Mengurai Akar Migrasi Paksa dan Perdagangan Orang yang Dialami Buruh Migran,SBMI Laporkan Catatan Tahunan 2024

Jakarta, 18 Desember 2024 – Pada tanggal 18 Desember, dunia memperingati Hari Buruh Migran Sedunia, sebuah momentum penting untuk menyoroti isu pelindungan buruh migran di seluruh dunia. Peringatan ini dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai pengakuan atas kontribusi dan perjuangan buruh migran, serta perlunya pelindungan yang lebih baik bagi buruh migran. Di Indonesia, buruh migran merupakan sektor yang signifikan, dengan jutaan warga negara yang bekerja di luar negeri, memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian melalui remitansi, namun juga menghadapi berbagai tantangan, termasuk eksploitasi dan penyalahgunaan hak ketenagakerjaan sampai hak asasi manusia.

Dalam rangka peringatan ini, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) meluncurkan Catatan Akhir Tahun 2024 dengan tema “Migrasi Paksa dan Beban Ekonomi: Mengurai Akar Perdagangan Orang Terhadap Buruh Migran.” 

“Catatan Akhir Tahun 2024 ini merupakan wujud komitmen kami dalam menyampaikan gambaran menyeluruh atas kerja-kerja organisasi, mulai dari advokasi penanganan kasus, advokasi kebijakan, pengorganisasian, pemberdayaan ekonomi, kampanye, hingga riset berkaitan dengan situasi buruh migran Indonesia di sepanjang tahun 2024” ujar Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno.

Peluncuran Catatan Akhir Tahun SBMI 2024 merupakan langkah strategis dalam advokasi kebijakan, pelindungan dan perjuangan hak buruh migran. Laporan ini menjadi pondasi untuk memperkuat solidaritas antara buruh migran, keluarganya, organisasi buruh, serta pemerintah dan lembaga terkait di tingkat nasional dan internasional. Catatan ini secara jelas menyoroti terkait:

Mengurai Akar Migrasi Paksa dan Perdagangan Orang yang Dialami Buruh Migran,SBMI Laporkan Catatan Tahunan 2024 28/06/2025
  1. Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Kerja Paksa
  • Permasalahan perdagangan orang dan eksploitasi kerja paksa masih menjadi tantangan besar. Pada tahun 2024, SBMI mendokumentasikan sekitar 251 Kasus yang memenuhi unsur perdagangan orang. 
  • Pada tahun 2024 SBMI menerima pengaduan dan menangani kasus berdasarkan sektor pekerjaan sebanyak 456 kasus. Sektor tertinggi di Sektor Awak Kapal Perikanan (AKP) Migran sebanyak 196 kasus (43,0%), kedua Pekerja Rumah Tangga (PRT) sebanyak 80 kasus (17,5 %), ketiga online scam/forced scam sebanyak 62 kasus (13,6 %), keempat Sektor Pekerja Konstruksi 34 kasus (7,5 %), kelima perkebunan sebanyak 27 kasus (5,9 %) dan selebihnya 12,5 % berasal dari 10 Sektor lain.
  1. Peningkatan Kasus PRT Migran/AKP Migran/Forced scam/Online scam
  • Sepanjangan 2024 SBMI, pada sector PRT Migran menangani kasus sebanyak 456. Berdasarkan negara tujuan selama tahun 2024, tertinggi penempatan di negara Malaysia sebanyak 142 kasus (31,14%), kedua Taiwan sebanyak 72 kasus (15,79%), ketiga Calon Pekerja Migran Indonesia 57 kasus (12,50%). Malaysia menjadi negara tujuan utama buruh migran kebanyakan bekerja di sektor Pekerja Rumah tangga sebanyak 41 kasus (28,87%),kedua di sektor konstruksi sebanyak 31 kasus (21,83%), ketiga di sektor perkebunan sebanyak 26 kasus (18,31%), keempat cleaning service sebanyak 18 kasus (12,67%), Restoran sebanyak 15 kasus (10,56%) dan sektor lainnya sebanyak 7kasus (4,93%) , dari keseluruhan kasus sebanyak 142 kasus.
  • Empat bendera kapal dengan kasus tertinggi yaitu kapal berbendera Taiwan sebanyak 56 kasus (28,57%), kedua China sebanyak 32 kasus (16,33%), ketiga Vanuatu 11 kasus (5,61%) dan keempat Indonesia 9 kasus (4,59%). 3 provinsi tertinggi berasal dari Provinsi Jawa Tengah, Sulawesi Utara, dan Jawa Barat. Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat pada data tahun sebelumnya berada dalam posisi yang sama karena posisi wilayahnya yang berada di pesisir laut jawa utara dengan background pekerjaan warga nelayan, sehingga banyak yang bermigrasi untuk bekerja sebagai AKP Migran, dan kemudian Manning Agency yang massif berdiri di kedua provinsi tersebut sehingga banyak pekerja. Sedangkan asal Provinsi Sulawesi Utara, cenderung mengalami kenaikan signifikan dari kasus tahun-tahun yang ditangani SBMI sebelumnya, hal ini disebabkan pada bulan juni 2024 terdapat proses penangkapan terhadap Direktur PT.KJS karena diduga telah melakukan TPPO dengan puluhan korban asal Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara.
  • Pada 2024, SBMI menangani 63 kasus forced scam atau online scam, dengan 95% memenuhi unsur Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Korban sering dijanjikan gaji besar, namun dipaksa melakukan penipuan seperti investasi bodong di bawah ancaman kekerasan. Pelaku memanfaatkan media sosial untuk merekrut korban, menggunakan informasi pribadi yang diunggah secara berlebihan oleh calon korban.
  1. Dampak Bencana Iklim Dalam Migrasi Paksa
  • Migrasi paksa akibat bencana iklim, seperti banjir, kekeringan, dan naiknya permukaan laut, memaksa jutaan orang meninggalkan tempat asal. Di Indonesia, masyarakat pesisir dan petani kecil menjadi yang paling terdampak, mendorong banyak orang bermigrasi menjadi buruh migran ke luar negeri. Namun, kondisi ini meningkatkan risiko menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan eksploitasi kerja paksa. SBMI mencatat, pada 2024, banyak warga Indonesia terjerat TPPO akibat terbatasnya lapangan kerja dan menurunnya prospek pekerjaan tradisional seperti nelayan dan petani. Minimnya informasi tentang prosedur kerja yang aman membuat sebagian buruh migran memilih jalur tidak resmi, yang rentan terhadap TPPO dan kerja paksa tanpa pelindungan memadai dari pemerintah, lembaga, maupun perusahaan perekrut.
  1. Kerugian Ekonomi yang Dialami Buruh Migran Indonesia
  • Pada 2024, total kerugian ekonomi buruh migran Indonesia mencapai Rp 1.774.830.283,47.
  • Calon buruh migran mengalami kerugian sebesar Rp 245.950.000 (34%), sedangkan buruh migran aktif menghadapi kerugian hingga Rp 1.528.880.283,43 (66%).
  • Angka ini mencerminkan dampak serius dari praktik penipuan dan eksploitasi yang merugikan buruh migran secara finansial.

Sepanjang tahun 2024, hal-hal yang berkaitan dengan kerugian ekonomi, migrasi paksa akibat bencana iklim, serta tindak pidana perdagangan orang dan eksploitasi kerja paksa menjadi unsur-unsur struktural permasalahan yang dialami oleh buruh migran.

“Permasalahan buruh migran terjadi di semua tahap migrasi—sebelum, selama, dan setelah bekerja. Dari kesulitan akses keadilan hingga tekanan sosial-ekonomi, perjuangan ini mendorong terciptanya gerakan lintas sektor yang lebih kuat,” tambah Hariyanto.

Berdasarkan temuan dan analisis dalam Catatan Akhir Tahun SBMI 2024, SBMI mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis dan konkret dalam melindungi buruh migran Indonesia dari ancaman perdagangan orang, eksploitasi kerja paksa, dan dampak buruk lainnya. “SBMI mendesak pemerintah untuk meningkatkan pelindungan buruh migran Indonesia melalui penegakan hukum tegas terhadap pelaku TPPO dan kerja paksa, mitigasi migrasi paksa akibat bencana iklim, serta penyediaan lapangan kerja layak di dalam negeri.” Tutup Hariyanto

Respon Penanggap dalam Memperingati Hari Migran Internasional dan Launching Catatan Akhir Tahun 2024

Mengurai Akar Migrasi Paksa dan Perdagangan Orang yang Dialami Buruh Migran,SBMI Laporkan Catatan Tahunan 2024 28/06/2025

Dalam CATAHU 2024 yang diterbitkan oleh SBMI ini terdapat data terkait kasus pekerja migran, terutama banyak sekali dalam sektor AKP Migran. Kesiapan Kementerian P2MI/BP2MI untuk menangani persoalan AKP Migran sudah cukup matang. Kementerian P2MI/BP2MI membuat direktorat-nya tersendiri terkait penempatan AKP Migran untuk menangani kasus yang terjadi. Kami memiliki 4 direktorat jenderal, promosi dan pemanfaatan peluang kerja luar negeri, penempatan, pelindungan, dan pemberdayaan. Dimana direktorat tersebut memiliki tugas yang berbeda-beda” kata Ketut Wardhana, Deputi Bidang Penempatan dan Perlindungan Kawasan Timur dan Timur Tengah Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/BP2MI

“Catatan Tahunan (Catahu) ini sangat membantu kami di Kementerian Luar Negeri, khususnya di Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia. Melalui Catahu yang diterbitkan oleh SBMI, kami dapat mengakses data yang sebelumnya belum tercatat oleh kami. Kami berharap keberadaan Catahu ini juga dapat membantu masyarakat memahami bahwa pemerintah memiliki fasilitas untuk pengaduan serta struktur perlindungan. Dalam sektor Awak Kapal Perikanan (AKP) Migran, kami juga mengupayakan program Seafarer Corner sebagai bentuk perlindungan bagi AKP Migran. Saat ini, program tersebut telah diterapkan di tiga titik berdasarkan kasus di negara penempatan, yaitu Uruguay, Afrika Selatan, dan Taiwan,” ujar Rina Komaria, perwakilan dari Direktorat Pelindungan Warga Negara Indonesia, Kementerian Luar Negeri.

“Upaya kolaboratif dari SBMI, organisasi masyarakat, dan juga pemerintah sudah melampaui harapan, banyaknya hasil analisis dan penelitian membuat kita semakin maju untuk mengusahakan perlindungan terkait AKP. Dukungan yang diberikan SBMI terkait pengadopsian CMM Crew Labour Standard pada WCPFC 21 di Fiji merupakan hal besar untuk kemajuan kita semua, dimana kemenangan kecil ini harus kita sambut dengan menyiapkan diri untuk implementasi di tahun 2028.” Kata Muhammad Iqbal, Perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan 

“Selamat untuk SBMI yang sudah mengakhiri tahun ini dengan cemerlang dengan banyaknya pencapaian di tahun ini. Sebuah kemenangan untuk Buruh Migran. Dari data yang dikumpulkan memperlihatkan bahwa SBMI bukan hanya sekedar Serikat. SBMI berhasil memperlihatkan akar masalahnya. Dari Catahu yang dikeluarkan, bagaimana jika masalahnya bukan hanya tata kelola saja. Bagaimana dengan supply nya? Pengusaha nya? Berarti bukan hanya pemerintah yang menangani tata kelola saja yang harus bertanggung jawab, namun harus melihat semuanya juga. Termasuk pengusaha, karena pengusaha ini termasuk salah satu pelaku yang melakukan force labour terhadap para pekerja.” Kata Miftahul Choir, Greenpeace Indonesia 

“Peluncuran Catahu tahun ini merupakan langkah strategis dalam membangun kebijakan yang efektif. Namun, pertanyaan penting yang muncul adalah apakah pemerintah sudah siap menghadapi tantangan ini? Salah satu isu utama yang dihadapi adalah ketersediaan data yang akurat dan lengkap. Kebijakan yang dibuat harus memastikan tidak hanya menguntungkan negara, tetapi juga melindungi kepentingan rakyat. Tendensi pada skema industri perikanan global memiliki kaitan erat dengan permasalahan ini. Masalah serupa tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga memiliki dampak global. Maka, perlu dipertanyakan apakah struktur global sudah siap menghadapi tantangan ini. Permasalahan ini bukan hanya tentang regulasi, tetapi juga membutuhkan perhatian serius terhadap hak asasi manusia,” ujar Jeremia Humolong dari Indonesian Ocean Justice Initiative.

“Rekomendasi yang tercantum dalam Catatan Tahunan (Catahu) SBMI tahun 2024 terkait Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 sangat baik. Undang-undang ini juga telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas. Dengan adanya penambahan kementerian seperti KP2MI serta kepemimpinan yang baru, diperlukan waktu untuk melakukan penyesuaian. Selain itu, jumlah komisi di DPR juga bertambah menjadi 13 komisi, sehingga semakin banyak mitra kerja yang terlibat dalam isu terkait Pekerja Migran Indonesia (PMI), proses pembahasan di baleg untuk UU PPMI sejauh ini belum dimulai, dan ini dapat menjadi ruang bersama untuk menyampaikan apa yang menjadi masalah utama terkhusus di bagian regulasi dan substansial dalam UU PPMI.” kata Putri Ade Norvita, Koordinator Bidang Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Puspanlak UU, Badan Keahlian DPR RI.

“Terkait daerah dengan angka buruh migran yang tinggi berdasarkan Catatan Tahunan (Catahu) KemenPPA, kami telah melakukan advokasi melalui pembentukan gugus tugas di wilayah-wilayah yang menjadi konsentrasi buruh migran. Selain itu, kami juga bermitra dengan berbagai lembaga masyarakat dalam upaya pencegahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), termasuk langkah-langkah pencegahan dan penanganan korban. Untuk mendukung hal tersebut, kami juga mengadakan bimbingan teknis (bimtek),” ujar Prijadi Santoso, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan TPPO di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI.

“Catahu ini bisa menjadi catatan strategis untuk menindaklanjuti isu Buruh Migran ini secara komprehensif. Catahu (Catatan Tahunan) SBMI tahun 2024 menjadi roadmap penting bagi kita semua dalam memahami dan menangani persoalan migrasi serta pelindungan buruh migran, terutama perempuan buruh migran. Feminisasi migrasi hingga kini masih dipengaruhi oleh dinamika politik dan ekonomi global. Proyek-proyek seperti PSN (Proyek Strategis Nasional) dan proses industrialisasi telah merusak ruang hidup perempuan, membuat mereka kehilangan sumber penghidupan. Akibatnya, banyak yang tidak memiliki pilihan selain menjadi buruh migran demi bertahan hidup. Melalui Catahu 2024 ini, kita diharapkan dapat lebih memahami akar persoalan ini secara menyeluruh, sekaligus membangun langkah konkret untuk melindungi dan memperjuangkan hak-hak buruh migran perempuan di berbagai lini” Kata Armayanti Sanusi, Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan
“Sebagai mantan buruh migran dan korban kekerasan, kekhawatiran saya tetap ada. Ketika devisa negara terus meningkat berkat kontribusi buruh migran, pemerintah seharusnya juga meningkatkan upaya pelindungan terhadap mereka. Hal ini tidak cukup hanya dengan memastikan keberangkatan mereka bersifat prosedural atau menertibkan keberangkatan unprosedural. Lebih dari itu, perhatian serius harus diberikan pada perlindungan hak-hak buruh migran, baik sebelum keberangkatan, saat bekerja di luar negeri, maupun ketika mereka kembali ke Indonesia. Kerja layak seharusnya menjadi hak semua orang, dan menciptakan peluang kerja di dalam negeri harus menjadi prioritas utama. Dengan begitu, kita tidak lagi melihat migrasi kerja sebagai jalan terpaksa, melainkan sebagai pilihan yang sepenuhnya bebas dan aman” Kata Wiwin, Perwakilan Advokasi Kabar Bumi

Views: 1174