Jakarta, 9 Januari 2025 – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Migrant Worker’s Concern Desk – Stella Maris Services in Taipei melaksanakan audiensi bersama Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Kepala BP2MI untuk membahas permasalahan yang dihadapi oleh Awak Kapal Perikanan (AKP) Migran di Taiwan khususnya para AKP Migran yang ditempatkan pada kapal teritorial berbendera Taiwan. Dalam catatan akhir tahun 2024, SBMI mencatat adanya 56 kasus pengaduan terkait AKP Migran yang bekerja di kapal berbendera Taiwan.
Dalam diskusi yang berlangsung, beberapa poin penting didiskusikan oleh SBMI dan Migrant Worker’s Concern Desk – Stella Maris Services in Taipei kepada KP2MI/BP2MI. Plt Deputi Bidang Penempatan dan Pelindungan Kawasan Timur dan Timur Tengah KP2MI/BP2MI, Ketut Wardhana menekankan perlunya koordinasi yang lebih baik antara pekerja migran dan perwakilan pemerintah Indonesia di luar negeri, serta pentingnya adanya satu pintu untuk perizinan pekerja migran di sektor perikanan. Hariyanto Suwarno, Ketua Umum SBMI, menyoroti situasi sulit yang dihadapi oleh awak kapal perikanan Indonesia di Taiwan, termasuk masalah kontrak kerja yang tidak sesuai dan adanya dugaan eksploitasi.
“Situasi AKP Migran asal Indonesia di Taiwan memerlukan perhatian serius untuk meningkatkan pelindungan teman-teman terhadap eksploitasi dan perdagangan orang. Dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan bahwa pelaut migran adalah pekerja migran, ini menjadi dasar penting untuk memperjuangkan hak-haknya, termasuk upah layak dan kondisi kerja manusiawi di KP2MI.” Tutur Hariyanto
Hariyanto turut menjelaskan bahwa SBMI melalui koalisi Indonesia-Taiwan telah beberapa kali berdialog dengan pemerintah Taiwan untuk membahas MoU Indonesia-Taiwan, guna menciptakan mekanisme yang lebih adil bagi AKP Migran yang bekerja diatas kapal berbendera Taiwan. “Di Taiwan, mereka bekerja di sektor perikanan jarak jauh dan kapal Taiwan teritorial, dengan mayoritas di kapal teritorial yang telah memiliki SIP3MI.” tambah Hariyanto

Romo Arie, perwakilan Migrant Worker’s Concern Desk – Stella Maris Services in Taipei yang telah bertugas di Taiwan sejak 2019, mengungkapkan bahwa banyak pekerja migran khususnya terjebak dalam hutang sebelum berangkat. Ia menjelaskan, “Saya banyak bertemu dengan orang Indonesia yang bekerja sebagai nelayan migran. Di beberapa pelabuhan, nelayannya hanya orang-orang Indonesia sekitar 100-150 orang, dan saya mendengarkan serta melihat keluhan dan tantangan yang dihadapi nelayan/AKP Migran. Kesulitan ini dimulai dari Indonesia, karena mereka di sana sebelum berangkat sudah kelilit hutang, satu orang hutangnya bisa mencapai 20 juta. Upah minimum regional (UMR) di Taiwan saat ini 14,2 juta, namun selama enam bulan pertama mereka hanya menerima 1 juta per bulan dan tidak ada opsi untuk pindah kerja karena masih ada hutang yang melilit sejak sebelum keberangkatan.”
Romo Arie juga menambahkan, “AKP Migran menghadapi kesulitan besar akibat kewajiban membayar uang tunai meski tanpa pekerjaan. Tahun lalu, saya menangani 80 AKP Migran Indonesia yang hanya ditempatkan di dua gedung, bahkan beberapa ditelantarkan di jalanan. Sebagian besar bekerja di kapal cumi dengan kontrak tiga tahun, namun karena cumi musiman, mereka diturunkan dari kapal dan diwajibkan membayar 50 ribu per hari hanya untuk tempat tinggal tanpa pekerjaan. Cuti pun tak memungkinkan karena uang jaminan belum dikembalikan. Masalah ini terus terjadi bertahun-tahun, tetapi pemerintah Taiwan dan Indonesia belum menanggapinya dengan serius. Kami telah melapor ke Komnas HAM untuk mendorong pelindungan dari Indonesia terlebih dahulu.”
Dalam audiensi tersebut, SBMI dan Migrant Worker’s Concern Desk – Stella Maris Services in Taipei berharap keluhan dan tuntutan yang disampaikan dapat mendorong pelindungan bagi AKP Migran, termasuk hak AKP Migran untuk mendapatkan gaji yang layak dan perlindungan dari denda yang tidak adil jika AKP Migran ingin kembali ke Indonesia. SBMI juga menekankan pentingnya mediasi dan tindakan hukum jika tuntutan tidak dipenuhi.
SBMI dan Migrant Worker’s Concern Desk – Stella Maris Services in Taipei berkomitmen untuk terus memperjuangkan hak-hak pekerja migran dan berharap audiensi ini dapat mendorong perbaikan sistematis dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh AKP Migran di Taiwan.
Pada akhir diskusi, Ketut Wardhana mengatakan bahwa KP2MI/BP2MI secara intens akan melakukan perbaikan tata kelola dan pelindungan untuk AKP Migran, terlebih hal ini sudah dinyatakan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi bahwa pelaut migran adalah pekerja migran yang mana secara mutlak bahwa pelindungan AKP Migran akan diakomodir oleh KP2MI/BP2MI.
“Sejauh ini, kami di luar negeri hanya dapat melakukan koordinasi dengan perwakilan Republik Indonesia (RI). Hal ini tentu menjadi langkah penting dalam pelindungan AKP Migran Indonesia. Namun, kedepannya kami mengusahakan agar ada atase khusus di negara-negara penempatan pekerja migran, terutama di sektor perikanan dan kapal luar negeri. Kehadiran atase ini akan memperkuat pengawasan, pelayanan, dan advokasi terhadap hak-hak AKP Migran kita di sana.” tutur Ketut Wardhana
Ketut Wardhana pun menambahkan bahwa, KP2MI/BP2MI juga akan mendorong adanya sistem perizinan satu pintu yang terintegrasi untuk pekerja migran di sektor laut/kapal berbendera asing. Sistem ini akan memastikan seluruh proses perizinan lebih transparan, akuntabel, dan mendukung pelindungan pekerja migran secara menyeluruh, mulai dari tahap perekrutan hingga kepulangan.
Views: 23