sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

SBMI Bersama Polri Sosialisasikan Pencegahan TPPO Kepada Pelajar

3 min read

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memberikan sosialisasi dan edukasi Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kepada ratusan pelajar SMKN Mandiri 36 Jakarta Utara pada Senin, 20 Maret 2023.

Dalam sambutannya, Hariyanto menjelaskan urgensi sosialisasi mengenai pencegahan TPPO dalam lingkup pendidikan ini sangat penting dilakukan dan menjadi penting untuk melakukan penyadaran bahwa pelaku kriminal untuk mendapatkan keuntungan dapat menghalalkan segala cara, misalnya modus penawaran lowongan kerja atau modus pemagangan baik di dalam maupun di luar negeri.

Berdasarkan laporan lima tahunan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (GTPP TPPO), sepanjang tahun 2015 sampai 2019, ada 2.648 korban yang teridentifikasi di Indonesia, 88% perempuan dan 12% adalah laki-laki. Hariyanto juga menyampaikan bahwa program pemagangan atau PKL (Pelatihan Kerja Lapangan) kini diduga menjadi modus baru oleh para pelaku kriminal untuk menarik korban-korban dari kelompok pelajar. Ini juga diperkuat dengan data aduan SBMI di tahun 2020, ada 233 pengadu berpendidikan SMA/SMK.

“Ada temuan kasus pada dua tahun yang lalu di mana anak-anak didik Indonesia diberangkatkan ke Taiwan dengan dalih pemagangan. Hal yang menjadi masalah adalah pengusaha memanfaatkan pemagangan ini untuk mendapatkan buruh murah, buruh yang kemudian tidak digaji,” jelas Hariyanto.

Sekretaris Jenderal SBMI, Bobi Anwar Ma’arif dalam paparannya menjelaskan bahwa TPPO menurut pasal 104 ayat 1 Undang Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Bobi menjelaskan bagaimana proses pelaku kriminal ketika menarik korban yaitu biasanya pelaku merekrut dengan cara menyebarkan informasi lowongan kerja menggunakan penipuan (janji manis, kerja enak, gaji besar, prosesnya mudah dengan memalsukan data identitas) atau jeratan hutang, jika sudah masuk dalam jeratan tersebut, pelaku kerap menggunakan cara kekerasan seperti ancaman, kekerasan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan/posisi rentan untuk mendapat kendali atas diri korban.

Ketika korban sudah termakan oleh jebakan pendaftaran atau jebakan tipuan pelaku, kemudian mengangkut dan memindahkan korban jauh dari komunitasnya, kemudian mengirim korban sampai ke tempat tujuannya. Selanjutnya pelaku dapat menindas atau mengeksploitasi korban untuk keuntungan finansial atau ekonomi para pelaku. Beberapa bentuk eksploitasi antara lain prostitusi, kerja paksa, diperbudak, disiksa, atau transplantasi organ tubuh korban untuk di jual. Dampaknya, korban bisa mengalami sakit, cacat bahkan sampai meninggal dunia. Secara psikis korban bisa mengalami perasaan malu, depresi bahkan sampai gila. Dampak secara ekonomi, korban malah jatuh miskin.

Bobi mengingatkan agar para guru minimal dapat membimbing pelajarnya untuk dapat membedakan perusahaan-perusahaan perekrut Awak Kapal Perikanan (AKP) Migran yang memiliki izin dari Menteri Ketenagakerjaan dan Kementerian Perhubungan. Melihat pada data kasus TPPO yang dialami AKP Migran di sektor laut yang ditangani SBMI dari tahun 2014 sampai 2022 sebanyak 634 korban.

“Untuk perusahaan perekrut yang memiliki izin dari Kemnaker bisa dicek dalam website PPTKLN, sementara untuk perusahaan yang memiliki izin dari Kementerian Perhubungan bisa cek SIUPPAK dalam website Dokumen Pelaut,” jelas Bobi.

IPTU Wan Deni Ramona Gusti, STK, SIK, MSI menyoroti pentingnya pencegahan dalam memberantas TPPO. Hal ini berdasarkan data Bank Dunia yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melemah dari 5,2% pada 2022 menjadi 4,8% pada 2023. Melemahnya pertumbuhan ekonomi berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran. Badan Pusat statistik (BPS) per Agustus 2022, mendata jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,4 juta orang, porsinya 5,86% dari total angkatan kerja nasional sebanyak 143,72 juta.

“Situasi ini harus diwaspadai agar tidak dimanfaatkan oleh pelaku kriminal untuk mendapatkan keuntungan dengan menghalalkan segala cara, misalnya modus penawaran lowongan kerja atau modus pemagangan baik di dalam maupun di luar negeri. Hal ini juga didukung dari peran Mabes Polri yang saat ini akan meningkatkan kelembagaan dalam penanganan kasus TPPO dimulai dari unit TPPO dijadikan direktorat tersendiri,” tegas Wan Deni.

Sementara itu menurut Kepala Sekolah SMKN 36 Jakarta Utara Sri Tati Sugiarti S.Pd mengatakan salah satu jurusan di sekolahnya yaitu Nautika Kapal Penangkap Ikan dan Teknik Kapal Penangkap Ikan. Ia menjelaskan pengalaman yang dimilikinya dari beberapa murid bahwa dua jurusan tersebut mengikuti program PKL biasa di laut selama 3-6 bulan, bahkan bisa sampai 8 bulan untuk menangkap ikan. Walaupun selama ini belum ada masalah, sosialisasi pencegahan TPPO masih sangat perlu dilakukan.

“Melihat pentingnya pengetahuan tentang TPPO, kami ingin agar lembaga pendidikan dilibatkan terus dalam pencegahannya, tidak hanya untuk anak didiknya, termasuk juga orang tuanya. Lembaga pendidikan juga bisa menjadi media bagi para orang tua untuk diberikan sosialisai dan edukasi mengenai resiko dan bahaya TPPO, melihat peran orang tua yang aktif hadir dalam lebaga pendidikan untuk anaknya,” pungkas Sri Tati.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *