sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

EVALUASI PENDAMPINGAN KASUS TUTI TURSILAWATI, ADVOKASI PALING MAHAL

2 min read
Erna Murniaty : "Tentu peristiwa seperti ini tidak boleh terulang lagi. Ingat salah satu prinsip organisasi SBMI adalah transparansi atau keterbukaan, sepandai-pandainya menutup bangkai, baunya akan tercium juga".
SAVE TUTI
Pengurus SBMI Majalengka Silaturahmi kepada orang tua Tuti Tursilawati (BMI terancam hukuman mati)

Pada saat pengurus SBMI Majalengka bersilaturahmi kepada Warjuki bapak kandung Tuti Tursilawati (24 Oktober 2015), ditemukan fakta baru bahwa Warjuki merasa kecewa dengan cara pendampingan kasus yang dilakukan Ketua dan Wakil Ketua SBMI periode 2011-2012. Kekecewaan Warjuki itu terjadi karena kasus ancaman mati yang menimpa anaknya di Arab Saudi seperti didagangkan.

Tentu saja ungkapan ini bagai petir disiang bolong, karena pengurus SBMI Majalengka tidak tahu apa-apa dengan peristiwa masa lalu yang terjadi di SBMI. Rasa malu bercampur 1000 tanda tanya menyeruak dibenak Ida ketua SBMI Majalengka. Kenapa hal itu bisa terjadi?.

Ida kemudian menjelaskan bahwa saat ini sudah terjadi pergantian pengurus baik di pusat maupun di daerah. Perlahan-lahan akhirnya Warjuki mengerti bahwa oknum itu selalu ada di lembaga manapun termasuk SBMI.

Peristiwa yang disampaikan Whatsap ini direspon oleh pengurus Dewan Pimpinan Nasional SBMI. Erna Murniaty Bendahara Umum mengatakan bahwa advokasi kasus Tuti Tursilawati adalah advokasi kasus termahal sepanjang sejarah SBMI.

SBMI Majalengka Silaturahmi Kepada Orangtua Tuti-2
Pak Warjuki Bapak Kandung Tuti Tursilawati masih menyimpan bendera SBMI

“Saya baru tahu ketika ada rapat internal bahwa advokasi itu menghabiskan uang sekitar 19 juta rupiah, penggunaannya ada sewa kamar hotel bintang lima di Jakarta, selain tidak transparan, advokasi ini adalah advokasi termahal sepanjang sejarah SBMI” Jelasnya

Yang lebih menyakitkan lagi, lanjut Erna, keputusan Kongres Yogyakarta (2011), konsep kepemimpinan yang dibangun adalah kepemimpinan kolektif seperti komisioner. Tapi penggagasnya sendiri yang kemudian menghianati. Kebijakan penanganan kasus besar seperti yang dialami oleh keluarga Warjuki hanya ditangani dua orang saja, ketua dan wakil ketua. Sementara 3 orang pimpinan lainnya tidak dilibatkan.

“Saya sebagai bendahara waktu itu, gak pernah tahu arus keuangan organisasi, sangat tidak transparan,” Kata Erna.

Diteruskan hal ini yang kemudian menjadi salah satu pemicu konflik besar di tubuh SBMI, sehingga terjadi mossi tidak percaya dan kemudian terjadi Kongres Luar Biasa pada tahun 2012.

Tentu peristiwa seperti ini tidak boleh terulang lagi. Ingat salah satu prinsip organisasi SBMI adalah transparansi atau keterbukaan.  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *