sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

NOBAR “BYE” DI JAKARTA UTARA, DISNAKER: MANNING AGENCY YANG ‘NAKAL’ HARUS MENDAPAT SANKSI

2 min read

Perusahaan perekrutan dan penempatan awak kapal atau manning agency yang tidak bertanggung jawab terhadap awak kapal atau Anak Buah Kapal (ABK) yang direkrut dan ditempatkan harus mendapat sanksi hukum yang tegas.

Hal tersebut disampaikan  Kasi Hubungan Industrial, Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara, H Suradin usai mengikuti kegiatan nonton bareng (nobar) film dokumenter berjudul “Before You Eat” (BYE) di Kantor Kelurahan Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa, 21 Juni 2022.

Menurut Suradin, film BYE telah menggambarkan bahwa berbagai persoalan yang dialami ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal asing salah satu penyebabnya adalah perilaku ‘nakal’ manning agency.

“Apabila ada PT (manning agency) yang melakukan pelanggaran hukum seperti tidak jelas izin dan badan hukumnya, sebagai pemerintah tentu kami akan mengambil tindakan. Tentu akan ada petugas melakukan sidak dan akan menyegel perusahaan tersebut,” jelas Suradin.

Lebih lanjut Suradin berpesan kepada masyarakat yang akan bekerja ke luar negeri, termasuk yang akan bekerja sebagai ABK migran agar hati-hati, jangan sampai tergiur oleh bujuk rayu calo.

Senada dengan Suradin, Ketua RW 10 Kelurahan Kalibaru, Dian Anjasyana juga mengimbau masyarakat yang akan bekerja sebagai ABK di kapal asing agar tidak mudah percaya dengan iming-iming dan bujuk rayu calo.

“Fim BYE telah menggambarkan fakta yang sangat miris. Untuk warga saya, apabila ada yang mengiming-imingi bekerja sebagai ABK perikanan di kapal asing dengan gaji besar dan kerjanya enak, jangan langsung percaya,” kata Dian Anjasyana yang mengikuti dengan seksama acara nobar BYE hingga sesi diskusi selesai.

Film BYE yang diproduksi oleh SBMI dan didukung Greenpeace Indonesia ini menceritakan bagaimana eksploitasi yang dialami para ABK sejak sebelum berangkat, selama di kapal, hingga tiba kembali di Tanah Air. Beberapa gambar bahkan direkam langsung oleh para ABK menggunakan telepon seluler mereka. Para ABK juga berbagi kisah perjuangan menuntut hak mereka dan rekan-rekan mereka yang meninggal karena sakit hingga dilarung ke laut tanpa persetujuan keluarga. Kekerasan yang dialami, kontrak kerja yang tidak jelas, dan muslihat agen-agen perekrutan serta prosedur pengiriman ABK yang sumir, membuat praktik ini disebut sebagai ‘perbudakan modern’.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *