Setelah pertemuan antara Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Tegal dengan Direktorat Pelindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI pada 4 Oktober 2024, langkah konkret diambil untuk menyelamatkan 13 Anak Kapal Perikanan (AKP) Migran Indonesia yang bekerja di Samoa. Para AKP tersebut menghadapi masalah gaji yang tak dibayar dan terindikasi menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Ketua DPC SBMI Kabupaten Tegal, Resi Yulianto, yang mendampingi kasus ini, menjelaskan bahwa pertemuan dengan Direktorat PWNI membahas dua hal utama: pelindungan hukum serta proses pemulangan 13 AKP Migran tersebut. “Kami mendesak pemerintah untuk mengambil langkah cepat guna memastikan hak-hak para pekerja terpenuhi dan proses pemulangan dilakukan dengan aman,” ujar Resi.
Setelah pertemuan tersebut, pada 5 Oktober 2024, para AKP dipindahkan ke Fiji dan tiba di sana pada 8 Oktober 2024. DPC SBMI Tegal terus berkomunikasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Suva, Fiji, untuk memastikan pelindungan bagi mereka. Kolaborasi ini akhirnya membuahkan hasil.
Pada 17 Oktober 2024, gaji yang tertunda akhirnya dibayarkan dengan total sebesar 41.843,76 USD. Selain itu, tiket untuk kepulangan mereka ke Indonesia juga telah disediakan. “Ini adalah hasil kerja sama lintas lembaga, dan kami sangat mengapresiasi pihak-pihak yang terlibat dalam pemulangan ini,” tambah Resi.
Para AKP akhirnya tiba di Indonesia pada Minggu, 20 Oktober 2024, setelah melewati masa-masa sulit di luar negeri. DPC SBMI Tegal turut mendampingi dalam pertemuan dengan PT. Djangkar Samudra Indonesia (PT. DSI) pada Senin, 21 Oktober 2024. Dalam pertemuan itu, SBMI mengungkapkan bahwa PT. DSI adalah pihak yang merekrut dan menempatkan para AKP di kapal penangkap ikan berbendera China, Jinxiang 11 dan Jinxiang 12. Para AKP tidak menerima gaji sejak Januari hingga Oktober 2024, yang menjadi indikasi kuat adanya pelanggaran hukum terkait TPPO sesuai dengan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Heru, perwakilan dari PT. DSI, mengakui masalah ini dan berjanji akan mengevaluasi perjanjian kerja sama dengan pihak agensi. “Kami akan meninjau kembali MOU dengan agen untuk mencegah kejadian serupa di masa depan,” ucapnya.
Salah satu AKP menyampaikan rasa terima kasih kepada SBMI atas pendampingan yang diberikan. “Kami sangat berterima kasih kepada SBMI karena telah mendampingi kami dalam situasi sulit ini,” ungkapnya mewakili rekan-rekannya.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pelindungan terhadap pekerja migran, khususnya di sektor perikanan yang rentan terhadap berbagai bentuk eksploitasi. Dalam hal tata kelola perizinan, sudah semestinya perjanjian keagenan menjadi syarat penting dalam pengurusan perizinan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2022 Tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran. Perjanjian keagenan tersebut harus bisa dinilai dan dievaluasi oleh Pemerintah, demi kepentingan pelindungan AKP Migran Indonesia. SBMI Tegal berkomitmen untuk terus memperjuangkan keadilan bagi para AKP dan memastikan bahwa hak-hak mereka sebagai pekerja migran tetap dilindungi.
Views: 44