Korban TPPO Negara Penempatan Jepang Digugat Ke Pengadilan Oleh Pelaku, SBMI Melapor Ke LPSK

Jakarta, 13 Januari 2025 – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dampingi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ke Negara Penempatan Jepang asal Lampung Timur telah secara resmi meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Langkah ini diambil setelah para korban menghadapi tekanan lebih lanjut berupa gugatan balik dari pelaku yang terlibat, yakni Deni, Direktur LPK Momiji, lembaga yang sebelumnya mereka laporkan atas dugaan TPPO terhadap calon pekerja migran Indonesia.

Kasus ini bermula ketika ketiga korban utama, yaitu I, H, dan AF, melaporkan LPK Momiji ke Polres Lampung Timur pada 18 Juli 2024. Dalam laporan polisi dengan Nomor: LP/B/140/V11/2024/SPKT/Polres Lampung Timur/Polda Lampung, korban mengungkapkan dugaan praktik TPPO yang dialami selama proses penempatan bekerja ke Jepang oleh LPK Momiji

Alih-alih mendapat korban mendapat keadilan, tersangka belum diproses secara hukum sebagai pelaku perdagangan orang, justru LPK Momiji sebagai Deni sebagai tersangka TPPO mengajukan gugatan balik terhadap ketiga CPMI dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) sebagai pendamping korban. Gugatan ini tercatat di Pengadilan Negeri Lampung Timur dengan Nomor Perkara: 67/PDT.G/2024/PN.SDN. Dalam gugatan tersebut, Deni menuduh para korban telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menuntut ganti rugi sebesar Rp 500 juta, terdiri dari Rp 150 juta kerugian materiil dan Rp 350 juta kerugian immateriil. Ia juga mengajukan permohonan sita jaminan atas para tergugat.

Korban TPPO Negara Penempatan Jepang Digugat Ke Pengadilan Oleh Pelaku, SBMI Melapor Ke LPSK 28/06/2025

Atas dasar itu, SBMI memandang dari sisi formil, gugatan ini bisa dikatakan obscuur karena telah mempermasalahkan tindakan Polres Lampung  Timur yang menahan tersangka TPPO, yang mana ini ialah adalah materi pra-peradilan, serta dari pokok perkara yang dilakukan oleh para korban pada dasarnya menggunakan hak konstitusional untuk mengajukan upaya hukum, dan tidak dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum. 

Hariyanto Suwarno, Ketua Umum SBMI mengatakan bahwa berdasarkan Undang-Undang 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang bahwa korban perdagangan orang tidak dapat dikriminalisasi, baik gugatan perdata maupun gugatan pidana.  “Gugatan balik ini sebagai upaya intimidasi untuk melemahkan perjuangan korban mendapatkan keadilan. Dengan melihat situasi ini, Indonesia darurat perdagangan orang pun penegakan hukum yang lemah telah menciptakan ketidakpastian pelindungan terhadap korban perdagangan orang dan LPK Momiji tidak dapat merampas hak konstitusi korban.” Tegas Hariyanto 

SBMI juga menyoroti bahwa gugatan balik ini tidak hanya membebani para korban secara finansial dan emosional, tetapi juga berpotensi menjadi preseden buruk dalam upaya pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Views: 190