SBMI Bersama Jaringan Berikan Masukan Terhadap Revisi UU 18/2017 Pada RDP/RDPU Dengan Baleg DPR RI 

Jakarta, 30 Januari 2025 –Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) bersama dengan Jaringan Buruh Migran (JBM) dan Konfederasi Buruh Seluruh Indonesia menghadiri undangan Rapat Pleno Badan Legislasi DPR RI – Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dalam rangka memberikan masukan terhadap Penyusunan RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU No 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di Gedung Nusantara 1 DPR RI, pada (30/01/2025).

Pada kesempatan memberikan paparan, SBMI mengingatkan bahwa hingga saat ini Serikat/Kelompok Masyarakat Sipil masih belum menerima Naskah Akademik dan Draft RUU 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Hal ini sangat disayangkan sebab seharusnya sebelum penyusunan RUU 18/2017 seharusnya DPR RI melibatkan Serikat/Kelompok Masyarakat Sipil untuk memberikan masukan sejak proses awal seperti yang diatur dalam UU 13/2022   

Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno, menyatakan bahwa dalam revisi  UU 18 Tahun 2017 nantinya, paradigma yang harus termuat dan dibangun adalah pengawasan, pelindungan serta penempatan harus berbasis dengan Hak Asasi Manusia dan Gender yang mengacu pada landasan Undang-Undang Dasar 1945, Konvensi Migran 1990 Tentang Standar Perlindungan Bagi Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya. Hariyanto juga menambahkan bahwa kesenjangan informasi dan koordinasi dalam tata kelola pekerja migran masih menjadi tantangan utama, terutama akibat belum optimalnya fungsi Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) serta lemahnya diseminasi informasi pasar kerja resmi, yang membuka ruang bagi dominasi calo. 

“Kurangnya koordinasi dan sinkronisasi pendataan PMI dari desa hingga pusat diperparah oleh ego sektoral serta rendahnya pemahaman wewenang antar-lembaga, yang menghambat kolaborasi dalam tata kelola awak kapal migran. Ketidaksinkronan kebijakan pusat-daerah dan ketimpangan kewenangan juga menghambat perlindungan pekerja migran. Karena itu, harmonisasi kewenangan dan regulasi, terutama pasca UU Cipta Kerja, sangat diperlukan untuk memperbaiki tata kelola dan mengatasi tumpang tindih aturan dalam penempatan Pekerja Migran Indonesia.” tutur Hariyanto Suwarno

Dios Lumban Gaol, Koordinator Departemen Kemaritiman SBMI menyampaikan beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan pemerintah. Salah satunya, ia merekomendasikan agar pemerintah dan P3MI memastikan adanya pembatasan mekanisme penempatan. Adapun rekomendasi lainnya yang disampaikan berupa:

  1. Memastikan Ada Pembatasan Mekanisme Penempatan yang Dilakukan oleh Pemerintah dan P3MI
  2. Adanya Kejelasan Mekanisme Pengawasan Penempatan yang Dilakukan Oleh Pemerintah
  3. Memaksimalkan Pengawasan Tanpa Membuat Lembaga Baru Untuk Efektifitas Tata Kelola Dan Efisiensi Anggaran
  4. Memasukkan UU No.15/2016 Tentang Pengesahan Maritime Labour Convention dalam konsideran UU 18/2017
  5. DPR bersama Pemerintah segera Meratifikasi Konvensi ILO 188 Dan Konvensi ILO 189
  6. Mengakomodir Mekanisme Restitusi dan Kompensasi kepada Korban dalam UU 18/2017
  7. Merumuskan norma Kerja Paksa dalam Sanksi Pidana UU 18/2017 dan Menyertakan hukuman minimal dalam sanksi pidana.
  8. Merumuskan Mekanisme Penyelesaian Hubungan Industrial Sebagai Mekanisme Perselisihan
SBMI Bersama Jaringan Berikan Masukan Terhadap Revisi UU 18/2017 Pada RDP/RDPU Dengan Baleg DPR RI  27/06/2025

Muslim Ayub, Anggota Komisi XIII DPR RI Periode 2024-2029, mengungkapkan terima kasih atas paparan yang diberikan dan menekankan beberapa masalah aktual bagi pekerja migran Indonesia. Ia menyoroti urgensi perlindungan hukum dan pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), serta perlunya reformasi kelembagaan yang lebih komprehensif. Ia juga menekankan pentingnya evaluasi UU 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dan implementasinya di lapangan, serta akses terhadap layanan sosial yang harus dijamin tanpa diskriminasi.

Savitri Wisnuwardhani, dari Jaringan Buruh Migran juga menekankan pentingnya adanya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai panduan pengawasan tenaga kerja. Namun, sanksi dalam UU PMI masih perlu didalami, karena saat ini hanya ada sanksi maksimal tanpa adanya ketentuan minimal.

Beliau juga mengangkat isu diskriminasi terhadap pekerja migran, menekankan perlunya perlindungan perspektif gender dan hak asasi manusia (HAM). Banyak pekerja migran yang tidak mendapat pelindungan, yang mana sektor pekerja migran ini tidak menjadi prioritas. 

Arifsyah Nasution, mewakili jaringan kerja SBMI mengatakan bahwa, yang prosedural pun bermasalah, justru yang berangkat perorangan lebih terlindungi karena ada kesadaran pribadi dari diri sendiri akan hak dan kewajiban nya. “Mengurangi pemberangkatan unprosedural sebenarnya mudah sekali, standar pelayanan publiknya itu harus jalan dengan baik. Standar pelayanan publik yang tidak berjalan memicu munculnya calo pemberangkatan unprosedural. Undang-undang yang sudah baik harus dipertahankan, tanpa ego sektoral. Pengawasan berbasis masyarakat perlu ditingkatkan dengan transparansi yang lebih kuat agar mekanisme pencegahan dapat berjalan lebih efektif.” jelas Arifsyah Nasution

Bob Hasan, Anggota Komisi III DPR RI 2024-2029 menambahkan bahwa harus diadakan Focus Group Discussion (FGD) yang untuk secara mendalam membahas pelindungan migran dan memastikan bahwa pelindungan tersebut tidak menjadi pepesan kosong. Ia menekankan pentingnya agar pekerja migran terlindungi dan diakui secara legal.

Dalam Rapat Pleno ini, forum sepakat bahwa pelindungan pekerja migran harus menjadi prioritas, dan akses terhadap layanan sosial harus dijamin tanpa diskriminasi. Forum juga menekankan pentingnya reformasi kelembagaan dan evaluasi UU 18 Tahun 2017 untuk meningkatkan pelindungan pekerja migran.

SBMI menegaskan bahwa pembahasan ini tidak boleh berhenti hanya pada rapat pleno, tetapi harus ditindaklanjuti dengan kebijakan yang lebih baik. SBMI juga berharap agar masukan dari pekerja migran dapat terakomodasi dalam perumusan revisi UU 18/2017. Rapat pleno ini diharapkan menjadi langkah awal dalam memperkuat pelindungan bagi Pekerja Migran Indonesia.

Views: 77