Jakarta, 13 Mei 2025 — Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) bersama dengan Voice of Singapore’s Invisible Hands meluncurkan program pendidikan bahasa Inggris bertajuk English for Migrant Activists yang dirancang khusus untuk mendukung kapasitas buruh migran dan aktivis pendamping dalam memperkuat advokasi, pengorganisasian, dan perjuangan hak-hak buruh migran di tingkat regional maupun internasional.
Sebanyak 73 aktivis migran dari berbagai komunitas di Indonesia, Malaysia, Hong Kong, dan Taiwan terpilih sebagai peserta program ini, yang akan difasilitasi oleh 18 tutor/relawan pengajar yang telah melalui proses seleksi dan pelatihan. Kelas perdana akan dimulai pada 19 Mei 2025, diselenggarakan secara daring melalui Zoom, dan akan berlangsung selama lima bulan.
Program dirancang untuk merespons kebutuhan mendesak akan penguasaan bahasa Inggris fungsional di kalangan komunitas migran, terutama dalam menyuarakan pengalaman kerja, membangun solidaritas lintas negara, dan mengakses platform advokasi global. Dalam pelaksanaannya, program ini akan melibatkan fasilitator bilingual dengan pendekatan partisipatif berbasis pengalaman langsung buruh migran.
“Lewat program English for Migrant Activists ini, kami ingin membantu buruh migran dan para pendamping agar lebih percaya diri menyampaikan pengalaman, memperjuangkan hak, dan terhubung dengan gerakan di berbagai negara. Belajar bahasa inggris adalah soal alat perjuangan untuk mempersiapkan langkah konkret untuk memperkuat suara buruh migran agar makin didengar dan dihormati dimanapun.” tutur Juwarih, Sekretaris Jenderal SBMI
Kurikulum program terdiri dari 20 sesi pembelajaran berbasis pengalaman dan kebutuhan nyata buruh migran, termasuk tema-tema seperti ketenagakerjaan, hak atas komunikasi, perubahan iklim, serta kekerasan berbasis gender dan perdagangan orang. Pengembangan modul pembelajaran didanai oleh Voice of Singapore’s Invisible Hands, sebuah komunitas sastra migran di Singapura, dan dikerjakan secara kolaboratif oleh para aktivis, akademisi, komunitas buruh migran, dan pengajar dari Lembaga Bahasa Internasional, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, dengan pendekatan progresif dan kontekstual.
Para pengajar akan memfasilitasi kelas secara bergilir setiap dua minggu, dan akan mendapatkan dukungan seperti peningkatan wawasan terkait isu migrasi dan hak buruh migran, serta pembekalan mengenai keterampilan mengajar di ruang digital.
Views: 82