sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

Kuatkan Komitmen, Teruskan Kolaborasi dan Kebutuhan Anggaran di Sektor PMI: Catatan Peningkatan Kapasitas Pemberian Layanan Terhadap AKP Migran Melalui Kewenangan Daerah dan Desa di Kabupaten Pemalang

6 min read

Jakarta, 4 Februari 2024 – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) usai menggelar peningkatan kapasitas untuk organisasi perangkat daerah (OPD) Kabupaten Pemalang bertemakan “Pemberian Layanan Terhadap Awak Kapal Perikanan Migran melalui kewenangan pemerintah daerah dan desa di Kabupaten Pemalang sebagai Implementasi UU 18/2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia” selama dua hari di Hotel Swissbell, Kalibata, Jakarta Selatan (01-02/02/24). 

Kegiatan ini digelar melalui inisiasi SBMI yang didukung oleh International Labour Organization (ILO) melalui program 8.7 Accelerator Lab untuk penguatan kapasitas dan sinergi dalam mengimplementasikan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU 18/2017) serta berbagi perspektif dan pengalaman antar organisasi perangkat daerah dan pemerintah desa dalam melindungi Pekerja Migran Indonesia (PMI), Awak Kapal Perikanan (AKP) migran dan keluarganya. 

Sektor Pekerja Migran Indonesia (PMI) merupakan sektor teratas yang menyumbang pendapatan negara Indonesia melalui remitansi. Pada kuartal II tahun 2022, Bank Indonesia melaporkan remitansi dari luar negeri ke tanah air mencapai US$2,39 miliar. Potensi ekonomi ini juga dimiliki Kabupaten Pemalang, melalui penyediaan lapangan kerja di luar negeri. Di Pemalang terdapat 28 Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dan 22 perusahaan penempatan (manning agency). Pada tahun 2022 tercatat 892 warga Pemalang bekerja ke luar negeri melalui P3MI dan sekitar 2.596 di sektor AKP Migran. Di sisi lain potensi ekonomi melalui remitansi, PMI masih menjadi sektor pekerjaan yang rentan. 

Sepanjang tahun 2023 Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) melaporkan terdapat 1.999 pengaduan PMI yang mengalami masalah. Untuk memaksimalkan pelindungan Pekerja Migran Indonesia terkhusus sektor Awak Kapal Perikanan Migran Indonesia mengesahkan UU 18/2017. Pada Pasal 41 UU 18/2017, peran pemerintah daerah makin diperkuat dimana Pemerintah Daerah memiliki tugas dan tanggung jawab untuk: mensosialisasikan informasi, membuat basis data, melaporkan hasil evaluasi Perusahaan Penempatan, memberikan pelindungan, melakukan pengawasan, reintegrasi sosial, menyediakan dan memfasilitasi pelatihan Calon Pekerja Migran Indonesia melalui pelatihan vokasi yang anggarannya berasal dari fungsi pendidikan; dan membentuk layanan terpadu satu atap. 

Terlepas dari belum adanya peraturan daerah khusus PMI, Pemerintah Kabupaten Pemalang
telah melaksanakan berbagai kegiatan melalui sosialisasi, pelatihan, pendataan,
pemberdayaan, fasilitasi penyelesaian masalah dan lain sebagainya untuk melindungi PMI,
terkhusus AKP Migran. Selain itu terdapat pula inisiasi pendirian Migrant Resource Worker
Centre untuk memperkuat dan melengkapi pelindungan AKP Migran di Kabupaten Pemalang

“Pelatihan ini semoga sejalan dengan pengembangan yang akan kita lakukan, ini adalah bagian penting untuk kita kedepan, karena isu pekerja perikanan masih membutuhkan pengakuan dari kita semua, bukan hanya datang dari pusat tapi harus datang dari kita semua. Perlu dipahami bahwa pekerja migran perikanan itu adalah bagian dari kelompok SDM yang harus dilindungi. ILO, mendorong kita semua untuk menjadi koalisi besar internasional untuk keadilan dunia, kita perlu menangani ketidaksetaraan diskriminasi dan pengasingan. Ada banyak tantangan yang harus dihadapi oleh tripartit; pemerintah, pengusaha dan pekerja. Dari sini, ILO menyambut baik instruksi mendagri untuk mendorong pemerintah daerah membuka dan menyediakan anggaran yang kuat serta mampu memberikan pelindungan kepada kelompok-kelompok buruh; buruh migran, buruh perikanan migran untuk mereka berkembang. Pengakuan dari indonesia ini memperkuat dunia untuk melindungi pekerja khususnya pekerja perikanan migran.” disampaikan Abdul Hakim, Program Officer ILO

Namun, minimnya anggaran dari negara membuat pemerintah daerah lemah dalam menjalankan mandat UU 18/2017 terkhusus pelaksanaan pelindungan dari awal keberangkatan sampai pemberdayaan kepulangan para PMI di Kabupaten Pemalang. “Tidak sulit untuk memberikan pelindungan kepada PMI yang berangkat secara prosedural, namun yang pemberangkatannya secara unprosedural bagaimana? disnaker mau minta data ke siapa? terlebih lagi, kalau bicara anggaran untuk PMI bisa menangis kita, jangankan untuk pelindungan, untuk sosialisasi migrasi aman saja ke 212 desa dan minimal 14 kecamatan di Pemalang, kita minim dana.” terang Tito Suharto, Sekretaris Dinas Tenaga Kerja Pemalang

Namun, menurut Tito sendiri adapun strategi yang telah dilakukan disnaker Pemalang untuk menjalankan mandat, salah satunya ialah menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kerja untuk CPMI AKP migran dan pembentukan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di Kabupaten Pemalang. 

Hal ini pun ditimpali oleh Heri Supriyanto, Kasubdit Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, Direktorat SUPD IV Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian dalam negeri, bahwa peran kemendagri untuk pembangunan adalah pembuat kebijakan dan regulasi pembangunan daerah, pembina umum, pengawas pembangunan daerah, evaluasi pembangunan daerah dan sinkronisasi pembangunan pusat dan daerah. Namun, Heri menyampaikan untuk anggaran pembangunan di sektor PMI di kemendagri tidak ada.

“Di kami tidak ada anggaran sama sekali, nol untuk PMI khususnya AKP migran. Tentu saja ini sulit karena idealnya ada program ya karena ada anggaran. Sering kali kita melaksanakan rapat koordinasi bersama kemnaker atau BP2MI, pun kami dimintai untuk menerbitkan surat-surat yang diperlukan dalam pemerataan pembangunan bagi PMI. Di beberapa surat kami sudah memasukkan PMI ini masuk ke dalam APBD dan RKPD, namun tidak dipungkiri bahwa keuangan daerah juga sangat terbatas. Dana untuk PMI itu hanya koret-koretan sisa saja sejauh ini” tuturnya

Ini pun ditegaskan oleh perwakilan Bappeda Kabupaten Pemalang yang berhadir, bahwasannya dalam badan perencanaan pembangunan daerah sendiri isu PMI ataupun AKP migran asing untuk menjadi prioritas pemerataan pembangunan “Di tahun 2024, Bappeda Pemalang sedang menyusun RPJPD, RPJMD, RKPD, kami berharap isu atau sektor PMI masuk ke dalam 3 dokumen yang sedang kami susun ini. Karena kami menyadari betul bahwa untuk pekerja migran dan pekerja perikanan migran memang belum banyak tersentuh dari bappeda.” katanya

Dalam kegiatan ini berhadir pula Wakil Kepala Bidang Hubungan antar Lembaga Direktorat Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Ditjen Binapenta dan PKK Kementerian Ketenagakerjaan RI, Jafar Malik. Beliau berkesempatan berbagi perspektif terkait tata kelola penempatan dan pelindungan pekerja migran Indonesia berdasarkan UU 18/2017 serta bagaimana seharusnya koordinasi pelaksanaan pelindungan di tingkat daerah dan desa terus tersinyalir. Jafar menyebutkan bahwa ada pekerjaan rumah bersama dalam isu pelindungan AKP Migran yaitu  menyelesaikan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran (PP 22/2022). “PR ini memang belum terselesaikan, namun dipastikan kita tidak jalan di tempat. Kita juga sudah mulai dialog sosial dan semoga aturan turunan dari PP 22/2022 ini sesuai dateline dan siap untuk diimplementasikan secara matang, karena memang membuat peraturan perlu kehati-hatian dan tak semudah itu.” beber Jafar

Perlunya kolaborasi antar setiap kementerian dan lembaga terkait menjadi kunci penting pelindungan PMI, AKP Migran serta keluarganya dapat terakomodir dengan baik, ini dijelaskan oleh Nour Muhammad, selaku Indonesia Programme Coordinator 8.7 Accelerator Lab, bagaimana ILO bersama pengawas tenaga kerja dan KKP telah membuat panduan pengawasan kerja di kapal ikan. 

“Di Jawa tengah sudah ada joint inspection team, itu sudah kita lakukan sebagai proses pengawalan bersama. Ini harus kita lakukan bersama sebagai penyadaran bahwa tidak cukup jika hanya fokus pada kampanye IUU Fishing, lebih intens daripada itu, ini juga menyangkut ketenagakerjaannya dan ILO juga telah membahas bagaimana standar kerja di kapal ikan dan keselamatan berlayar bagi para pekerjanya. Perlu kami tegaskan bahwa ini bukan inisiatif ILO dan SBMI, ini harus menjadi inisiatif dari pemerintah bagaimana pelindungan AKP Migran kedepan. Inisiasi-inisiasi baik kedepannya kami harapkan undangan itu datang dari pemerintah, karena ILO dan SBMI hanya supporting saja” pungkas Nour

Peningkatan kapasitas ini difasilitatori oleh Eddy Purwanto selaku legal-aid SBMI dan Rio Ismail. Dalam pemaparan materi penguatan dalam kapasitas OPD untuk menjadi garda terdepan pelindungan PMI, AKP migran dan keluarganya, Eddy menjelaskan bahwa dalam pendampingan yang dilakukannya untuk para PMI banyak mendapat tantangan. “Tantangan terbesar adalah untuk pendampingan PMI sebenarnya adalah berbelitnya administrasi negara. Di tahun 2014 ada kasus dari sektor AKP migran, namun sampai hari ini belum selesai. Pengaduan itu diterima oleh pejabat yang hampir setiap bulan dan tahun itu akan berganti-ganti, dan laporan yang kami dampingi harus mengulang-ulang dari awal, itu mengapa gugatan ke negara untuk pelindungan PMI ini menjadi penting.” tegasnya

Menimpali hal tersebut, Rio menjelaskan bahwa sebenarnya bisnis PMI dan bisnis migas serta tambang haruslah dimaknai sebagai sama di mata negara. Nyatanya, remitansi tinggi yang diciptakan oleh para pahlawan devisa tidak diimbangi dengan pelindungan yang apik dari negara. 

“Jangankan untuk pelindungan mau buat pelatihan juga anggarannya dari mana? Padahal bisnis ini bisnis manusia karena pemerintah bilang remitansi kita jika diasumsikan dengan nilai dolar AS, remitansi di indonesia ada pada posisi Rp, 151, 54 triliun ini sama dengan pemasukan yang ada di bisnis migas atau tambang. Tetapi untuk bisnis yang menggerakkan masyarakat di dalamnya, pelindungannya kecil sekali. Jangan-jangan negara mengatakan karena negara tidak dapat bagian biar saja rakyat yang mengurus pelindungannya sendiri, karena dampak bisnis ini manfaatnya langsung dirasakan oleh rakyat bukan untuk segelintir pejabat negara.” tutur Rio

Hariyanto, Ketua Umum SBMI juga menyampaikan bahwa peningkatan kapasitas ini dilakukan sebagai tindak lanjut kerja-kerja untuk melindungi PMI khususnya AKP Migran, yang diawali dengan surat menteri ketenagakerjaan ke Pemerintah Kabupaten pemalang. 

“Kenapa kemudian hasil dari survey yang dilakukan pilihannya adalah Pemalang? karena Pemalang adalah basis penempatan AKP migran yang begitu besar dan ada dinamika bahwasannya yang berangkat dari sana tidak hanya warga Pemalang namun ada dari daerah lain. Butuh komitmen yang kuat selama 8 bulan SBMI dan ILO ada di Pemalang pun daerah ini juga tidak ada kesiapan anggaran. Dengan situasi seperti itu, kita harapkan yang telah dikaji dua hari ini pada lintas OPD akan mewujudkan tata kelola migrasi AKP migran yang lebih berperspektif. Karena kita sudah melakukan melaksanakan konsolidasi terhadap semua OPD, memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang aksesnya adalah sistem serta mendorong adanya dialog tripartit, karena ini tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri dan butuh komitmen kuat kita bersama.” jelasnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *