SBMI Dampingi Pemulangan 11 Korban Online Scam Myanmar ke Indonesia

Jakarta, 5 Desember 2024 – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mendampingi buruh migran Indonesia yang menjadi korban kejahatan lintas negara. Salah satu kasus terbaru adalah pemulangan 11 Warga Negara Indonesia (WNI) korban online scam dari Myanmar ke daerah asalnya masing-masing.

Setelahnya, para korban berhasil dipulangkan ke Tanah Air dengan selamat dan langsung diarahkan menuju Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) (29/11/24) di Jakarta untuk proses lebih lanjut. Untuk pemulangan dari RPTC ke daerah asal masing-masing, para korban difasilitasi oleh International Organization for Migration (IOM).

Para korban merupakan bagian dari sejumlah WNI yang sebelumnya dilaporkan menjadi korban online scam setelah diiming-imingi pekerjaan di Thailand melalui media sosial, tetapi justru disekap dan dipaksa bekerja di wilayah konflik di Myanmar. 

Pada Agustus 2024, SBMI melaporkan 12 korban eksploitasi WNI ke Kementerian Luar Negeri (KEMLU). Para korban bekerja di perusahaan yang sama. Namun, dalam proses evakuasi, satu korban tertinggal di perusahaan tersebut, yang kini menjadi tantangan baru. SBMI terus mendesak pemerintah untuk melakukan upaya penyelamatan lebih lanjut.

SBMI Dampingi Pemulangan 11 Korban Online Scam Myanmar ke Indonesia 28/06/2025

Di waktu yang berbeda, kasus serupa juga ditemukan di perusahaan lain. Dari ratusan korban WNI yang menjadi sasaran eksploitasi, SBMI menerima 43 pengaduan terkait kondisi kerja yang memprihatinkan. Para korban ini tersebar di berbagai lokasi dan perusahaan, yang membutuhkan perhatian serius dari pemerintah untuk segera menangani permasalahan mereka.

Koordinator Advokasi SBMI, Yunita Rohani, menyampaikan apresiasi atas kerja sama berbagai pihak, termasuk Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), dalam upaya pemulangan para korban ini. “Pemulangan ini adalah hasil dari kolaborasi intensif yang melibatkan keluarga korban, SBMI, dan pihak pemerintah. Namun, ini baru langkah awal karena masih ada puluhan korban lain yang membutuhkan pertolongan,” ujar Yunita.

Upaya penyelamatan ini tidak mudah, mengingat sebagian korban berada di lokasi yang sulit diakses dan dijaga ketat oleh kelompok bersenjata. Yunita mengungkapkan bahwa para korban yang berhasil pulang melalui bantuan KBRI dan LSM setempat telah mengalami trauma mendalam akibat penyiksaan fisik dan verbal selama masa penyekapan.

Sebagai tindak lanjut, SBMI mendesak pemerintah untuk mempercepat langkah-langkah diplomasi guna menyelamatkan WNI lainnya yang masih berada di Myanmar. Selain itu, Yunita menyoroti pentingnya pencegahan TPPO melalui pengawasan ketat terhadap iklan lowongan pekerjaan palsu yang sering menjebak masyarakat.

“Kita harus memastikan ada regulasi yang lebih kuat dalam mengawasi platform digital. Pencegahan adalah kunci agar tragedi seperti ini tidak terus berulang,” tegasnya.

Sementara itu, Kemenlu menyatakan komitmennya untuk terus mengupayakan pemulangan korban lainnya. “Kami akan melanjutkan negosiasi dengan pihak terkait di Myanmar dan memperkuat koordinasi dengan jejaring lokal untuk memastikan keselamatan para WNI,” ujar perwakilan Kemenlu, Rina.

Keluarga korban yang turut menyambut kepulangan para korban serta menyampaikan rasa syukur sekaligus harapan agar pemerintah lebih serius menangani kasus TPPO. “Kepulangan mereka menjadi kebahagiaan besar bagi kami, tapi kami berharap semua korban yang masih di sana juga bisa segera diselamatkan,” ujar salah satu anggota keluarga.

Pemulangan ini menjadi pengingat pentingnya penguatan edukasi dan literasi digital, terutama terkait lowongan pekerjaan daring yang sering menjadi pintu masuk kejahatan perdagangan orang. SBMI berkomitmen melanjutkan pendampingan bagi korban dan keluarganya, sembari terus mendorong langkah konkret untuk mengatasi persoalan ini di tingkat nasional dan internasional.

Views: 174