sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

SBMI Jakarta Utara Lakukan Pelatihan Paralegal dan Peran Media dalam Advokasi

3 min read

Sebenarnya apa yang menjadikan buruh migran takut untuk melapor saat dia sadar bahwa dirinya telah “dipaksa” bekerja tak sesuai kontrak, perjanjian serta kemanusiaan? Pernyataan tentang hukum selalu runcing ke bawah mungkin hanya sebuah stigma bagi mereka yang tak terlihat di negara ini tentang proses dan penyelesaian hukum atau memang para penegak hukum yang berpihak pada korban sudah musnah satu persatu. Lalu sempit sekali rasanya, jika mayarakat sebagian besar hanya mengetahui bahwa seorang pengacara dengan gelar dan lisensi yang dapat mendampingi untuk menyelesaikan perkara hukum yang dihadapinya, padahal Indonesia juga mengakui secara hukum tentang keberadaan paralegal. 

Oleh karena itu, pada 7-8 Oktober 2023 Dewan Perwakilan Nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (DPN SBMI) melaksanakan pelatihan serta diskusi yang mengangkat tema “Pelatihan Paralegal dan Peran Media Dalam Advokasi” tepatnya di Kantor Kelurahan Kalibaru, Jakarta Utara. Acara ini dibuka pada Sabtu (07/10) yang dihadiri para perwakilan Dewan Perwakilan Cabang (DPC) dan Dewan Perwakilan Kelurahan (DPK) SBMI yang ada di Jakarta Utara serta pihak Kelurahan Kalibaru dan Kelurahan Cilincing.

Menyisir pada komunitas di cabang maupun kelurahan sampai pihak kantor kelurahan itu sendiri, acara ini memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan kapasitas bagi komunitas dan juga pemerintah di tingkat kelurahan guna membangun tata kelola migrasi berbasis pada kelurahan yang lebih baik dengan berpusat pada layanan informasi migrasi aman, pun memperkenalkan bentuk-bentuk perbudakan hingga alur penanganan kasus berbasis kelurahan. Diskusi selama dua hari ini, berjalan lancar serta yang diharapkan diskusi berjalan interaktif.

Hari pertama materi dasar yang dibawakan oleh fasilitator adalah terkait macam-macam migrasi, proses pemberangkatan Buruh Migran Indonesia (BMI) ke luar negeri, sistem hukum di Indonesia, peran paralegal SBMI sampai kepada hak-hak BMI dan keluarganya dalam instrument hukum nasional dan internasional. 

“Kenapa anggota serikat buruh harus belajar hukum teman-teman? Ya karena BMI sering butuh perlindungan hukum, karena mereka berada di tempat yang asing dan rata-rata tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang sistem hukum di negara tempat mereka bekerja. Kembali lagi, tidak semua pengacara paham tentang isu buruh migran, tidak benar-benar paham tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), karena itu kita semua sebagai anggota serikat buruh setidak-tidaknya tau tentang hukum,” jelas Ayueza selaku salah satu fasilitator dan Project Officer DPN SBMI.

Fasilitator lain sekaligus Koordinator Departemen Advokasi DPN SBMI, Juwarih menerangkan bahwa kasus yang didampingi oleh SBMI rata-rata adalah kasus TPPO. “Perdagangan orang itu lebih fatal daripada penipuan, yang dampaknya kalau penipuan hanya uang yang hilang, kalau perdagangan orang akibatnya, tidak digaji sesuai kontrak atau perjanjian, bisa disika, bisa ditekan secara fisik, psikis sampai ditekan secara seksual,” sambung Juwarih.

Tak hanya membahas hukum dan paralegal secara teori, di hari kedua acara (08/10) fasilitator juga mengajak peserta diskusi untuk praktik langsung menerima pengaduan, menulis kronologis, sampai merumuskan tuntutan pada aduan yang di praktikkan. Dengan begitu, pemahaman para peserta untuk menulis kronologis pengaduan, serta memandu dan mendampingi kasus dan korban bisa lebih leluasa di implementasikan berkelanjutan.

Acara ini dihadiri oleh Kepala Kelurahan Kalibaru, Jakarta Utara. Beliau menyampaikan rasa terima kasih dan juga mengharapkan pelibatan kantor kelurahan dalam migrasi aman dapat berkoordinasi dengan komunitas serikat yang ada di Jakarta Utara “Tentunya saya sangat berharap dengan apa yang disampaikan untuk dipenuhi dan dipraktekkan. Bukan persoalan yang mudah tentunya karena ini berkaitan dengan cara kita mencari nafkah. Kita di kelurahan pun sangat terbuka jika diajak berkoordinasi tentang permasalahan ini, kelurahan dan masyarakat juga seharusnya bersama-sama tau tentang prosedur, tata cara dan hukum bekerja ke luar negeri itu sendiri,” pungkasnya.

Seperti yang diketahui, penanganan kasus di dunia serba viral ini tidak berhenti dalam penulisan pengaduan dan menunggu hasil panggilan, namun ada yang kita kenal sebagai advokasi digital. Teori-teori yang didapatkan dalam diskusi ini diarahkan juga untuk tahap selanjutnya yaitu advokasi dalam kampanye yang dikupas sebagai peran media dalam advokasi. Satu pernyataan besar bahwasannya pengetahuan, argumen, aspirasi dari sebuah komunitas harus dipublikasi agar pemerintah membentuk tata kelola ataupun regulasi yang lebih adil untuk semua lapisan masyarakat. 

“Karena memang pekerjaan kita ini adalah perjuangan, yang mungkin tidak ada ujungnya. Makanya kita bekerja terus, belajar terus, riset terus. Pertanyaan mengapa semua lapisan harus berkolaborasi adalah kalau kita berjalan sendiri-sendiri suara kita tidak terdengar keras,” ujar Vela Andapita, Koordinator Digital Komunikasi GPSEA Beyond Seafood.

Pada sesi kesan dan pesan, peserta juga berharap bahwa materi yang disampaikan selama proses diskusi ini dapat diimplementasikan oleh mereka dan bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan. “Setelah pelatihan ini harapannya paling tidak instansi keluarga makin dilibatkan berkolaborasi dengan pihak kelurahan dalam tata cara dan penyaluran buruh migran Indonesia, dan pelatihan paralegal ini menjadi bantuan hukum pertama di masyarakat sekitar,” terang salah satu peserta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *