Indramayu, 18 Agustus 2025 – Dewan Pimpinan Cabang Serikat Buruh Migran Indonesia (DPC SBMI) Indramayu kembali mendampingi kasus serius yang menimpa seorang Pekerja Migran Indonesia. berinisial L, warga Desa Loyang, Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu, pulang ke tanah air dalam kondisi depresi setelah sembilan tahun bekerja di Singapura namun hanya menerima gaji Rp 12 juta.
L berangkat ke Singapura pada 2016 melalui P3MI/PT Sekar Tanjung Lestari yang beralamat di Grogol, Jakarta Barat. Saat mendaftar, ia baru lulus SMA. Namun, pihak perusahaan perekrut justru memanipulasi usia L dengan menambahkan lima tahun dari umur aslinya, demi memenuhi syarat penempatan kerja.
Setibanya di Singapura, L ditempatkan sebagai pekerja rumah tangga. Selama sembilan tahun, ia hidup dalam keterbatasan komunikasi dengan keluarga. Setiap bulan ia dipaksa menandatangani kwitansi penerimaan gaji, tetapi uang tersebut tidak pernah benar-benar diberikan oleh majikannya.
Tragedi semakin menyesakkan ketika pada Maret 2025, keluarga L yang membutuhkan biaya sekolah untuk adiknya meminta gaji L kepada majikan. Alih-alih menyerahkan upah sembilan tahun penuh, majikan hanya memberikan 1.000 dolar Singapura atau sekitar Rp12 juta; jumlah yang sangat jauh dari seharusnya.
Lebih parah lagi, pada Juli 2025, L dibawa ke rumah sakit jiwa dalam keadaan tidak sadarkan diri oleh orang kepercayaan majikan. Ia dirawat selama satu bulan penuh tanpa penjelasan yang jelas mengenai kondisinya. Usai perawatan, pihak rumah sakit langsung memulangkan L ke Indonesia tanpa memberikan keterangan apapun. Setibanya di Bandara Soekarno-Hatta, pihak imigrasi menghubungi keluarganya untuk menjemput.
Kondisi L saat itu masih mengalami depresi ringan akibat tekanan fisik dan psikis yang dialami.
Pada 15 Agustus 2025, L bersama keluarganya resmi mengadukan kasus ini ke DPC SBMI Indramayu. Saat ini, SBMI Indramayu tengah memberikan pendampingan intensif, termasuk menyiapkan surat pengaduan resmi ke Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI/KP2MI) dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura, agar hak-hak L dapat dituntut secara hukum dan majikan diberi sanksi sesuai aturan.
“Upaya yang sudah kami lakukan ialah sudah berkoordinasi bersama kawan-kawan jaringan di Singapura untuk membantu melaporkan majikan dan agensi ke Ministry of Manpower (MOM) Singapura, dan selanjutnya kami akan melakukan pengaduan ke KP2MI maupun KBRI Singapura,” ujar Jaenuri, Ketua DPC SBMI Indramayu.
Kasus L menjadi potret nyata rapuhnya sistem pelindungan bagi perempuan buruh migran Indonesia, sejak proses perekrutan yang sarat manipulasi, lemahnya pengawasan negara di luar negeri, hingga kekerasan ekonomi dan psikis yang dialami pekerja.
DPC SBMI Indramayu menegaskan, kasus ini bukan yang pertama kali terjadi. Ratusan buruh migran asal Indramayu kerap menghadapi praktik serupa: upah tidak dibayar, identitas dipalsukan, hingga diperlakukan tidak manusiawi. Negara didesak tidak lagi abai, melainkan hadir secara konkret untuk memastikan keadilan bagi para pahlawan devisa yang selama ini disia-siakan.
Views: 129