sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

ACWC & AACT GELAR LOKAKARYA VALIDASI NASIONAL PERLINDUNGAN ANAK KORBAN TPPO

2 min read

Komisi ASEAN untuk Promosi dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak (ACWC) bersama ASEAN-Australia Counter Trafficking (ASEAN-ACT) menyelenggarakan lokakarya nasional pelindungan hak anak korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Kegiatan ini dilaksanakan di Aston Imperial Bekasi Jawa Barat (27/01/2022).

Menurut Direktur Inklusi dan Hak Korban ASEAN ACT, Nurul Qoiriah Lokakarya ini memaparkan temuan kunci hasil assesmen peningkatan kepasitas tentang perlindungan hak anak korban TPPO dalam sistem peradilan di Asean.

Diteruskan, lokakarya ini bertujuan untuk mendapatkan umpan balik dari pemangku kepentingan kontra-perdagangan orang, baik dari lembaga pemerintah ataupun lembaga non-pemerintah di Indonesia.

Selain itu untuk mengkaji dan menilai beberapa hal, yaitu: untuk memeriksa dan menilai, implementasi hak-hak, komitmen regional dan internasional, peningkatan kapasitas pemangku dan kepentingan, hambatan yang dihadapi korban anak, keterkaitan antara sistem peradilan dan dukungan atau layanan rujukan korban anak, serta memberikan rekomendasi.

Beberapa temuan penilaian kebutuhan kapasitas untuk perlindungan hak anak di sistem peradilan Asean dalam menanggapi Tindak pidana perdagangan orang, antara lain:

  1. Fenomena perdagangan anak. Indonesia merupakan negara asal, transit dan tujuan perdagangan orang
  2. Angka perdagangan anak di Indonesia semakin meningkat. Ada 554 laporan perdagangan orang dari 2015-2019 yang mengakibatkan 2648 korban yang teridentifikasi, dimana 272 anak perempuan dan 11 anak laki-laki. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada 244 kasus perdagangan anak pada tahun 2020. Sementara catatan dari LPSK pada tahun 2020, telah menerima pengaduan dari 145 korban anak perempuan dan 21 anak laki-laki

Sementara itu, penelitian menemukan adanya kebutuhan kapasitas peraturan, kapasitas dalam mengidentifikasi korban anak, kemudian ada kebutuhan peningkatan kapasitas dalam invenstigasi, kebutuhan peningkatan kapasitas dalam penuntutan, pengadilan, layanan rujukan dan dukungannya. Selain itu juga menemukan adanya kebutuhan untuk peningkatan kapasitas tentang kesetaraan gender, inklusi sosial dan Covid-19.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *