sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

PENANGKAPAN DILAKUKAN SAAT PERALIHAN GUGUS TUGAS TPPO, HAK KORBAN MALAH TERABAIKAN

2 min read

Jakarta, 11 Januari 2024– Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mendampingi 6 (enam) korban untuk menjadi saksi korban dalam perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (10/1/2024). 

Pada Agustus 2023 lalu, tiga pelaku berinisial AKR (29), MR (30), dan A (38) ditangkap oleh gabungan Polres Jakarta Selatan dan BP2MI di Apartemen Kalibata, Jakarta Selatan. Pelaku berhasil membujuk para korban untuk mengeluarkan biaya besar guna mendapatkan pekerjaan keluar negeri  di berbagai tempat seperti, pabrik kabel, pabrik pemotongan ayam sampai pabrik mebel di Jepang dan dalam prosesnya para korban diiming-imingi upah sebesar 25-35 juta perbulan nantinya.

Para korban yang melapor ke SBMI berjumlah 17 orang dengan taksir kerugian masing-masing mencapai 95 juta per orang. Siasat yang dilakukan oleh para pelaku ke beberapa korban dengan dalih membantu korban untuk membayar biaya penempatan, pelaku diduga bersekongkol dengan pihak koperasi untuk menampung pengagunan sertifikat tanah dan bangunan berbentuk Sertifikat Hak Milik (SHM) milik korban. Dalam kronologis yang dipaparkan oleh beberapa korban kepada SBMI, mereka menuturkan bahwa pelaku menarif biaya penempatan sebesar 85 juta, ditambah 15 juta untuk biaya visa dan paspor serta biaya-biaya lainnya. 

Adanya proses, cara dan tujuan dari perekrutan unprosedural yang mengarah ke tindak pidana perdagangan orang yang dilakukan oleh pelaku, maka pelaku dijerat dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang. Dimana dalam pasal 2 disebutkan “setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan,penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain dan mengakibatkan orang tereksploitasi, maka pelaku dapat dipidana.” Dalam hal ini pelaku terhadap korban telah memenuhi unsur; pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, dan penjeratan utang. 

Dalam proses pemeriksaan saksi hari ini, salah satu saksi korban menerangkan kepada majelis hakim bahwa setelah menyadari ada yang salah dalam proses perekrutan, ia ingin mencabut berkas, namun diancam pelaku. 

“Setelah saya sadar bahwa perekrutannya secara unprosedural, saya ingin cabut berkas. Namun, saya diancam untuk membayar denda dengan alasan karena pembuatan visa atas nama saya sudah selesai.” terang salah satu korban pada pemeriksaan saksi.

Perlu digarisbawahi, SBMI menerima pengaduan dari 17 Korban CPMI gagal berangkat, namun pada kasus ini hanya sebagian saja korban yang namanya masuk ke dalam berkas dan dipanggil sebagai saksi dan korban, sehingga hak korban lainnya terhalang dalam menuntut restitusi. Berkaitan dengan hal itu pula, SBMI menilai pemerintah dalam perkara ini tidak memberikan pelayanan yang maksimal kepada korban. Karena memang, dari awal perkara pemerintah hanya berfokus untuk menangkap pelaku namun tak memperjuangkan dan tidak mengajukan hak restitusi daripada korban.

Sekretaris Jenderal SBMI, Juwarih mengatakan bahwa sudah seharusnya penangkapan pelaku TPPO tidak dapat dilakukan secara gegabah. 

“Bahwa proses penegakan hukum harus memperhatikan kepentingan dan keadilan bagi korban. Hal ini yang selalu kami wanti sebelumnya, dimana sangat gegabah bahwa proses penangkapan yang dilakukan secara besar-besaran ini dilakukan pada saat peralihan gugus tugas TPPO. Proses penangkapan ini tidak seharusnya merugikan korban, dan memang tergambar justru hak-hak korban menjadi terabaikan.” tegas Juwarih

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *