Indramayu, 20 Februari 2025 – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Solidaritas Perempuan (SP) berhasil mendampingi SG (32), seorang perempuan asal Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus pengantin pesanan oleh warga negara China. SG telah resmi membuat laporan ke Polres Indramayu pada Kamis (20/2/2025).
Dengan pendampingan dari SBMI dan SP, SG menjalani proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di ruang penyidik Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA) Polres Indramayu selama kurang lebih 10 jam. Proses pemeriksaan dimulai pukul 13.00 WIB dan selesai pada pukul 23.00 WIB, yang kemudian diakhiri dengan penerbitan Bukti Tanda Laporan (LP) No: LP/B/167/II/2025/SPKT/POLRES INDRAMAYU/POLDA JAWA BARAT.
Ketua DPC SBMI Indramayu, Akhmad Jaenuri, yang turut mendampingi korban, menyampaikan bahwa pemeriksaan ini merupakan langkah awal bagi korban untuk mendapatkan keadilan. “Alhamdulillah, akhirnya proses pemeriksaan terhadap korban selesai, dan laporan resmi telah diterbitkan oleh pihak kepolisian,” ujarnya kepada awak media di Polres Indramayu.
Jaenuri menjelaskan bahwa dalam pemeriksaan tersebut, penyidik menanyakan kepada SG mengenai seluruh rangkaian peristiwa yang dialaminya, mulai dari awal kejadian hingga akhirnya ia berhasil kembali ke kampung halamannya di Indramayu.
Sementara itu, Novia Sari, S.H., staf advokasi dari Solidaritas Perempuan, menegaskan bahwa dalam laporan tersebut pihaknya melaporkan dua orang tersangka yang diduga sebagai perekrut dan agen di Indonesia. “Perbuatan kedua orang ini kami laporkan dengan menggunakan Pasal 4 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,” jelas Novia.
Senada dengan Novia Sari, salah satu penasihat hukum korban dari Solidaritas Perempuan, Andriyeni, S.H., menegaskan bahwa perdagangan perempuan dengan modus pengantin pesanan merupakan bentuk kejahatan lintas negara yang serius. “Laporan ini merupakan langkah penting agar korban perdagangan orang dengan modus pengantin pesanan bisa mendapatkan keadilan,” ungkap Andriyeni yang akrab disapa Yeni.
Lebih lanjut, Yeni menjelaskan bahwa SG berada dalam kondisi rentan, ditipu dengan janji kehidupan yang lebih baik bagi dirinya dan keluarganya. Namun, kenyataannya SG justru mengalami kekerasan dan intimidasi oleh pelaku. “Tipu muslihat dan iming-iming yang diberikan kepada korban tidak menghapus unsur pidana dalam kasus ini, sesuai dengan Pasal 26 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,” pungkasnya.
Dengan adanya laporan ini, SBMI dan Solidaritas Perempuan berharap pihak kepolisian dapat segera menindaklanjuti kasus ini dan menangkap para pelaku yang terlibat dalam jaringan perdagangan orang dengan modus pengantin pesanan.
Views: 29