SHELTER DPN SBMI KEBANJIRAN LAGI
2 min readUntuk yang kedua kalinya, sekretariat dan shelter DPN SBMI di Cililitan Kecil II Kramatjati Jakarta Timur kebanjiran lagi. Demikian dikatakan oleh Erna Murniaty Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) siang tadi 18/1/2014.
“Malah banjir yang kedua ini lebih parah ketimbang banjir yang terjadi pada tiga hari yang lalu, semuanya terendam oleh air yang meluap dari Sungai Ciliwung dengan ketinggian mencapai lebih dari dua meter” Katanya lewat handphone
Diteruskan, berdasarkan informasi dari masyarakat setempat, biasanya banjir dengan ketinggian tersebut terjadi lima tahunan. Entah apa yang terjadi ternyata sekarang menjadi banjir tahunan. “informasi banjir lima tahunan ini menjadi pertimbangan kami untuk sewa sekretariat disekitar sini, kami hanya bisa pasrah meski semua properti yang kami miliki banyak yang tidak bisa diselamatkan” Jelasnya
Erna juga mengucapkan terimakasih atas bantuan dan solidaritas buruh migran dan lembaga jaringan yang telah memberikan bantuan kepada DPN SBMI. “atas semua bantuan, semoga tuhan memberikan balasan lebih dari yang telah diberikan, amien” Harapnya
Sementara itu menurut Bobi AM Sekjen SBMI yang masih di Kampung Inggris Pare Kediri Jatim mengatakan bahwa meski fenomena banjir tidak hanya terjadi di Jakarta, tapi peristiwa ini sangat berdampak terhadap kerja-kerja Dewan Pimpinan Nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (DPN SBMI) yang saat ini masih terus berbenah memperbaiki kondisi organisasi dan kerja-kerja rutin lainnya seperti pendampingan kasus buruh migran. “Ini sangat menghambat sekali, bayangkan semua property seperti 12 meja kerja dan komputer, 20 kursi, 2 lemari buku, 3 lemari pakaian berikut semua baju celana 5 orang pengurus, perabotan dapur, termasuk dokumen kasus semua tidak terselamatkan, dipastikan pemulihannya butuh waktu yang cuku lama, terlebih perubahan iklim yang tidak menentu ini membuat kami tidak nyaman, kita tidak tahu akan kebanjiran berapa kali lagi” Katanya
Lebih lanjut Bobi menjelaskan bahwa fenomena banjir berdasarkan analisa pegiat lingkungan hidup, merebak sejak diterbitkannya undang-undang penanaman modal asing pada tahun 1967 oleh Rezim Soeharto. Sejak saat itu Modal Asing bagaikan hujan lebat di Indonesia, Modal bergerak menghabisi kayu-kayu di hutan-hutan yang masih perawan hingga ke pegunungan, lalu menjadikannya sebagai perkebunan luas dan lahan industri serta eksploitasi sumber daya alam lainnya. Terjadilah krisis lahan resapan air, kebijakan ini dikuatkan dengan undang-undang pokok kehutanan yang didalamnya mengamini hak pengelolaan hutan oleh swasta. “Banjir dimana-mana dan apa yang kita alami hari ini adalah akibat dari kebijakan masa lalu” Tegasnya