sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

MENDESAK RUMAH TRANSISI MEMBENTUK POKJA KETENAGAKERJAAN

4 min read
Perlindungan Buruh Migran Indonesia masih lemah, Jokowi-JK mempunyai visi yang tegas terhdap perlindungan BMI, 4/8/2014 Jokowi meresmikan Rumah Transisi yang didalamnya ada 22 Pokja, namun sayangnya tidak ada Pokja ketenagakerjaan

konsolidasi nasional desak pokja ketenagakerjaanPERLINDUNGAN BURUH MIGRAN DAN PEKERJA RUMAH TANGGA MASIH LEMAH: POKJA KETENAGAKERJAAN HARUS DIADAKAN!

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…” (Pembukaan UUD 1945 alinea 4)

Tanggal 28 Agustus 2014, beberapa Organisasi Buruh Migran di level daerah, nasional dan regional berkumpul dan berkonsolidasi dalam acara “ Peluang dan Tantangan Perlindungan Buruh Migran dan Anggota Keluarga di Pemerintahan Baru”, di Hotel Griyadi Blue Pasific, Blok M, Jakarta. Dalam acara tersebut dihadiri selain para buruh migran, LSM pemerhati buruh migran juga dihadiri oleh pemerintah yang diwakili oleh BNP2TKI dan anggota DPR RI terpilih dari PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka. Dalam konsolidasi ini, ada beberapa yang menjadi penekanan terutama menghadapi situasi politik di pemerintahan yang baru. Diharapkan dalam pemerintahan baru dipimpin oleh Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang baru satu minggu (22 Agustus 2014) ditetapkan Mahkamah Konstitusi mampu memberikan perlindungan sesuai dengan konstitusi yang diamanatkan pemerintah kepada rakyatnya. Yang hingga saat ini secara konstitusi, pemerintah tidak menjalankan kewajibannya sehingga tidak ada political will dari pemerintah untuk merealisasikan pemenuhan dan perlindungan sehingga yang terjadi adalah :

  1. Bahwa hingga saat ini jumlah kasus yang dialami buruh migran yang mayoritas bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT migran) tidak menurun justru mengalami peningkatan. Asosiasi Buruh Migran Indonesia (ATKI) juga mencatat 2.276 kasus, sementara Migrant Care mencatat, selama tahun 2013, terdapat 398.270 kasus kekerasan terhadap Buruh Migran. Jumlah kasus ini meningkat dari Catatan Migrant Care pada tahun 2012 yang jumlahnya 16.104 kasus. Kasus-kasus tersebut terdiri dari masalah overstays, hilang kontak, gaji tidak dibayar, ancaman hukuman mati, hingga meninggal dunia, dan berbagai kasus lainnya.

  2. Bahwa kerentanan Buruh Migran terhadap trafficking juga semakin tinggi, terutama di sektor Pekerja Rumah Tangga. International Organization of Migration (IOM) Indonesia, sejak Maret 2005 hingga Desember 2011, menangani 4067 kasus Trafficking. 3,942 kasus trafficking diantaranya menimpa warga negara Indonesia. Masih berdasarkan catatan IOM, Mayoritas korban trafficking dipekerjakan sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT), yaitu sebanyak 53,33% melebihi yang dipekerjakan sebagai pekerja seks yaitu 16,52%. Selain itu, selama 2005-2012 Solidaritas Perempuan (SP) telah menangani 66 kasus Trafficking pada buruh migran perempuan.   Berdasarkan beberapa pemetaan yang dilakukan SP mengenai Buruh Migran dan trafficking, trafficking dialami Buruh Migran di berbagai wilayah Indonesia.

  3. Di dalam negeri, jumlah Pekerja Rumah Tangga (PRT) pada tahun 2009 mencapai 10,7 juta orang. JALA PRT mencatat, setidaknya terdapat 563 kasus kekerasan yang dialami Pekerja Rumah Tangga pada tahun 2012-2013.

  4. Bahwa data-data di atas hanyalah data berdasarkan penanganan kasus yang dilakukan oleh organisasi-organisasi yang melakukan pendampingan langsung bagi Buruh Migran dan Pekerja Rumah Tangga. Sementara banyak kasus kekerasan dan pelanggaran hak terhadap Buruh Migran dan Pekerja Rumah Tangga lainnya yang tidak terungkap dan tidak tercatat.
  5. Bahwa akar masalah belum adanya perlindungan yang significant bagi buruh migran adalah paradigma dari para penyelenggaran negara yang memandang buruh migran sebagai komoditas ekonomi. Paradigma ini tercermin dalam berbagai kebijakan buruh migran Indonesia yang lebih menekankan pengaturan tata niaga daripada perlindungan. Keterlibatan Indonesia dalam berbagai perjanjian Internasional juga telah menghilangkan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat bagi masyarakat terutama perempuan sebagai sumber kehidupan.

  6. Bahwa Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla belum lama mendeklarasikan rumah transisi. Didalam rumah transisi dibagi dalam 22 pokja yang akan bekerja untuk merumuskan dan memberikan rekomendasi bagi presiden dan wakil presiden terpilih agar pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla setelah tanggal 20 Oktober 2014 dapat segera melaksanakan tugas yang diembannya. Namun sayangnya di 22 pokja yang dibentuk, pokja ketenagakerjan tidak ada didalam daftar pokja. menurut penelitian yang dilakukan Prakarsa 2013, jumlah tenaga kerja di Indonesia sebanyak 149,8 juta dan didominasi oleh pekerja/buruh sektor informal dan setengah pengangguran (103,2 juta). Jumlah buruh migran diperkirakan juga mengalami peningkatan hingga 7 juta yang tersebar diberbagai negara di dunia.

  7. Bahwa Kontribusi para buruh/pekerja baik di dalam dan diluar negeri dalam mendukung Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla juga sangat besar. Di Hongkong misalnya dari jumlah pemilihan di Hongkong yang mayoritas didominasi oleh para buruh migran Indonesia sebanyak 25.335, 75,4persen (19.166) telah memberikan suara pada capres nomer urut 2. Belum lagi kontribusi dari buruh dalam negeri dalam pemenangan Pak Joko Widodo dan Jusuf Kalla

konsolidasi nasional, desak rumah transisi bentuk pokja ketenagakerjaanAtas dasar keprihatinan dan perhatian kami mengenai masalah buruh migran yang dari tahun ketahun tidak mengalami perubahan maka kami meminta agar :

  1. DIADAKANNYA Pokja Ketenagakerjaan dalam rumah transisi untuk merumuskan, menganalisa dan memberikan rekomendasi perbaikan perlindungan mulai pra penempatan, pada saat bekerja dan setelah bekerja agar kebijakan dan anggaran benar-benar dapat diterapkan dan mampu memberikan solusi terhadap permasalahan buruh migran. Ada tujuh masalah pokok terkait perbudakan modern yang dialami para buruh migran yakni : perekrutan tidak sah, cost structure (mekanisme pembiayaan), penanganan kasus dan bantuan hukum, pendidikan dan peningkatan ketrampilan, peran serta masyarakat, reintegrasi buruh migran purna (pemberdayaan ekonomi) dan Pengawasan serta pendataan di daerah.

  2. PELIBATAN serikat buruh, serikat buruh migran dan serikat/kelompok pekerja rumah tangga baik yang ada di Indonesia maupun di luar negeri, LSM pemerhati masalah buruh migran dan para akademisi yang secara pemikiran dan tindakan benar-benar memberikan perspektif perlindungan bagi para buruh migran dalam pokja ketenagakerjaan. Pelibatan ini hanya semata-mata dilakukan agar kebijakan, anggaran dan pengawasan yang akan dilakukan oleh pemerintah Jokowi JK benar-benar mencerminkan nilai perlindungan bagi buruh migran. masyarakat sipil dalam perumusan kebijakan bagi perlindungan buruh migran.

Salam Perjuangan

Jakarta, 29 Agustus 2014

Solidaritas Perempuan (SP), SP Mataram, SP Sumbawa, SP Anging Mammiri Makasar, SP Palu, SP Kendari, Posko Komunitas Buruh Migran Perempuan Konawe, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Asosiasi Buruh Migran Indonesia (ATKI), Jaringan Nasional Advokasi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Jaringan Advokasi untuk Revisi UU No. 39 Tahun 2004 (JARI PPTKILN), Aliansi Rakyat untuk Ratifikasi Konvensi Migran 90 (ARRAK 90), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta), Human Rights Working Group (HRWG), Migrant Care, Migrant Institute, Peduli Buruh Migran, Institute of Ecosoc Rights, Solidaritas Buruh Migran Karawang, FSPSI Reformasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *