sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

Masih Kompleksnya Masalah Terkait Pelindungan Buruh Migran Indonesia; SBMI dan Jaringan Merumuskan Komponen Strategis Arah Gerakan Buruh Migran dan Keluarganya dalam Melawan Pemiskinan dan Penindasan

5 min read

Senin, 4 Desember 2023– Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dalam rangkaian Kongres VII SBMI melaksanakan workshop tematik dengan empat tema berbeda di waktu yang bersamaan. Adapun empat tema yang diangkat meliputi:

  1. TEMATIK I: Sumber Daya Alam, Perubahan Iklim Menyebabkan Migrasi Paksa (Force Migration)?
  2. TEMATIK II: Potret situasi dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Era Digitalisasi
  3. TEMATIK III: Kebijakan Tata Kelola Migrasi Awak Kapal Perikanan Migran Masih Diperdebatkan?
  4. TEMATIK IV: Keberhasilan dalam Mengorganisir Gerakan Buruh Migran indonesia 

Keempat tema ini diambil berdasarkan dengan situasi yang alami buruh migran Indonesia di berbagai sektor. Pengupasan faktor-faktor lemahnya implementasi regulasi bagi buruh migran dan keluarganya menjadi poin utama dalam diskusi tiap tematik. Misalnya, banyaknya regulasi yang menciptakan ketimpangan relasi kuasa dalam hal sumber daya dan lemahnya peraturan dan/atau peraturan dalam sistem migrasi serta kedua, adanya pengabaian atas hak-hak buruh 

begitu kompleksnya masalah di setiap tahapan yang dialami oleh buruh migran menyebabkan terjadinya migrasi paksa, pun yang melakukan proses migrasi mulai sebelum bekerja, selama bekerja dan setelah bekerja keluar negeri masalah yang masih ditemui oleh buruh migran adalah lemahnya pelindungan. 

Dapat disimpulkan pada tematik I terkait migrasi paksa (Forced Migration) terjadinya perampasan sumber pendapatan masyarakat desa dikarenakan industrialisasi yang dibangun oleh pemerintah sehingga menciptakan pengalihan mata pencaharian sebagai sebuah solusi yang diambil oleh masyarakat desa serta tidak punya pilihan lain selain terjebak dalam situasi pemiskinan karena eksploitasi sumber daya alam. 

Tematik II, menyimpulkan terkait pesatnya perkembangan digital membuat berbagai macam informasi dapat diakses oleh seluruh warga negara. Perekrutan dan persebaran informasi serta meningkatnya insiden, namun masih lemahnya penegakan hukum. Pola Tindak Pidana Perdagangan Orang melalui pendekatan digitalisasi terus terjadi bahkan berujung pemiskinan warga negara, sehingga perlu menjawab secara bersama situasi TPPO dalam upaya Pencegahan, Penanganan, dan Pemenuhan Hak buruh migran korban TPPO. Informasi tentang tren baru di dalam skema TPPO yaitu Online Scamming dan industri yang memanfaatkan teknologi. Terlebih, industri ini melibatkan sindikat-sindikat besar. Informasi yang tidak merata terhadap pola perekrutan dari migrasi aman, tidak memungkiri terjadinya peningkatan terhadap kasus TPPO, lemahnya penegakan hukum ditambahi pula dengan tantangan terkait kompleksitas pencegahan dikarenakan teknologi digital yang berkembang dengan cepat. 

Selanjutnya, dalam tematik III yang mempertanyakan tentang pelindungan AKP Migran hasil diskusi menyimpulkan pula bahwa Carut-marutnya tata kelola penempatan AKP migran berdampak pada terabaikannya dan terlanggarnya hak-hak AKP migran. Berbagai kasus yang ditangani SBMI dan studi-studi independen memperlihatkan banyaknya situasi kerja paksa dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dialami oleh AKP migran. Hal ini terjadi dalam konteks industri perikanan global, dimana kerja paksa terjadi seiring dengan aktivitas illegal fishing di atas kapal-kapal penangkap ikan. 

Di Indonesia, dualisme perizinan perusahaan penempatan antara Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Perhubungan menjadi celah bagi praktik-praktik rekrutmen yang eksploitatif. Secara umum, dualisme perizinan berdampak pada terhambatnya pelaksanaan pengawasan, penegakan hukum, bahkan berbagai bentuk pelindungan dengan pendekatan multi-institusi (whole of government) dalam migrasi AKP migran. Minimnya pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan penempatan berakibat pada maraknya pelanggaran hak asasi manusia dan perburuhan AKP migran. Hal ini diperparah dengan tidak tersedianya akses terhadap keadilan, sebagaimana terlihat dalam belum berjalan dan terhubungnya kanal pengaduan pemerintah, lambatnya proses penegakan hukum, dan tidak adanya kepastian bagi korban untuk mendapatkan pemulihan hak-haknya.

Selain itu, pada Tematik IV memfokusnya diskusinya terkait pengorganisasian bagi buruh migran dan keluarganya. Selama 20 tahun perjalananya, SBMI terus berjuang untuk memperjuangkan hak-hak buruh migran dan keluarganya, yang berlandaskan prinsip-prinsip pemenuhan hak asasi manusia dan keadilan gender. SBMI terus membangun akar gerakan hingga pada tingkat desa sebagai bagian kekuatan untuk melawan pemiskinan dan penindasan buruh migran dan keluarganya dengan strategi membangun program kemitraan antara SBMI dengan pemerintah desa untuk memberikan dukungan dan pelibatan langsung dalam kegiatan perserikatan; dan menjalin kerjasama Bekerjasama dengan organisasi mitra yang sudah dikenal dan dihormati oleh buruh migran untuk menyampaikan informasi pentingnya berkomunitas dan berserikat khususnya di SBMI

Arah strategi SBMI yang dikembangkan dari hasil 4 workshop tematik dalam  Konferensi Nasional Buruh Migran dan Keluarganya yang akan menjadi masukan dalam Kongres VII SBMI. Masukan hasil konferensi tersebut sejalan dengan misi SBMI,yaitu: melakukan pendidikan kritis bagi BMI; meningkatkan dan memperkuat posisi tawar BMI; memperjuangkan hak-hak BMI; membangun ekonomi alternatif produktif bagi BMI; melakukan pengorganisasian bagi BMI; dan memperjuangkan kebijakan yang berpihak pada BMI.

Berjalan sesuai misi, SBMI mendorong:

  1. Pemerintah menjamin pelindungan terhadap sumber sumber kehidupan masyarakat yang berbasis pada sumber daya yang tersedia di desa
  2. Adanya pelindungan menjadi prioritas utama bagi pekerja agar mendapat pelindungan yang layak,
  3. Pelindungan hak atas kerusakan dan kehilangan yang menyebabkan migrasi paksa terhadap masyarakat.  
  4. Masyarakat mendapatkan akses informasi dan persetujuan masyarakat terhadap proyek-proyek yang akan dibangun di desa, sumber kehidupan dan pekerjaan yang layak di desa
  5. Mendesak kolaboratif antar instansi pemerintah terkait dalam upaya pencegahan, penanggulangan, serta pemulihan bagi buruh migran yang menjadi korban TPPO dengan replikasi kerjasama lintas sektor integrasi LTSA-MRC di semua kabupaten/kota 
  6. Mendesak terimplementasinya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang khususnya tentang Sanksi dan pemenuhan hak-hak korban.
  7. Mendesak restitusi sebagai pemenuhan hak-hak korban serta hak-hak lainnya peningkatan akses terhadap layanan pemulihan hingga pada akses reintegrasi sosial dan ekonomi
  8. Mendesak pelindungan buruh migran dan keluarganya terhadap TPPO melalui skema digital
  9. Mendesak adanya sinergi antar  multi stakeholder melalui pelibatan peran masyarakat sipil, organisasi masyarakat, hingga serikat buruh/pekerja dalam pengawasan implementasi UU TPPO nomor 21/2007.
  10. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk memperbaiki tata kelola penempatan AKP migran dengan menyelesaikan perizinan penempatan serta memastikan semua instansi Pemerintah di tingkat Pusat, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten/Kota, dan Desa menjalankan mandat dan kewenangan pelindungan sesuai UU 18/2017, PP 59/2021, dan PP 22/2022;
  11. Mendesak Kementerian Ketenagakerjaan untuk menerbitkan peraturan dan kebijakan terkait pelindungan AKP migran serta mengkoordinasikan pelaksanaan peraturan dan kebijakan tersebut di tingkat nasional, daerah, dan desa;
  12. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk memastikan peran serta serikat pekerja dalam perumusan dan evaluasi kebijakan terkait pelindungan AKP migran, perundingan hak-hak AKP migran, pengawasan pemenuhan hak-hak AKP migran, serta penyelesaian masalah melalui forum tripartit dalam sektor maritim dan perikanan;
  13. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk menjamin pemenuhan hak-hak AKP migran atas akses terhadap keadilan melalui kanal pengaduan yang efektif dan terintegrasi serta penegakan hukum yang berorientasi pada korban;
  14. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk menjalin kerjasama bilateral terkait pelindungan AKP migran dengan negara-negara tujuan penempatan, bendera, serta pelabuhan utama dalam migrasi AKP migran;
  15. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengakselerasi ratifikasi Konvensi ILO 188 dan Konvensi ILO 189 dengan melibatkan secara bermakna serikat pekerja, masyarakat sipil, dan perguruan tinggi.
  16. Mendesak perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam sepanjang rantai pasok perikanan global untuk meningkatkan transparansi, termasuk dalam perekrutan dan pemenuhan hak-hak awak kapal perikanan;
  17. Mendesak negara pasar dan konsumen untuk menolak produk-produk perikanan dari perusahaan yang terindikasi melakukan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal dan kerja paksa dalam sepanjang rantai pasok perikanan mereka.
  18. Meningkatkan kesadaran buruh migran dan anggota keluarganya tentang pentingnya berkomunitas dan berserikat melalui pendidikan kritis
  19. Mengembangkan skill dan kompetensi para buruh migran Indonesia yang kembali ke Indonesia dengan dukungan ekonomi yang inovatif serta melakukan penguatan pemberdayaan ekonomi lokal
  20. Melibatkan keluarga buruh migran dalam kampanye pendidikan sebagai agen perubahan di keluarga mereka, dengan memberikan pemahaman tentang pentingnya berserikat.
  21. Meningkatkan pemberdayaan ekonomi bagi buruh migran dan keluarganya yang berbasis pada komunitas.

Untuk selanjutnya, dorongan dari perumusan tematik ini akan menjadi pokok-pokok kebijakan program SBMI empat tahun kedepan. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *