sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

SIARAN PERS: DESAK PEMERINTAH DAERAH TURUT LINDUNGI HAK ABK, AKTIVIS GELAR AKSI DI DEPAN KANTOR GUBERNUR JAWA TENGAH

3 min read

Semarang, 17 Desember 2021. Menjelang peringatan Hari Buruh Migran Internasional tanggal
18 Desember dan masih dalam suasana peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia
tanggal 10 Desember, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Greenpeace Indonesia serta
Persatuan BEM BREGAS (Brebes, Tegal dan Slawi) melakukan aksi di depan kantor Gubernur Jawa Tengah di Semarang pada Jumat, 17 Desember 2021. Aksi ini bertujuan untuk mendesak
pemerintah Provinsi Jawa Tengah turut mengambil langkah nyata guna memutus mata rantai
praktik penipuan, penjeratan utang dan kerja paksa dalam perekrutan dan penempatan anak
buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal ikan asing.

SBMI mencatat, berdasarkan laporan pengaduan kasus dan pemberitaan di media massa,
selama 2015-2021 sebanyak 45 ABK Indonesia meninggal saat bekerja kapal ikan asing dan 21
di antaranya (46,6%) berasal dari Jawa Tengah. Dalam laporan yang diterbitkan Greenpeace
Asia Tenggara dan SBMI Mei lalu, berjudul “Forced Labour at Sea: The Case of Indonesian
Migrant Fishers”, ditemukan sebanyak 20 manning agency (agen perekrut dan penyalur ABK)
terlibat dalam praktik ilegal perbudakan ABK Indonesia dan sebagian besar beroperasi di
kawasan pantai utara (Pantura) Jawa Tengah. Laporan ini mengungkap sejumlah indikator kerja
paksa yang kerap menimpa para ABK, seperti pemotongan upah, kondisi kerja dan kehidupan
yang penuh kekerasan, penipuan, dan penyalahgunaan kerentanan.

Mengingat Jawa Tengah adalah salah satu wilayah konsentrasi perekrutan ABK di Indonesia,
SBMI, Greenpeace Indonesia dan Persatuan BEM BREGAS menilai Pemerintah Daerah Jawa
Tengah perlu segera bertindak dan melakukan evaluasi seluruh manning agency di provinsi
tersebut. Hal ini untuk mendorong perubahan dalam perbaikan tata kelola perekrutan,
penempatan dan pelindungan ABK. Pemerintah Jawa Tengah juga harus memastikan adanya
layanan pengaduan dan penanganan yang adil terhadap kasus eksploitasi ABK, termasuk
dalam pemenuhan hak para ABK yang sudah kembali ke Tanah Air.

Merujuk pada Surat Edaran Mendagri Nomor 560/2999/Bangda, Gubernur (dan
Bupati/Walikota) harus melaksanakan urusan wajib bidang ketenagakerjaan sebagaimana
tercantum dalam UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, dan pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab yang secara rinci tertuang dalam Pasal 40 dan Pasal 41 UU 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

“Permasalahan ABK Perikanan dalam kondisi darurat pelindungan. Berbagai permasalahan
yang dialami ABK dari tahun ke tahun tidak menunjukkan sinyal perbaikan. Untuk itu, gubernur
harus segera mengimplementasikan SE Mendagri tersebut. Gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat harus melakukan pembinaan dan pengawasan dalam pelindungan pekerja migran Indonesia, termasuk melakukan pengawasan terhadap perusahaan perekrut ABK,” ujar Ketua
Umum SBMI, Hariyanto Suwarno.

Dalam aksi yang berlangsung hari Jumat, sejumlah aktivis dari SBMI, Greenpeace Indonesia
dari Persatuan BEM BREGAS menempatkan sebuah kubus besar di dekat gerbang utama
kantor Gubernur Jawa Tengah. Kubus tersebut berisi berbagai pesan, salah satunya obituari
singkat tujuh ABK yang meninggal di kapal ikan asing, dan testimoni dua mantan ABK tentang
kekerasan yang mereka alami selama bekerja. Obituari ini mengingatkan pemerintah bahwa
banyak nyawa sudah berguguran, dan ada banyak nyawa lainnya terancam jika praktik curang
dalam perekrutan ABK yang berujung perbudakan di laut tidak dihentikan.

Selain itu, ada pula aksi teatrikal yang menceritakan kisah seorang ABK yang tangannya terikat,
mulutnya dibekap dan tubuhnya terperangkap dalam jaring dengan latar belakang kapal ikan
asing. Hal ini menggambarkan bagaimana hak asasi para ABK selama bekerja di kapal asing
terenggut. Mereka dipaksa bekerja belasan jam setiap hari di bawah intimidasi mental dan fisik,
hidup dalam kondisi mengenaskan dengan asupan makan dan minum yang tidak layak, dan tak bisa melarikan diri karena berada di laut lepas yang jauh dari daratan.

“Perbudakan terhadap ABK ini kerap berdampingan dengan praktik perikanan ilegal di skala
global yang kita kenal dengan nama IUU (illegal, unreported, unregulated) fishing. Permintaan
ikan yang terus meningkat sedangkan stok ikan sudah berkurang drastis, membuat banyak
perusahaan produk makanan laut dan pemilik kapal sudi melakukan berbagai cara untuk tetap
meraup untung, bahkan dengan mengeksploitasi ABK. Di sisi lain, karena tekanan ekonomi dan
keterbatasan lapangan pekerjaan, akan selalu ada anak muda yang berminat menjadi ABK.
Rantai ini yang perlu kita putus,” tutur Afdillah, juru kampanye laut Greenpeace Indonesia.

Dalam rangkaian kegiatan yang sama, Greenpeace Indonesia dan SBMI juga memasang baliho
di dua lokasi di mana banyak manning agency beroperasi, yakni di Tegal dan Pemalang, Jawa
Tengah. Baliho ini berisi pesan “Jangan Terjerat Jaring Kapal Ikan Asing!”. Pesan tersebut ditegaskan dengan peringatan bagi para calon ABK untuk memahami hak-hak yang semestinya mereka terima, agar tidak terperangkap dalam jaring perbudakan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *