungan dan penanganan kasus ABK yang menghadapi persoalan di luar negeri; dan (3) terjebaknya ABK dalam kegiatan IUU Fishing.” Jelas Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *