Search

Tinjauan Pelaksanaan UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia: SBMI Berikan Potret Evaluasi Implementasi  UU 18/2017 Kepada DPR

Jakarta, 24 Juli 2024 – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) laksanakan konsultasi publik terkait pemantauan pelaksanaan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Konsultasi ini berlangsung di Gedung Setjen DPR pada Rabu (24/7/2024).

Konsultasi ini merupakan langkah penting dalam memastikan pelaksanaan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) berjalan dengan baik dan memberikan pelindungan yang optimal bagi para pekerja migran. Ade selaku Koordinator Pemantauan Undang-Undang DPR RI sekaligus Ketua Tim Evaluasi UU PPMI menyampaikan bahwa Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) mengatur bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, 

“Didasarkan karena UUD pula, diskusi atau konsultasi yang kita laksanakan ini  guna kami ingin mengetahui atau memotret terkait kendala di lapangan dalam pemenuhan implementasi dan efektivitas UU PPMI ini apa saja dan sudah sejauh mana. Karena seperti yang kita ketahui bersama bahwa UU PPMI belum masuk ke prolegnas, pun kami adalah unit kerja dibawah DPR RI yang dapat membantu hal ini dalam sisi substansinya.” terang Ade

Hariyanto, Ketua Umum SBMI, menyampaikan bahwa SBMI telah terlibat aktif dalam revisi UU 39 sejak tahun 2010 bersama koalisi. “UU 18/2017 adalah langkah awal yang penting dalam kemajuan pelindungan hukum di Indonesia. UU PPMI memberikan peran yang lebih besar kepada pemerintah dalam penempatan dan pelindungan pekerja migran, serta mengurangi peran swasta, UU PPMI sebagai bentuk yang sangat komprehensif, ini sebagai langkah maju yang dahulu diabaikan,” ujar Hariyanto 

Dalam konsultasi ini pula, SBMI menyampaikan bahwa telah menyoroti adanya ego sektoral di antara kementerian yang menghambat implementasi UU PPMI. “Selama ini ada tarik ulur kepentingan antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian Ketenagakerjaan yang menghambat pembentukan peraturan pelaksana yang diperlukan,” jelas Hariyanto.

tinjauan pelaksanaan uu pelindungan pekerja migran indonesia: sbmi berikan potret evaluasi implementasi  uu 18/2017 kepada dpr 15/07/2025
tinjauan pelaksanaan uu pelindungan pekerja migran indonesia: sbmi berikan potret evaluasi implementasi  uu 18/2017 kepada dpr

Kendala yang dimaksud termasuk tarik ulur kepentingan antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian Ketenagakerjaan, serta saling menunggu hasil putusan oleh Mahkamah Konstitusi. Hal ini berdampak pada implementasi UU PPMI, termasuk peralihan perizinan SIUPPAK ke SIP3MI, pendataan pekerja migran di desa, dan pengawasan terhadap perusahaan penempatan pekerja migran.

Dalam konsultasi lebih lanjut pula, anggota analis pertama Pemantauan UU DPR yang berhadir juga menanyakan potensi tumpang tindih atau disharmoni antara UU PPMI dengan peraturan perundang-undangan lainnya. SBMI menjelaskan bahwa UU PPMI justru memperkuat tata kelola penempatan dan pelindungan pekerja migran tanpa mengambil alih kewenangan yang dimandatkan oleh peraturan lain. Namun, ego sektoral lintas kementerian telah mengorbankan hak-hak pekerja migran dan merugikan integritas penyelenggara negara dalam penyempurnaan tata kelola penempatan dan pelindungan pekerja migran.

Hariyanto menyampaikan bahwa UU PPMI ini juga memastikan bahwa perusahaan penempatan tenaga kerja harus memenuhi semua persyaratan hukum untuk dapat bersama memberikan perlindungan maksimal. Semua ini diatur untuk melindungi dan memastikan pekerja migran Indonesia mendapatkan kondisi pekerjaan yang layak dan terhindar dari praktik perekrutan dan penempatan kerja yang eksploitatif seperti perdagangan manusia, kerja paksa, dan perbudakan modern. SBMI juga menyampaikan terkait masih lemahnya implementasi UU 18/2017 dari tingkat pemerintah pusat sampai ke tingkat pemerintah desa.  

“Belum adanya aplikasi pasar kerja dan manajemen data Pekerja Migran Indonesia yang terintegrasi, lemahnya peran LTSA, belum cukupnya kapasitas daerah untuk menganggarkan pendidikan vokasi bagi calon pekerja migran indonesia, serta pentingnya DPR mendorong Pemerintah untuk segera meratifikasi Konvensi ILO-188 dan Konvensi ILO 189 serta segera mengesahkan RUU PPRT menjadi hal-hal yang perlu kita laksanakan sesegera mungkin. Juga adalah kita harus mengingatkan kepada presiden untuk menciptakan ego sektoral dari lintas kementerian atau lembaga.” tambah Hariyanto

SBMI menegaskan pentingnya implementasi yang efektif dari UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia untuk memastikan hak-hak pekerja migran terlindungi dengan baik. Diskusi dengan DPR membuka peluang untuk mengatasi ego sektoral yang menghambat pelaksanaan peraturan ini dan mendorong sinergi antar kementerian demi kepentingan pekerja migran. SBMI juga menyoroti perlunya percepatan pembentukan peraturan pelaksana dan harmonisasi regulasi agar perlindungan terhadap pekerja migran dapat lebih optimal. Keseluruhan diskusi ini menegaskan komitmen bersama untuk memperkuat perlindungan dan kesejahteraan pekerja migran Indonesia di luar negeri.

Pada akhir diskusi, SBMI juga menyerahkan beberapa hasil kajian kepada tim pemantauan undang-undang DPR sebagai data tambahan guna mempermudah DPR dalam melihat potret implementasi dan evaluasi UU 18/2017.

Views: 123