Search

SBMI: Pentingnya Pengawasan Digital untuk Tangkal Perdagangan Orang

Jakarta, 7 November 2025 — Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menyerukan agar pelindungan pekerja migran dan masyarakat terhadap perdagangan orang di ruang digital menjadi prioritas nasional. Seruan ini disampaikan SBMI dalam Forum Nasional “St@y Aman di Ruang Digital: Di Balik Layar: Perdagangan Orang Lebih Dekat dari yang Anda Pikirkan” yang diselenggarakan pada 4–5 November 2025 di Jakarta oleh UNODC, didukung oleh Uni Eropa, serta melibatkan ILO, UN Women, dan UNICEF dalam program Protection of the Rights of Women and Children in Labour Migration Project (PROTECT).

Forum ini menyoroti tren perdagangan orang berbasis teknologi, termasuk rekrutmen daring palsu yang menjerat pekerja migran Indonesia ke kompleks penipuan daring (online scam compound) di Asia Tenggara. Dalam forum ini, SBMI menegaskan bahwa kejahatan digital semacam ini telah menciptakan bentuk baru dari eksploitasi lintas negara yang sulit dilacak, tetapi sangat merusak kehidupan para korban.

Dalam sesi Panel 2: Cerita dari Penyintas Scam Compound, Yunita Rohani, Koordinator Departemen Pekerja Rumah Tangga SBMI, memaparkan hasil advokasi SBMI dalam menangani dan memulangkan korban perdagangan orang berbasis digital dari Myanmar, Kamboja, dan Laos. Para korban yang berhasil diadvokasi oleh SBMI kini hadir sebagai penyintas dan anggota SBMI, berbagi kisah perjuangan dan menyerukan bahaya jebakan kerja daring yang menjanjikan gaji besar namun berujung eksploitasi kerja paksa.

“Dulu para korban direkrut secara online, dijanjikan pekerjaan bergaji tinggi di luar negeri, tapi justru dipaksa melakukan penipuan daring di bawah pengawasan ketat. Kini mereka berdiri bersama SBMI untuk memperingatkan yang lain agar tidak terjebak,” ujar Yunita Rohani.

Salah satu penyintas yang hadir menyampaikan bahwa mereka kini aktif menyebarkan informasi kepada komunitas buruh migran di daerah asalnya:

SBMI menegaskan bahwa pelindungan digital harus menjadi bagian integral dari pelindungan pekerja migran. Upaya pencegahan tidak cukup hanya dengan penegakan hukum, tetapi juga harus melibatkan pendidikan literasi digital, deteksi dini, dan pengawasan terhadap praktik rekrutmen online.

“Negara harus memastikan ruang digital yang aman, terutama bagi masyarakat yang hendak mencari pekerjaan ke luar negeri. Rekrutmen daring harus diawasi ketat agar tidak menjadi jalur baru perdagangan orang,” tambah Yunita.

Forum dua hari ini menghadirkan berbagai sesi panel, kesaksian penyintas, kegiatan interaktif seperti Dinding Bendera Merah Digital dan Ikrar Keamanan Digital Saya, serta partisipasi dari kementerian, organisasi masyarakat sipil, perusahaan teknologi, akademisi, dan komunitas pemuda.