Search

DPC SBMI Lombok Timur Dorong Pemerintah Daerah Anggarkan Sosialisasi Peraturan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia

Lombok Timur, 7 Oktober 2025 – Dewan Pimpinan Cabang Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Lombok Timur mendesak pemerintah daerah untuk segera mengalokasikan anggaran khusus bagi sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia serta Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 79 Tahun 2024 tentang Pemberdayaan Sosial Ekonomi dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Keluarganya.

Desakan ini disampaikan SBMI dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPRD Kabupaten Lombok Timur, Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) pada Selasa (07/10/2025).

Ketua SBMI NTB, Usman, menyampaikan bahwa meskipun Lombok Timur telah memiliki dua regulasi penting terkait perlindungan pekerja migran, pelaksanaannya masih belum optimal.

“Hingga saat ini, perda dan perbup tersebut belum dijalankan secara maksimal. Banyak masyarakat bahkan tidak mengetahui bahwa aturan ini sudah ada, karena tidak pernah disosialisasikan,” ujar Usman.

Menurutnya, kondisi ini menyebabkan banyak calon pekerja migran yang tidak memahami prosedur penempatan yang benar dan akhirnya berangkat melalui jalur unprosedural yang dibantu oleh oknum perekrut.

“Banyak calon pekerja migran yang akhirnya menjadi korban perdagangan orang, bahkan ada yang meninggal dunia dalam kondisi tidak wajar di luar negeri. Ini terjadi karena mereka tidak tahu jalur yang benar dan tidak mendapat informasi yang cukup,” tambahnya.

Usman menegaskan bahwa Lombok Timur merupakan satu-satunya kabupaten di Nusa Tenggara Barat yang telah memiliki produk hukum khusus tentang pelindungan dan pemberdayaan sosial ekonomi pekerja migran. Namun, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah daerah.

“Perda dan perbup ini seharusnya bisa menjadi dasar bagi pemerintah desa untuk membuat peraturan desa agar perlindungan dimulai dari tingkat bawah. Tapi karena tidak pernah disosialisasikan, perangkat desa tidak memiliki pemahaman dan dasar kebijakan yang kuat,” jelasnya.

SBMI berharap pemerintah daerah segera mengambil langkah konkret untuk mengimplementasikan aturan tersebut, dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil dan perangkat desa dalam kegiatan sosialisasi dan pendampingan calon pekerja migran.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi II DPRD Lombok Timur, H. Muhammad Holdi, menyatakan dukungannya dan meminta pemerintah daerah segera menyiapkan anggaran khusus untuk sosialisasi Perda dan Perbup terkait perlindungan pekerja migran.

“Masalah penempatan unprosedural ini tidak boleh terus dibiarkan. Pemerintah harus turun langsung melakukan sosialisasi agar masyarakat tahu jalur resmi dan bisa terlindungi,” tegas Holdi.

Menurutnya, masih tingginya angka keberangkatan unprosedural di Lombok Timur disebabkan oleh minimnya informasi yang diterima masyarakat serta maraknya bujuk rayu oknum perekrut yang menjanjikan jalan cepat ke luar negeri tanpa prosedur resmi.

Dalam rapat tersebut, perwakilan BPKAD dan Bappeda menyampaikan komitmen untuk menindaklanjuti hasil pertemuan dengan menyampaikan rekomendasi kepada pimpinan daerah. Mereka berjanji untuk mengusulkan agar sosialisasi Perda dan Perbup tentang Pemberdayaan Sosial Ekonomi dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dimasukkan ke dalam anggaran tahun 2026.

SBMI juga menegaskan akan terus mendampingi keluarga korban pekerja migran yang berangkat secara unprosedural serta mendorong penegakan hukum terhadap para pelaku perekrutan tidak resmi.

“Kami di SBMI siap mendampingi kasus hingga tuntas. Negara dan pemerintah daerah tidak boleh abai, karena ini menyangkut nyawa dan martabat warga,” pungkas Usman.

SBMI Lombok Timur menilai hasil rapat dengar pendapat ini menjadi momentum penting untuk memperkuat perlindungan pekerja migran dari tingkat desa. Pemerintah daerah diharapkan segera menindaklanjuti komitmen ini agar Perda dan Perbup tidak hanya menjadi dokumen formal, melainkan instrumen nyata dalam memastikan perlindungan dan kesejahteraan pekerja migran beserta keluarganya.