sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

NOBAR ‘BEFORE YOU EAT’ DI PONDOK PESANTREN LAMPUNG, PENGASUH: SANTRI HARUS PEKA TERHADAP LINGKUNGAN

2 min read

SBMI dan Greenpeace Indonesia kembali hadir di Lampung untuk menyelenggarakan Nonton Bareng (Nobar) Film “Before You Eat” (BYE). Kali ini, Nobar BYE diadakan di Pondok Pesantren Minhadlul ‘Ulum di Desa Trimulyo, Kecamatan Tegineneng, Kabupaten Pesawaran, Lampung pada hari Senin, 13 Juni 2022.

FIlm “Before You Eat” yang diproduksi oleh SBMI dan didukung oleh Greenpeace Indonesia ini mengungkap aktivitas perikanan ilegal atau yang lebih dikenal dengan Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) fishing yang berkaitan erat dengan praktik perdagangan orang dan perbudakan modern ABK Perikanan Indonesia di kapal perikanan asing.

Kegiatan Nobar ini dilanjutkan dengan sesi diskusi yang memfokuskan pada dorongan peran aktif pemuda dalam mencari solusi untuk mengatasi eksploitasi terhadap ABK Perikanan Indonesia. Peserta diskusi terdiri dari para Santri Pondok Pesantren Minhadlul ‘Ulum, aktivis Nahdlatul  Ulama di Pesawaran dan masyarakat Desa Trimulyo dengan narasumber  Sekretaris Jenderal SBMI, Bobi Anwar Ma’arif, Produser Film “Before You Eat”, Godi Utama serta sebagai Pengasuh Ponpes Minhadlul ‘Ulum, Gus Aminudin. 

Menurut Gus Aminudin, melalui pemutaran film BYE ini diharapkan bisa memberikan pemahaman dan edukasi kepada masyarakat, khususnya para santri Pondok Pesantren Minhadlul ‘Ulum terkait isu sosial dan isu lingkungan. 

“Film ini banyak memberikan informasi tentang fakta bahwa perbudakan di zaman modern ini ternyata masih terjadi. Untuk itu kegiatan nobar film “Before You Eat” penting untuk memberikan edukasi dan pemahaman kepada para santri dan teman-teman saya yang tergabung di Ansor dan yang lainnya bahwa kita perlu berpikir tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain, terutama anak negeri yang punya keinginan untuk maju,” kata Gus Aminudin. 

Dalam sambutannya, Gus Aminudin juga mengimbau para santri agar tidak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi juga harus memikirkan orang lain dan harus peka dengan isu-isu sosial dan isu lingkungan. 

“Sebagai agent of change, santri harus peka terhadap lingkungan dan tahu harus berperan di mana pun berada,” ujarnya.

Gus Aminudin berpesan, bagi masyarakat yang akan bekerja sebagai buruh migran atau pekerja migran agar membekali diri dengan keterampilan dan prestasi serta  membangun jaringan dengan lembaga-lembaga advokasi.

“Ketika bekerja sebagai buruh migran atau pekerja migran di luar negeri, kita harus punya  kecakapan dan punya jaringan dengan NGO yang peduli dengan isu buruh migran sehingga tidak ada lagi yang menjadi korban perbudakan. Pemerintah juga harus peduli dan harus menjalankan aturan perundang-undangan yang ada,” pungkas Gus Aminudin. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *