sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

BELAJAR MENGENAL JUDICIAL REVIEW ATAU UJI MATERI DI MAHKAMAH KONSTITUSI

12 min read

Apa itu Uji Materi atau Judicial Review? 

  1. proses pengujian peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang dilakukan oleh lembaga peradilan.
  2. proses penilaian isi peraturan perundang-undangan untuk menentukan apakah bertentangan atau tidaknya dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Istilah lainnya adalah permohonan (pasal 1 ayat (3) UU No. 8 tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi),  yaitu permintaan yang diajukan secara tertulis oleh pemohon kepada Mahkamah Konstitusi mengenai:

  1. pengujian undang-undang terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. b. sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  3. pembubaran partai politik;
  4. perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau
  5. pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Konstitusi. Permohonan harus ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya dalam 12 rangkap. Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat, nama dan alamat pemohon, uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan dan hal-hal yang diminta untuk diputus.

Apa saja jenis permohonan pengujian ?

  1. Pengujian materiil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan materi muatan dalam
    ayat, pasal, dan/atau bagian UU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
  2. Pengujian formil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan proses pembentukan
    UU dan hal-hal lain yang tidak termasuk pengujian materiil sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2).

Siapa itu pemohon?

Pemohon dalam pengujian UU terhadap UUD 1945 adalah:

  1. Perorangan warga negara Indonesia atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama;
  2. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
    perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
    diatur dalam UU;
  3. Badan hukum publik atau badan hukum privat, atau;
  4. Lembaga negara.

Apa saja hal yang dimohonkan untuk diputus dalam pengujuan materil?

  1. mengabulkan permohonan Pemohon;
  2. menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari UU dimaksud bertentangan dengan UUD 1945;
  3. menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari UU dimaksud tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Bagaimana tata cara pengajuan permohonan? 

  1. Permohonan diajukan kepada Mahkamah melalui Kepaniteraan.
  2. Proses pemeriksaan kelengkapan administrasi permohonan bersifat terbuka yang dapat
    diselenggarakan melalui forum konsultasi oleh calon Pemohon dengan Panitera
  3. Petugas Kepaniteraan wajib memeriksa kelengkapan alat bukti yang mendukung permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) sekurang-kurangnya
    berupa bukti diri Pemohon sesuai dengan kualifikasi, yaitu:
    a). foto kopi identitas diri berupa KTP, bukti keberadaan masyarakat hukum adat, b). akta pendirian dan pengesahan badan hukum baik publik maupun privat, c). peraturan perundang-undangan pembentukan lembaga negara yang bersangkutan, d). bukti surat atau tulisan yang berkaitan dengan alasan permohonan, e). daftar calon ahli dan/atau saksi disertai pernyataan singkat tentang hal-hal yang akan diterangkan terkait dengan alasan permohonan, serta pernyataan bersedia menghadiri persidangan, dalam hal Pemohon bermaksud mengajukan ahli dan/atau saksi, f). daftar bukti-bukti lain yang dapat berupa informasi yang disimpan dalam atau dikirim melalui media elektronik, bila dipandang perlu.
  4. Apabila berkas permohonan dinilai telah lengkap, berkas permohonan dinyatakan
    diterima oleh Petugas Kepaniteraan dengan memberikan Akta Penerimaan Berkas
    Perkara kepada Pemohon.
  5. Apabila permohonan belum lengkap, Panitera Mahkamah memberitahukan kepada
    Pemohon tentang kelengkapan permohonan yang harus dipenuhi, dan Pemohon harus
    sudah melengkapinya dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak
    diterimanya Akta Pemberitahuan Kekuranglengkapan Berkas.
  6. Apabila kelengkapan permohonan sebagaimana dimaksud ayat (7) tidak dipenuhi,
    maka Panitera menerbitkan akta yang menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak
    diregistrasi dalam BRPK dan diberitahukan kepada Pemohon disertai dengan
    pengembalian berkas permohonan.
  7. Permohonan pengujian undang-undang diajukan tanpa dibebani biaya perkara.

Bagaimana cara registrasinya?

  1. Permohonan yang sudah lengkap dan memenuhi persyaratan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) dan diberi nomor perkara.
  2. Panitera memberikan akta sebagai bukti pencatatan permohonan
  3. Mahkamah menyampaikan salinan permohonan kepada DPR dan Presiden melalui
    surat yang ditandatangani Panitera untuk diketahui, dalam jangka waktu paling lambat
    7 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam BRPK.
  4. Mahkamah memberitahukan kepada Mahkamah Agung melalui surat yang ditandatangani Ketua yang isinya mengenai adanya permohonan pengujian undang undang dimaksud dan pemberitahukan agar Mahkamah Agung menghentikan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang diuji dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam BRPK.
  5. Penyampaian salinan permohonan dan pemberitahuan disampaikan oleh Juru Panggil
    yang dibuktikan dengan berita acara penyampaian.
  6. Dalam hal permohonan yang telah dicatat dalam BRPK dan dilakukan penarikan kembali oleh Pemohon, maka Panitera menerbitkan Akta Pembatalan Registrasi permohonan yang telah diajukan Pemohon dan diberitahukan kepada Pemohon disertai dengan pengembalian berkas permohonan.

Penjadwalan Sidang

  1. Panitera menyampaikan berkas perkara yang sudah diregistrasi kepada Ketua Mahkamah untuk menetapkan susunan Panel Hakim yang memeriksa perkara tersebut, setelah terlebih dahulu Panitera menetapkan Panitera Pengganti.
  2. Ketua Panel Hakim menetapkan hari sidang pertama dalam jangka waktu paling lambat 14 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam BRPK.
  3. Penetapan hari sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberitahukan kepada Pemohon dan diumumkan kepada masyarakat.
  4. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan dengan menempelkan pada papan pengumuman yang khusus dibuat untuk itu dan dalam situs Mahkamah Konstitusi (www.mahkamahkonstitusi.go.id), serta disampaikan kepada media cetak dan elektronik.

Panggilan Sidang

  1. Pemberitahuan panggilan harus sudah diterima oleh Pemohon atau kuasanya dalam jangka waktu paling lambat 3 hari sebelum hari persidangan.
  2. Pemberitahuan dilakukan dengan Surat Panggilan yang ditandatangani oleh Panitera dan disampaikan secara langsung oleh Juru Panggil atau melalui telepon, faksimili, dan/atau surat elektronik yang dibuktikan dengan berita acara penyampaian.

Pemeriksaan Pendahuluan

  1. Pemeriksaan pendahuluan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Panel
    Hakim yang sekurang-kurangnya terdiri atas 3 orang Hakim Konstitusi.
  2. Pemeriksaan pendahuluan dapat dilakukan dalam Sidang Pleno yang dihadiri oleh
    sekurang-kurangnya 7 orang Hakim Konstitusi

Pemeriksaan pendahuluan, Hakim memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan yang meliputi kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, dan pokok permohonan. Hakim wajib memberi nasihat kepada Pemohon dan/atau kuasanya untuk melengkapi dan/atau memperbaiki permohonan dalam jangka waktu paling lambat 14 hari. Nasihat juga mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tertib persidangan. Jika Hakim berpendapat bahwa permohonan telah lengkap dan jelas, dan/atau telah diperbaiki sesuai dengan nasihat dalam sidang panel, Panitera menyampaikan salinan permohonan dimaksud kepada Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.  Jika pemeriksaan pendahuluan telah dilakukan oleh Panel Hakim, Panel yang bersangkutan melaporkan hasil pemeriksaan dan memberikan rekomendasi kepada Rapat Pleno Permusyawaratan Hakim untuk proses selanjutnya. Dalam laporan panel  termasuk pula usulan penggabungan pemeriksaan persidangan terhadap beberapa perkara dalam hal :

  1. memiliki kesamaan pokok permohonan;
  2. memiliki keterkaitan materi permohonan atau;
  3. pertimbangan atas permintaan Pemohon;

Pemeriksaan penggabungan perkara dapat dilakukan setelah mendapat Ketetapan Ketua Mahkamah;

Pemeriksaan Persidangan
(1) Pemeriksaan persidangan dilakukan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum.
(2) Pemeriksaan persidangan dapat dilakukan oleh Panel Hakim dalam keadaan tertentu yang diputuskan oleh Rapat Permusyawaratan Hakim.

Pemeriksaan persidangan sebagaimana dimaksud adalah:

  1. pemeriksaan pokok permohonan;
  2. pemeriksaan alat-alat bukti tertulis;
  3. mendengarkan keterangan Presiden/Pemerintah;
  4. mendengarkan keterangan DPR dan/atau DPD;
  5. mendengarkan keterangan saksi;
  6. mendengarkan keterangan ahli;
  7. mendengarkan keterangan Pihak Terkait;
  8. pemeriksaan rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan, dan/atau peristiwa
    yang bersesuaian dengan alat-alat bukti lain yang dapat dijadikan petunjuk;
  9. pemeriksaan alat-alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan,
    dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
    serupa dengan itu.

Atas permintaan Hakim, keterangan yang terkait dengan permohonan wajib disampaikan baik
berupa keterangan tertulis, risalah rapat, dan/atau rekaman secara elektronik, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak diterimanya permintaan dimaksud. Pemeriksaan persidangan dapat dilakukan dengan persidangan jarak jauh (teleconference). Setelah pemeriksaan persidangan dinyatakan selesai, pihak-pihak diberikan kesempatan menyampaikan kesimpulan akhir secara lisan dan/atau tertulis selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak hari persidangan terakhir, kecuali ditentukan lain dalam persidangan.

Pihak Terkait

Pihak Terkait Langsung:

  1. Pihak Terkait yang berkepentingan langsung adalah pihak yang hak dan/atau
    kewenangannya terpengaruh oleh pokok permohonan.
  2. Pihak Terkait dapat diberikan hak-hak yang sama dengan Pemohon dalam persidangan dalam hal keterangan dan alat bukti yang diajukannya belum cukup terwakili dalam keterangan dan alat bukti yang diajukan oleh Presiden/Pemerintah, DPR, dan/atau DPD.

Pihak Terkait yang berkepentingan tidak langsung:

  1. pihak yang karena kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya perlu didengar keterangannya;
  2. pihak yang perlu didengar keterangannya sebagai ad informandum, yaitu pihak yang hak dan/atau kewenangannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan tetapi karena kepeduliannya yang tinggi terhadap permohonan dimaksud.

Pihak Terkait harus mengajukan permohonan kepada Mahkamah melalui Panitera, yang selanjutnya apabila disetujui ditetapkan dengan Ketetapan Ketua Mahkamah, yang salinannya disampaikan kepada yang bersangkutan.  Jika permohonan Pihak Terkait tidak disetujui, pemberitahuan tertulis disampaikan kepada yang bersangkutan oleh Panitera atas perintah Ketua Mahkamah.

  1. Apabila dipandang perlu, pemeriksaan persidangan dapat diikuti dengan pemeriksaan
    setempat yang dilakukan oleh Hakim Konstitusi yang ditunjuk dengan didampingi oleh Panitera dan/atau Panitera Pengganti serta dapat pula disertai Pemohon, Presiden/ Pemerintah, DPR, DPD, dan Pihak Terkait yang hasilnya disampaikan dalam persidangan.
  2. Pemeriksaan setempat bertujuan untuk memperoleh petunjuk. Segala biaya yang timbul dalam pemeriksaan setempat dibebankan kepada masing-masing pihak.

Dugaan Pidana Dalam Pembentukan Undang Undang.

  1. Dalam hal Pemohon mendalilkan adanya dugaan perbuatan pidana dalam pembentukan undang-undang yang dimohonkan pengujiannya, Mahkamah dapat menghentikan sementara pemeriksaan permohonan atau menunda putusan;
  2. Dalam hal dalil mengenai dugaan perbuatan pidana yang disertai dengan bukti-bukti, Mahkamah dapat menyatakan menunda pemeriksaan dan  memberitahukan kepada pejabat yang berwenang untuk menindaklanjuti adanya persangkaan tindak pidana yang diajukan oleh Pemohon.
  3. Dalam hal dugaan perbuatan pidana telah diproses secara hukum oleh pejabat yang berwenang, untuk kepentingan pemeriksaan dan pengambilan keputusan, Mahkamah dapat meminta keterangan kepada pihak-pihak berwenang yang melakukan penyidikan dan/atau penuntutan.
  4. Penghentian proses pemeriksaan permohonan atau penundaan putusan ditetapkan dengan Ketetapan Mahkamah yang diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.

Penarikan Permohonan

  1. Dalam hal Pemohon mengajukan permohonan penarikan kembali, Rapat Pleno Permusyawaratan Hakim atau Panel Hakim yang bersangkutan melalui Rapat Pleno Permusyawaratan Hakim memberikan rekomendasi kepada Mahkamah untuk menerbitkan Ketetapan Ketua Mahkamah.
  2. Ketua Mahkamah menerbitkan Ketetapan Penarikan Kembali yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, dengan memerintahkan kepada Panitera untuk mencatat dalam BRPK, yang salinannya disampaikan kepada Pemohon.

Pembuktian

  1. Pembuktian dibebankan kepada Pemohon.
  2. Apabila dipandang perlu, Hakim dapat pula membebankan pembuktian kepada
    Presiden/Pemerintah, DPR, DPD, dan/atau Pihak Terkait.
  3. Presiden/Pemerintah, DPR, DPD, dan/atau Pihak Terkait dapat mengajukan bukti sebaliknya (tegen-bewijs).
  4. Dalam hal Mahkamah menentukan perlu mendengar keterangan Presiden/Pemerintah
    DPR, dan DPD, keterangan ahli dan/atau saksi didengar setelah keterangan Presiden/Pemerintah, DPR, dan DPD kecuali untuk kepentingan kelancaran persidangan Mahkamah menentuan lain.

Macam-macam alat bukti

Alat bukti yang dapat diajukan untuk diperiksa di persidangan, adalah:

  1. surat atau tulisan yang harus dapat dipertanggungjawabkan cara perolehannya
    secara hukum;
  2. keterangan saksi di bawah sumpah mengenai fakta yang dilihat, didengar, dan dialaminya sendiri;
  3. keterangan ahli di bawah sumpah sesuai dengan keahliannya;
  4. keterangan Pemohon, Presiden/Pemerintah, DPR, dan/atau DPD, serta keterangan
    pihak yang terkait langsung;
  5. petunjuk yang diperoleh dari rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan,
    dan/atau peristiwa yang bersesuaian dengan alat-alat bukti lain; dan/atau
  6. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

Alat bukti surat atau tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang berupa kutipan, salinan, atau fotokopi peraturan perundang-undangan, keputusan tata usaha negara, dan/atau putusan pengadilan, naskah aslinya harus diperoleh dari lembaga resmi yang menerbitkannya.

Pemeriksaan Alat Bukti

  1. Pemeriksaan alat bukti surat atau tulisan dimulai dengan menanyakan cara perolehannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
  2. Pemeriksaan alat bukti surat atau tulisan yang berupa fotokopi meliputi: a. materai; b. legalisasi dan/atau pencocokan dengan surat aslinya.
  3. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum dipenuhi, Ketua
    Sidang mengembalikannya kepada Pemohon untuk dipenuhi sebelum atau pada sidang
    berikutnya.
  4. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipenuhi, Ketua Sidang
    menyatakan sah dalam persidangan.

Saksi-Saksi

  1. Saksi dapat diajukan oleh Pemohon, Presiden/Pemerintah, DPR, DPD, Pihak Terkait,
    atau dipanggil atas perintah Mahkamah.
  2. Pemeriksaan saksi dimulai dengan menanyakan identitas (nama, tempat tanggal lahir/umur, agama, pekerjaan, dan alamat) saksi dan kesediaannya diambil sumpah atau janji berdasarkan agamanya untuk menerangkan apa yang didengar, dilihat, dan dialaminya sendiri.
  3. Diawali dengan lafal sumpah atau janji saksi, Demi Allah /Semoga Tuhan menolong saya/ Om Atah Parama Wisesa/Namo Sakyamuni Buddhaya Demi Hyang Buddha, “Saya bersumpah/berjanji sebagai saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya
    tidak lain dari yang sebenarnya”.

Ahli

  1. Ahli dapat diajukan oleh Pemohon, Presiden/Pemerintah, DPR, DPD, Pihak Terkait,
    atau dipanggil atas perintah Mahkamah.
  2. Keterangan ahli yang dapat dipertimbangkan oleh Mahkamah adalah keterangan yang
    diberikan oleh seorang yang tidak memiliki kepentingan yang bersifat pribadi (conflict
    of interest) dengan subjek dan/atau objek perkara yang sedang diperiksa.
  3. Pemeriksaan ahli dimulai dengan menanyakan identitas (nama, tempat tanggal
    lahir/umur, agama, pekerjaan, dan alamat) dan riwayat hidup serta keahliannya; dan
    ditanyakan pula kesediaannya diambil sumpah atau janji menurut agamanya untuk
    memberikan sesuai dengan keahliannya.
  4. Pemeriksaan ahli dalam bidang keahlian yang sama yang diajukan oleh pihak-pihak
    dilakukan dalam waktu yang bersamaan.

Pihak Terkait

  1. Pemeriksaan terhadap pihak terkait dilakukan dengan mendengar keterangan yang
    berkaitan dengan pokok permohonan.
  2. Pihak Terkait yang mempunyai kepentingan langsung sebagaimana dimaksud Pasal 14
    ayat (5) dapat diberikan kesempatan untuk:
  • memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis;
  • mengajukan pertanyaan kepada ahli dan/atau saksi;
  • mengajukan ahli dan/atau saksi sepanjang berkaitan dengan hal-hal yang dinilai
    belum terwakili dalam keterangan ahli dan/atau saksi yang telah didengar
    keterangannya dalam persidangan;
  • menyampaikan kesimpulan akhir secara lisan dan/atau tertulis.

Penerjemah

  1. Penerjemah adalah seseorang yang karena kemahirannya, mampu menerjemahkan dari
    bahasa asing ke dalam Bahasa Indonesia dan sebaliknya.
  2. Pemeriksaan untuk Penerjemah dimulai dengan menanyakan identitas, nama, tempat
    tanggal lahir/umur, agama, pekerjaan, dan alamat penerjemah dan kesediaannya
    diambil sumpah berdasarkan agamanya untuk menerjemahkan atau yang ia dengar.
  3. Mengucapkan lafal sumpah atau janji ahli, Saya bersumpah/berjanji sebagai penerjemah akan menerjemahkan yang sebenarnya tidak lain dari yang sebenarnya”

Keterangan

  1. Keterangan Presiden adalah keterangan resmi pemerintah baik secara lisan maupun
    tertulis mengenai pokok permohonan yang merupakan hasil koordinasi dari Menterimenteri
    dan/atau Lembaga/Badan Pemerintah terkait.
  2. Presiden dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada Menteri Hukum dan
    HAM beserta para menteri, dan/atau pejabat setingkat menteri yang terkait dengan pokok permohonan.
  3. Menteri atau pejabat setingkat menteri sebagai kuasa Presiden/Pemerintah dapat mengikuti seluruh rangkaian pemeriksaan persidangan dan wajib hadir sekurang-kurangnya satu kali untuk setiap perkara, dalam hal Mahkamah memerlukan dan memanggilnya.
  4. Keterangan DPR adalah keterangan resmi DPR baik secara lisan maupun tertulis yang berisi fakta-fakta yang terjadi pada saat pembahasan dan/atau risalah yang berkenaan dengan pokok perkara. Pimpinan DPR dapat memberikan kuasa kepada pimpinan dan/atau anggota komisi yang membidangi hukum, komisi terkait dan/atau anggota DPR yang ditunjuk. Kuasa Pimpinan DPR dapat didampingi oleh anggota komisi, anggota panitia, dan/atau anggota DPR lainnya yang terkait dengan pokok permohonan.
  5. Atas izin dan melalui Ketua Sidang, pihak-pihak dalam persidangan dapat saling mengajukan pertanyaan dan/atau tanggapan mengenai pokok permasalahan yang diajukan oleh masing-masing pihak, dan mengajukan pertanyaan kepada saksi dan/atau ahli yang diajukan oleh pihak-pihak. Pemohon dapat memperoleh dan menanggapi keterangan tertulis baik dari
    Presiden/Pemerintah, DPR, dan/atau DPD, maupun Pihak Terkait.

Rapat Permusyawaratan Hakim

  1. Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dilakukan secara tertutup dan rahasia yang
    dipimpin oleh Ketua Mahkamah.
  2. Dalam hal Ketua Mahkamah berhalangan memimpin, Rapat Pleno dipimpin oleh Wakil Ketua Mahkamah.
  3. Dalam hal Ketua Mahkamah dan Wakil Ketua Mahkamah berhalangan dalam waktu bersamaan Rapat Pleno dipimpin oleh Ketua Sementara yang dipilih dari dan oleh Anggota Mahkamah.
  4. Kuorum RPH untuk mengambil keputusan adalah sekurang-kurangnya 7 orang Hakim Konstitusi, dibantu Panitera, dan petugas lain yang disumpah.
  5. RPH yang tidak untuk mengambil keputusan dapat dilakukan tanpa terikat ketentuan kuorum.

RPH mendengar, membahas, dan/atau mengambil keputusan mengenai:

  1. laporan panel tentang pemeriksaan pendahuluan;
  2. laporan panel tentang pemeriksaan persidangan;
  3. rekomendasi panel tentang tindak lanjut hasil pemeriksaan permohonan;
  4. pendapat hukum (legal opinion) para Hakim Konstitusi;
  5. hasil pemeriksaan persidangan pleno dan pendapat hukum para Hakim  Konstitusi;
  6. Hakim Konstitusi yang menyusun rancangan putusan;
  7. rancangan putusan akhir;
  8. penunjukan Hakim Konstitusi yang bertugas sebagai pembaca terakhir rancangan putusan;
  9. pembagian tugas pembacaan putusan dalam sidang pleno.

Tindak lanjut laporan panel dapat berupa:

  1. pembahasan mengenai rancangan putusan yang akan diambil menyangkut kewenangan Mahkamah dan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon;
  2. perlu-tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan atau dapat segera diambil putusan;
  3. pelaksanaan pemeriksaan lanjutan dilakukan oleh pleno atau panel.

Putusan
Putusan diambil dalam RPH yang dihadiri sekurang-kurangnya 7 orang Hakim Konstitusi dan dibaca/diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum yang dihadiri sekurang-kurangnya 7 orang Hakim Konstitusi. Setiap Hakim Konstitusi wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap permohonan. Putusan sedapat mungkin diambil secara musyawarah untuk mufakat. (3) Dalam hal tidak dicapai mufakat bulat, rapat ditunda sampai rapat permusyawaratanberikutnya. Setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh ternyata tidak dapat dicapai mufakatbulat, putusan diambil dengan suara terbanyak. Jika RPH tidak dapat mengambil putusan dengan suara terbanyak maka suara terakhir Ketua RPH menentukan. Pendapat Hakim Konstitusi yang berbeda terhadap putusan dimuat dalam putusan,kecuali hakim yang bersangkutan tidak menghendaki.

UU yang diuji oleh Mahkamah tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Putusan Mahkamah memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum. Salinan putusan Mahkamah mengenai pengujian UU terhadap UUD 1945 dikirimkan kepada Pemohon dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan diucapkan dan disampaikan kepada DPR, DPD, Presiden/Pemerintah, dan Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah yang mengabulkan permohonan wajib dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.

Komunikasi dengan Hakim di Luar Persidangan
Pemohon dan para Pihak Terkait dengan materi permohonan yang berusaha berkomunikasi dengan Hakim di luar persidangan dengan maksud untuk memengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kemandirian Hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dilaporkan oleh Hakim yang bersangkutan dalam RPH untuk diambil tindakan seperlunya sesuai peraturan yang berlaku atau setidak-tidaknya untuk dipergunakan sebagai bukti mengenai
adanya niat yang tidak baik dari yang bersangkutan, terkait dengan penilaian Hakim
atas perkara yang sedang diperiksa.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *