sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

SBMI Menyambut Deklarasi ASEAN terkait Pekerja Migran, AKP Migran serta Perdagangan Manusia dalam KTT ke-42 ASEAN

5 min read
© Foto: Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden

© Foto: Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden

Jakarta, 10 Mei 2023 – Serikat Buruh Migran Indonesia mengapresiasi hasil kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN telah menghasilkan tiga deklarasi, yaitu Declaration on Combating Trafficking in Persons Caused by the Abuse of Technology, Declaration on the Placement and Protection of Migrant Fishers, dan Declaration on the Protection of Migrant Workers and Family Members in Crisis Situations. 

SBMI menyambut baik Pemerintah Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023 yang telah mendorong pembahasan pelindungan pekerja dan AKP Migran serta perdagangan manusia menjadi pembahasan pertama dalam KTT ke-42 ASEAN. SBMI berharap untuk Indonesia bisa terus mengawal deklarasi ini hingga pada langkah implementasinya.

Declaration on Combating Trafficking in Persons Caused by the Abuse of Technology

Salah satu dokumen yang disepakati dalam KTT ASEAN tersebut yaitu Declaration on Combating Trafficking in Persons Caused by the Abuse of Technology. Dalam deklarasi ini menjelaskan komitmen negara-negara ASEAN dalam menangani kejahatan perdagangan manusia yang berasal dari penyalahgunaan teknologi baik dari mekanisme kerja sama dan koordinasi penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), identifikasi kasus-kasus perdagangan manusia, langkah-langkah penegakan hukum dan pencegahan di tingkat nasional maupun regional terhadap perdagangan manusia termasuk kepada kelompok rentan. Tidak hanya itu adanya standar minimum perlindungan kepada para korban baik asistensi, pendampingan hukum dan reintegrasi sosial. 

SBMI mengapresiasi Pemerintah Indonesia yang telah menjadikan isu Perdagangan Manusia menjadi pembahasan utama. Di Indonesia sendiri, kasus TPPO sedang marak terjadi, terlebih kasus online scam yang dikirim ke Negara ASEAN yaitu ke Kamboja, Filipina dan Myanmar. SBMI sendiri saat ini sedang mendampingi 20 korban online scam yang dikirim ke wilayah konflik di Myanmar. SBMI mencatat, dari 2020 sampai 2023 SBMI mendapatkan aduan kasus dugaan TPPO online scam sebanyak 267 kasus dan yang tertinggi dengan total 211 kasus online scam yang dikirim ke Kamboja.

Pembebasan 20 Korban TPPO di Myanmar © Dokumentasi Kementerian Luar Negeri RI

Baca juga: SBMI Laporkan Perekrut Buruh Migran Indonesia Korban Dugaan TPPO Myanmar ke Bareskrim Polri

Adanya indikasi sindikat internasional antar Negara ASEAN dan korban-korban TPPO yang berasal dari Negara-negara ASEAN juga mengharuskan adanya dorongan komitmen antar Negara dalam memberantas kejahatan luar biasa ini. Penindakan hukum dan pencegahan tidak bisa dilakukan oleh satu atau beberapa negara saja. Sehingga, SBMI berharap adanya tindak lanjut dari kesepakatan ini seperti dokumen pelaksanaan yang efektif untuk diimplementasikan di Negara-negara ASEAN. 

Declaration on the Placement and Protection of Migrant Fishers 

Negara-negara ASEAN adalah salah satu produsen dan pengekspor produk ikan dan makanan laut terbesar di dunia dan juga menjadi pengirim tenaga kerja AKP Migran. Tidak hanya itu, pekerjaan ini juga dinobatkan menjadi pekerjaan berbahaya kedua di dunia menurut PBB, maka langkah perlindungan juga harus diperketat dan ditingkatkan.

Dokumen deklarasi selanjutnya yang disepakati dalam KTT ke-42 ASEAN yaitu Declaration on the Placement and Protection of Migrant Fishers. Melalui dokumen ini, Negara-negara ASEAN mengakui kontribusi AKP Migran dalam perekonomian ASEAN, mengakui kerentanan dalam proses perekrutan dan penempatan serta kondisi kerja AKP Migran, serta hak asasi manusia bagi para AKP Migran. 

Dokumen ini turut mengakui lingkungan kerja AKP Migran yang sangat rentan sehingga melalui dokumen ini mendorong pelindungan semua pihak dan menjadi tanggung jawab bersama dari Negara-negara ASEAN dan perusahaan/pemberi kerja untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak kerja layak dalam penempatan AKP Migran, termasuk jaminan sosial. Tidak hanya itu, dokumen ini juga mendorong kerja sama dalam pendataan AKP Migran, tidak hanya penempatan, namun juga manajemen kasus serta untuk saling berbagi pengalaman praktik baik dalam proses migrasi AKP Migran. 

Tidak hanya AKP Migran berasal dari Indonesia, banyak juga AKP Migran yang berasal dari Negara ASEAN lainnya seperti Filipina dan Thailand yang menghadapi kerentanan serupa. Kerentanan berlapis yang dihadapi ini telah menjadi permasalahan yang selama ini dihadapi oleh AKP Migran, seperti eksploitasi, perbudakan di atas kapal, dan tidak sedikit yang telah menjadi korban TPPO. Sejak 2010 sampai 2022, SBMI sendiri telah menerima dan mendampingi 696 kasus AKP Migran. Carut marut tata kelola penempatan AKP Migran di Indonesia menambah kerentanan dari AKP Migran itu sendiri. 

Baca juga: Siaran Pers: Tim Advokasi ABK Indonesia Layangkan Uji Materiil Permenhub ke Mahkamah Agung

Langkah ini menjadi awalan komitmen ASEAN dalam pelindungan dan menjadi payung hukum baru untuk pemenuhan hak AKP Migran di tingkat regional. SBMI terus mendorong langkah-langkah baik selanjutnya baik melalui dokumen pelaksanaan yang efektif hingga langkah implementasi untuk masa depan AKP Migran. 

Tuntutan AKP Migran dalam Hari Buruh Migran Indonesia – 18 Desember 2022

Declaration on the Protection of Migrant Workers and Family Members in Crisis Situations

Deklarasi ketiga yang disepakati dalam KTT ini berkaca dari kerentanan yang dihadapi oleh pekerja migran saat menghadapi situasi pandemi COVID-19 selama 3 tahun lamanya. Dalam deklarasi ini menegaskan kembali komitmen Negara-negara ASEAN dalam memberikan bantuan kepada pekerja migran yang terjebak dalam situasi krisis yang melanda ASEAN, pemberian akses yang adil terhadap perlindungan sosial, pelibatan pekerja migran yang lebih besar dalam langkah-langkah tanggap krisis di seluruh kawasan yang berbasis hak, inklusif, tanggap gender dan adil. 

Tidak hanya itu, melalui dokumen deklarasi ini juga menjadi komitmen Negara-negara ASEAN untuk memperkuat koordinasi lintas batas bilateral dan/atau multilateral antara otoritas negara asal, transit dan tujuan dalam membantu dan melindungi pekerja migran dan anggota keluarganya yang telah tinggal bersama mereka dalam krisis dan mencegah mereka menjadi tidak berdokumen atau menjadi korban perdagangan manusia orang.

Pekerja migran menjadi yang paling rentan dalam situasi COVID-19. SBMI melalui kajian ‘Evaluasi Respons dan Tanggung Jawab Perwakilan RI dalam Melindungi Pekerja Migran Indonesia dari Dampak Pandemi COVID-19’ melihat bahwa pekerja migran mengalami kerentanan berlapis, diantaranya yaitu permasalahan upah kerja, kerentanan pangan, tidak mendapatkan hari libur, kekerasan di tempat kerja meningkat, keterbatasan saluran informasi, dampak kesehatan, deportasi dan kepulangan mandiri serta stigmatisasi yang didapatkan oleh pekerja migran. 

Permasalahan tidak hanya berhenti di situ, pekerja migran juga kesulitan mendapatkan akses bantuan yang merata dan fasilitas kesehatan. Hal ini menimpa pekerja migran, khususnya pekerja migran yang tidak berdokumen. Kerentanan yang dihadapi pekerja migran di situasi Pandemi COVID-19 ini juga sempat SBMI yang bekerja sama dengan Watchdoc abadikan melalui film dokumenter “Undocumented”

SBMI berharap melalui deklarasi ini Negara-negara ASEAN lebih berkomitmen dalam memberikan perlindungan dan hak yang adil bagi para pekerja migran baik yang berdokumen dan tidak berdokumen, khususnya Negara-negara ASEAN yang menjadi Negara Penempatan. SBMI juga mengharapkan akses jaminan sosial yang adil dan inklusif bagi pekerja migran dan keluarganya. Deklarasi ini sangat diperlukan langkah selanjutnya dalam pelaksanaan dan implementasinya terlebih untuk kesiapan Negara-negara ASEAN dalam menghadapi situasi krisis di masa depan. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *