sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

Diduga Menjadi Korban TPPO; 8 AKP Migran Asal Bitung, Laporkan PT.KJS Ke Polisi

5 min read

Jakarta, 08 Mei 2024- Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu (SAKTI) SULUT, dan Serikat Buruh Perikanan Indonesia (SBPI), mendampingi 8 Awak Kapal Perikanan (AKP) Migran melaporkan dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang dilakukan oleh PT. Klasik Jaya Samudra (KJS)  yang merekrut dan menempatkan para AKP Migran di atas Kapal berbendera China (Kapal Fu Yuan Yu 857).     

8 AKP Migran mengaku awalnya pada November-Desember 2023 direkrut di Kota  Bitung, Sulawesi Utara, dengan diiming-imingi kerja ke luar negeri di Kapal Korea dan Taiwan dengan gaji di sekitaran 300-350 USD serta kondisi kerja layak dan seluruh biaya proses penempatan akan ditanggung oleh PT. KJS. Kemudian para AKP Migran diangkut ke Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah dan ditampung di penampungan milik PT. KJS selama Desember-Maret 2024.  Setelah dilakukan identifikasi, ditemukan sejumlah dokumen para AKP Migran yang diduga dipalsukan oleh PT. KJS dan pihak lainnya, serta dugaan praktik jeratan hutang yang dilakukan oleh PT. KJS.

Salah satu AKP yang menjadi korban berinisial S, menceritakan pengalamannya sejak awal proses perekrutan, “7 AKP berasal dari Bitung dan 1 AKP berasal dari Maluku Utara, mendapatkan informasi mengenai bekerja keluar negeri dari teman, tetangga serta Facebook yang kemudian para AKP Migran menuju PT. Klasik Jaya Samudra yang berdomisili di Pemalang. Info yang kami dapatkan bahwa semua persiapan seperti dokumen serta tempat tinggal, makan dan minum seluruhnya akan ditanggung pihak perusahaan. Namun, setelah sampai di Pemalang kami ketahui bahwa semua biaya itu kami yang menanggung, dan akan langsung dipotong dari gaji dengan mata uang dollar setelah kami bekerja nantinya yang sebelumnya tidak kami sepakati, hal ini menyebabkan kami terjerat hutang.” tuturnya

S juga menjelaskan bahwa ia dan AKP lainnya, dijerat hutang oleh PT.KJS dengan cara seluruh biaya penempatan dan pengurusan dokumen dibiayai oleh pihak perusahaan dengan proses tanpa sepengetahuan para AKP Migran. Hal ini juga berkaitan dengan dugaan adanya proses manipulasi pada proses pembuatan dokumen para AKP Migran, dimana SKCK yang tidak pernah dibuat atas kehendak para AKP, tiba-tiba telah diterbitkan oleh Polsek Kawasan Pelabuhan Benoa, juga terkait Ijazah SMA paket C atas nama para AKP Migran telah dibuat tanpa sepengetahuan dan keikutsertaan yang bersangkutan dan diterbitkan oleh Balai Pendidikan Robiatul Adawiyah di Jakarta Utara. 

Selain dokumen di atas, pembuatan Basic Safety Training (BST) juga penuh manipulasi, dimana syarat pembuatan BST adalah memiliki Ijazah SMP dan SKCK, namun pada faktanya salah satu AKP Migran tidak lulus pendidikan dasar dan beberapa AKP lainnya tidak memiliki Ijazah pendidikan menengah mereka.

Mengacu pada fakta-fakta yang diterangkan korban, SBMI menilai bahwa Buku Pelaut para AKP Migran yang diterbitkan Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Cirebon juga bermasalah dan SBMI menduga ada manipulasi dalam penerbitan buku pelaut. Karena pada saat yang bersamaan ada AKP Migran yang proses pembuatan BST dan SKCK penuh dengan manipulasi

Pada saat penandatanganan kontrak, para AKP juga tidak diberikan waktu yang cukup untuk membaca dan memahami isi kontrak dikarenakan penandatangan dilakukan hanya beberapa jam sebelum AKP Migran diberangkatkan, serta AKP Migran dipaksa menandatangani dan memberikan sidik jari pada surat pernyataan yang tak sesuai dengan isi kontrak. Pada fakta ini, menjadi pembuktian bahwa PT.KJS telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan dan memanfaatkan kondisi rentan para AKP Migran. 

Sebelum keberangkatan, sekitar akhir bulan Maret 2024 para AKP Migran dipindahkan ke penampungan di Tangerang yang kemudian diberangkatkan melalui penerbangan ke Singapura. Sesampainya di Singapura para AKP Migran kemudian dibawa oleh agency dan dipindahkan ke Kapal Tug Boat kemudian dipindahkan ke Kapal Collecting Xing Wang 99 untuk kemudian dinaikkan ke Kapal Fu Yuan Yu 857. S membeberkan perihal cara atau aturan pekerjaan mereka di atas kapal, “Setelah bekerja di atas kapal, kami diharuskan untuk bekerja dari pukul 9 malam sampai pukul 9 pagi serta hanya diberikan waktu istirahat selama 2 jam sehari dan setelah itu kami  baru diperbolehkan makan dan minum, bahkan ketika bekerja dan kami hanya minta air itu tidak pernah diberikan. Kondisi tempat tinggal dan istirahat pun sangat tidak layak, karena tidak ada ruang gerak untuk satu sama lain.” tambah S

Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno dalam pernyataannya kepada media menjelaskan terkait laporan pada kasus ini, “Hari ini SBMI, SAKTI SULUT, dan SBPI mendampingi korban yaitu 8 awak kapal perikanan migran untuk membuat laporan ke Bareskrim Polri dengan menggunakan Undang-Undang 21 Tahun 2007 terkait dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dialami oleh AKP Migran asal Bitung. 3 unsur TPPO terpenuhi, yang mana Pasal yang akan kita gunakan adalah Pasal 4 Undang-Undang 21 Tahun 2007 karena melibatkan perdagangan orang yang membawa WNI keluar negeri. Lalu kita juga menggunakan pasal 13 untuk menyasar korporasi yang bertanggung jawab dalam bisnis ini, serta kita juga menggunakan Pasal 10 untuk pihak yang membantu melakukan TPPO dan Pasal 8 untuk penyalahgunaan kekuasaan oleh penyelenggara negara yang mengakibatkan terjadinya TPPO.” jelas Hariyanto

Hariyanto juga menambahkan bahwa PT. KJS yang memberangkatkan 8 AKP Migran ini mempunyai catatan buruk karena terlibat dalam bisnis perdagangan orang. “Tahun lalu, Direktur Utama PT. KJS itu menjadi komisaris di PT. SMS, dimana direktur PT.SMS terlibat dalam bisnis perdagangan orang dan ditindak dan diadili di Jawa Tengah dengan menggunakan Undang-Undang 21 Tahun 2007, yang artinya PT.KJS ini adalah sebuah perusahaan yang sistemik berada pada lingkaran perdagangan orang yang tak tersentuh. Harapan kami adalah, kepolisian mau menerima laporan ini dan mendapat laporan polisi dengan secepat-cepatnya.

Rahmatullah, perwakilan dari Serikat Buruh Perikanan Indonesia (SBPI) berharap kasus ini dapat diproses oleh pihak kepolisian secepatnya. “SBPI menuntut pihak kepolisian agar secepatnya memproses laporan ini dan mengusut tuntas terkait kejahatan yang dilakukan oleh PT.KJS yang melibatkan direktur utama sebagai korporasi. Karena sepanjang yang kita ketahui masih banyak teman-teman yang ditampung di Pemalang untuk diberangkatkan secara unprosedural. Saya juga berharap pihak kepolisian memberikan kejelasan terkait proses yang akan dijalani nantinya.” harap Rahmat

Arnon Hiborang, Ketua Umum Sakti Sulut turut menyampaikan, “Dengan penuh kepedulian terhadap hak asasi manusia dan komitmen untuk melawan perdagangan manusia, SBMI bersama dengan SAKTI SULUT dan SBPI hari ini dengan tegas melaporkan PT. KJS atas terlibatnya dalam tindak pidana perdagangan orang terhadap 8 awak kapal perikanan migran. Kami menyerukan pemerintah dan lembaga berwenang, yang langkah awalnya adalah kepolisian untuk bertindak tegas dalam menegakkan hukum dan menjamin keadilan bagi para korban serta mengambil langkah-langkah preventif untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa mendatang.” katanya

Sementara itu, pihak Unit TPPO di Bareskrim Polri telah memastikan bahwa kasus ini akan ditangani dengan prosedur yang ada untuk mengusut tuntas terkait dugaan jaringan kejahatan perdagangan orang yang terlibat dalam kasus ini. Atas laporan yang diajukan dengan kelengkapan bukti-bukti yang ada, Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Bareskrim Polri menerbitkan Laporan Poiisi dengan nomor STTL/144/V/2024/Bareskrim, dengan terlapor PT. Klasik Jaya Samudra yang diduga melakukan kejahatan Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Visits: 657

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *