sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

EMPAT PASAL DALAM PP 5/2021 ATURAN TURUNAN UU CIPTAKER, KEBABLASAN

2 min read

Ada yang kebablasan dari aturan turunan Undang Undang No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Aturan turunan tersebut yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No 5 Tahun 2021 Tentang Perizinan Berusaha Basbasis Resiko (PBBR). 

Demikian disampaikan oleh Sekjen SBMI Bobi Anwar Ma’arif kepada sbmi.or.id pada Jumat, 30 April 2021 di kantornya Jl Pengadegan Utara I No 1a RT 08/06 Pancoran Jakarta Selatan. 

Apa yang kebablasan?

Undang Undang Ciptaker merivisi 5 pasal Undang Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, yaitu tentang Pemberi Izin Usaha Perusahaan Penempatan Pekerja Migra Indonesia (P3MI), tata cara perpanjangan izin, dan perizinan kantor cabang.

“Ternyata setelah penerbitan PP No 5/2021 pada 2 Februari 2021, ketentuannya mengatur tentang sanksi administratif,” jelasnya

Dan yang parahnya, sanksi tersebut sepertinya hendak melemahkan sanksi pidana yang diatur dalam UU PPMI.

Setidaknya ada 4 pasal pidana yang diatur dalam ketantuan UU PPMI, hendak dilemahkan oleh PP  No. 5 Tahun 2021 Tentang Perizinan Usaha Basbasis Resiko, dengan sanksi administratif. 

  1. Pasal 82 huruf (a) UU PPMI. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15. miliar rupiah), setiap Orang yang dengan sengaja menempatkan Calon PMI pada: (a). jabatan dan jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja sehingga merugikan CPMI/PMI tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a. Ketentuan ini diubah menjadi sanksi administratif berupa penghentian sementara dalam pasal 535 huruf (f) PP No. 5/2021 PBBR;
  2. Pasal 82 huruf (b) UU PPMI. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar, setiap Orang yang dengan sengaja menempatkan Calon PMI pada: (b). pekerjaan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b. Ketentuan ini diubah oleh pasal 536 huruf (g) PP No. 5/2021 PBBR;
  3. Pasal 86 (b) UU PPMI. menempatkan Calon Pekerja Migran Indonesia ke negara tertentu yang dinyatakan tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 huruf b. Ketentuan ini di ubah menjadi sanksi administratif berupa penghentian sementara pada pasal 535 huruf (h) PP No. 5/2021 PBBR;
  4. Pasal 86 (c) UU PPMI. menempatkan Pekerja Migran Indonesia tanpa SIP2MI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 huruf (c). Ketentuan ini di ubah menjadi sanksi administratif berupa penghentian sementara pada pasal 535 huruf (a) PP No. 5/2021 PBBR;

Bagaimana jika muatan peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan yang lebih tinggi?

Menurut Pengacara Publik LBH Jakarta, Ayu SH, mengatakan meski secara teori hirarti perundang-undangan sebagaimana yang diatur dalam UU 12 tahun 2011, tidak mungkin Peraturan Pemerintah membatalkan sebuah Undang-Undang, namun demikian jika sanki pidana tidak ditegaskan kembali dalam peraturan yang lebih teknis justru memunculkan ke khawatiran ketentuan pidana tersebut tidak efektif diberlakukan mengingat selama ini banyak Pekerja Migran mengalami kesulitan jika menempuh jalur pidana , selain itu bukankah peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya.  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *