PENEMPATAN ANAK BUAH KAPAL RENTAN PERBUDAKAN
2 min readPenempatan Anak Buah Kapal (ABK) ternyata rentan perbudakan. Demikian kata Hariyanto Kordinator Advokasi DPN SBMI disela jam istirahat saat mendampingi puluhan ABK di Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Menurut Hari, saat ini para ABK menghendaki tuntutan hak gajinya terpenuhi, jika mengalami kebuntuan maka kami bersama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) akan mempidanakan perusahaan penyalurnya.
Puluhan ABK ini adalah perwakilan dari 74 ABK yang dipulangkan pada Pebruari 2014 setelah sebelumnya mendekan lebih dari dua bulan di Detention Center Vicktoria Capetown Afrika Selatan. Mereka mendekam dipenjara imigrasi karena nahkodanya melintasi batas perairan Afrika Selatan.
Ada banyak kisah tragis saat para ABK ini menjalani tahanan penjara imigrasi bersama ribuan orang negro yang postur tubuhnya lebih besar. Harus mengalah 5 jam dalam nunggu antrian makanan, mengalami kekerasan fisik bahkan ada yang disetrum. Untuk memenuhi kebutuhan ABK tidak bisa mengandalkan bantuan dari Perwakilan Pemerintah yang memberi dua bungkus indomie. Maka mereka terpaksa menjual baju, celana, jaket, topi, sepatu dan tas yang masih dimiliki, karena gajinya belum dibayarkan.
Sementara itu menurut Bobi AM Sekjen SBMI dilihat dari kacamata trafficking, unsurnya sudah terpenuhi. “Harusnya mereka mendapatkan pelayanan pemulihan fisik dan psikis terlebih dahulu, tidak langsung diserahkan kepada perusahaan penyalur, karena rentan intimidasi bahkan bisa jadi didaur ulang kembali, setelah itu baru tindakan hukumnya”. Jelasnya
Ditambahkan dilihat dari prosedur penempatan, syarat perusahaan perekrut, dan mekanisme sengketa dan bantuan hukum dan atau perlindungannya sangat memperihatinkan, seperti TKI PRT, ABK ternyata rentan juga mengalami perbudakan. “Pemerintah harus segera melakukan pembenahan terkait dengan penempatan TKI ABK, agar tidak ada lagi ABK yang menjadi korban perbudakan modern” Tegasnya