sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

MEMASTIKAN PERLINDUNGAN PMI  MELALUI INTEGRASI LAYANAN MRC DENGAN LAYANAN PEMKAB LAMPUNG TIMUR YANG TERKOORDINASI DAN RESPONSIF GENDER

4 min read

Kementerian Ketenagakerjaan, Pemerintah Kabupaten Lampung Timur, Program Safe and Fair ILO-UN Women, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Lampung Timur dan Solidaritas Perempuan Sebay Lampung meresmikan Pusat Informasi dan Layanan Terpadu Satu Atap yang Responsif Gender atau (Migrant Worker Resourse Center (MRC) di Kabupaten Lampung Timur, pada Senin, 29 November 2021. Peresmian ini akan dilakukan oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Bupati Lampung Timur, Dawam Rahardjo.

Pengintegrasian Layanan Migrant Worker Resources Centre (MRC) dengan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA)-P2MI yang Responsif Gender ini merupakan model percontohan kedua di Indonesia dan ASEAN sebagai bentuk kerja sama multi-pihak antara pemerintah, serikat buruh migran dan pusat krisis perempuan  dalam membangun layanan terpadu dan terkoordinasi sesuai mandat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) untuk meningkatkan pelindungan PMI perempuan dan keluarganya di setiap tahapan migrasi, termasuk dari tingkatan desa. Sebelumnya pengintegrasian layanan Migrant Worker Resources Centre (MRC) dengan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA)-P2MI yang Responsif Gender Kabupaten Cirebon telah diresmikan Ibu Menteri Ketenagakerjaan dan Bupati Cirebon pada 10 Juni 2021.

Program MRC ini juga didukung oleh program Safe and Fair: Realizing women migrant workers’ rights and opportunities in the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), sebuah program bersama ILO dan UN Women. Dengan dukungan Uni Eropa, Program Safe and Fair bertujuan untuk memastikan migrasi yang aman dan adil bagi semua perempuan di ASEAN, termasuk Indonesia.

Pemerintah Lampung Timur melalui APBD Tahun Anggaran 2022 telah mengganggarkan pembangunan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) Lampung Timur. Hal ini  sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah dalam pelaksanaan Undang-undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia khususnya pasal 38 Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Untuk memastikan efektifitas dari fungsi dan layanan LTSA, Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran, sejak awal tahun 2021 pemerintah daerah melalui fasilitasi dari kegiatan MRC telah melaksanakan forum koordinasi Tripartite (Plus) dan dialog sosial dengan para pemangku kepentingan lainnya dalam rangka  mengembangkan mekanisme dan SOP untuk layanan yang terkoordinasi, terpadu dan responsif gender. SOP dan mekanisme layanan ini merupakan rangkaian persiapan yang dilakukan untuk mendukung efektifitas pemberian layanan penempatan dan pelindungan lintas sektor pada LTSA.

Integrasi MRC-LTSA diharapkan dapat memperluas fungsi Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) untuk Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran menjadi semakin optimal, mudah diakses, dan memberikan layanan perlindungan yang menyeluruh dan responsif gender bagi Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI). Program ini memberikan jangkauan layanan hingga ke desa-desa dalam bentuk, di antaranya, konsultasi pra-kerja, layanan psiko-sosial, konseling, penanganan kasus, layanan bantuan hukum, pelatihan calon PMI dan dan penyediaan informasi otoritatif pada pra, masa bekerja dan kepulangan serta kebutuhan khusus   perempuan pekerja migran yang menjadi korban kekerasan, pelecehan dan perdagangan orang.

Selain itu program MRC juga melaksanakan rangkaian penguatan untuk pendataan, tata kelola migrasi tenaga kerja yang responsif gender di tingkat desa, penguatan kapasitas bagi aparatur pemerintah daerah dan penyedia layanan lainnya, penguatan koordinasi dan dialog sosial melalui pelaksanaan forum tripartit plus bagi perlindungan PMI di tingkat kabupaten dan kecamatan. Kegiatan lainnya mencakup penguatan pusat informasi desa dan satuan tugas desa untuk perlindungan PMI, termasuk dukungan terhadap program berbasis desa yang telah banyak digagas baik oleh pemerintah maupun organisasi non-pemerintah seperti di antaranya Desa Migran Produktif (Desmigratif), Komunitas Keluarga Buruh Migran (KKBM), Bina Keluarga Pekerja Migran Indonesia (BK-PMI), dan sebagainya.

Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu wilayah pengirim PMI yang tergolong cukup tinggi. Data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) pada tahun 2017-2019 menyebutkan Kabupaten Lampung Timur termasuk 10 besar sebagai kabupaten asal pekerja migran dengan jumlah penempatan sebesar 21.465 orang.

Laporan World Bank tahun 2017 memperkirakan ada sekitar sembilan juta PMI yang bekerja ke luar negeri. Pada 2016, PMI menyumbang lebih dari Rp 118 triliun remitansi  ke Indonesia dan data Bank Indonesia pada 2018 menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan dari remitansi PMI sebagai penyumbang devisa sebesar US$ 8,8 miliar atau Rp 127,6 triliun. Kontribusi remitansi ini diperoleh dari PMI yang sebagian besar (67%) adalah perempuan.

Kendati demikian, besarnya jumlah remitansi yang dikontribusikan PMI pada pembangunan baik di negara asal dan tujuan ini tidak berbanding lurus dengan upaya perlindungan. PMI masih mengalami kasus-kasus kekerasan, penipuan, jeratan hutang, hingga gangguan kejiwaan yang hingga saat ini belum tertangani secara baik.

Pada tahun 2019 BP2MI juga mencatat sebanyak 176 pengaduan kasus asal Lampung yang mayoritas dilaporkan oleh perempuan pekerja migran. Kasus-kasus yang dihadapi umumnya berupa hilang kontak, gaji tidak dibayar, kekerasan fisik dan penempatan non-prosedural. Kasus-kasus kekerasan berbasis gender, seperti kekerasan dan pelecehan seksual, seringkali tidak dilaporkan karena masih kuatnya stigma dan budaya menyalahkan korban (victim blaming) di kalangan masyarakat.

Berbagai kasus dan fakta di lapangan tersebut menegaskan pentingnya keseriusan atas penerapan mandat UU PPMI, khususnya dalam menjamin pelayanan informasi dan pelindungan sejak dari tingkat desa guna mencegah terulangnya kasus-kasus serupa. Pelibatan peran desa yang telah dimaktubkan dalam pasal 42 UU PPMI ini dinilai sebagai kebijakan yang dapat memutus mata rantai perdagangan orang dan juga kasus-kasus PMI lainnya. Layanan di tingkat daerah hingga ke desa ini menjadi upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan pada komunitas masyarakat asal pekerja migran. 

Program percontohan ini dilaksanakan selama periode dua tahun di Kabupaten Cirebon, Tulungagung, Blitar dan Lampung Timur. Program ini menjangkau dan meningkatkan kapasitas sekitar 2000 Perempuan PMI, 720 Pemangku kepentingan dan kelompok masyarakat, 150 aparatur pemerintah tingkat kabupaten dan desa, dan penguatan Jaringan kelompok purna PMI di 36 Desa dan 12 Kecamatan di 4 Kabupaten.

Khusus di Kabupaten Lampung Timur, program ini akan menjangkau  9 desa percontohan yaitu : Desa Banar Joyo, Desa Buana Sakti, Desa Sumber Agung di wilayah Kecamatan Batang Hari.  Desa Hargo Mulyo, Desa Sumber Gede, Desa Giriklopo Mulyo di wilayah Kecamatan Sekampung dan Desa Margototo, Desa Mergo Sari, Desa Kibang di wilayah Kecamatan Metro Kibang.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:

  • SBMI, Dina Nuriyati di  +62-81398358476, dina@sbmi.or.id
  • DPC SBMI Lampung Timur, Yunita di +62-823-7251-1089,
  • Kementerian Ketenagakerjaan Lampung Timur
  • Dinas Tenaga Kerja (P2MI) Kabupaten Lampung Timur
  • Program Safe and Fair ILO – UN Women , Sinthia Hakrisnowo, +62-812-8586-5698, sinthia@ilo.org dan Nunik Nurjannah, +62-852-8386-1704, nunik.nurjanah@unwomen.org
  • Solidaritas Perempuan Sebay Lampung, Armayanti Sanusi di +62-857-5876-3460, sp-lampung@solidaritasperempuan.org

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *