Tag: ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers

  • JARINGAN BURUH MIGRAN SERAHKAN USULAN REGIONAL PLAN OF ACTION ASEAN CONSENSUS

    JARINGAN BURUH MIGRAN SERAHKAN USULAN REGIONAL PLAN OF ACTION ASEAN CONSENSUS

    Terkait dengan akan dibahasnya Regional Plan of Action on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers pada tanggal 27-29 Maret 2018 di Singapura, Jaringan Buruh Migran (JBM) mengajukan dokumen usulan kepada Bapak Sonny dari Direktorat Kerjasama Sosial Budaya ASEAN Kementerian Luar Negeri di Kantor Kemlu jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta Pusat, (13/3/2018). 

    Rencana Aksi Regional merupakan tindak lanjut dari Konsensus ASEAN tentang Perlindungan dan Promosi Hak Buruh Migran yang ditandatangani oleh pemimpin negara-negara anggota ASEAN pada 13 November 2017 lalu.

    Daniel Awigra berharap agar draft usulan tersebut masuk dalam pembahasan nanti. “Terlebih draft ini diusulkan oleh seluruh perwakilan masyarakat sipil dari negara-negara ASEAN,” kata pegiat dari HRWG yang merupakan Ketua Pokja ASEAN Jaringan Buruh Migran.

    10 perwakilan masyarakat sipil dari ASEAN tersebut yaitu : 1. Human Rights Working Group (HRWG) Indonesia, 2. Majlis Kesejahteraan Masyarakat (MKM) – Brunei Darussalam, 3. Legal Support for Children and Women (MKM) – Cambodia, 4. Agency for Basic Community Development (MKM) – Myanmar, 5. Migration Working Group (MKM) – Malaysia, 6. Migration Working Group (MKM) – Thailand, 7. HOME – Singapore, 8. Center for Migrant Advocacy (CMA) – Philippines, 9. Network of Action for Migrant Workers (M.Net) – Viet Nam 10. Association for Development of Women and Legal Education – Lao PDR.

    Secara garis besar, lanjut Awigra, usulan tersebut terkait dengan kerja layak dan jaminan sosial, perlindungan buruh migran tidak berdokumen dan kaitannya dengan hak asasi manusia, akses kepada keadilan, informasi. perekrutan dan pemberdayaan, pemulangan dan reintegrasi, kerjasama dan mekanisme antar negara anggota ASEAN,  penetapan standar dan ratifikasi ASEAN Konsensus, implementasi dari komitmen ASEAN.

    Adhy Buwono dari Direktorat Kerjasama Sosial Budaya ASEAN menyambut baik poin-poin usulan dari Jaringan Buruh Migran. Meski demikian ia menambahkan bahwa sebelumnya perwakilan dari Kementerian Ketenagakerjaan Singapura telah menyampaikan usulan format. Usulan format yang disampaikan tersebut diklaster sesuai dengan tahapan migrasi ketenagakerjaan. Misalnya, lanjut Adhy, pada fase pra penempatan, kedatangan di negera tujuan, layanan pada masa kerja, maupun setelah bekerja.

    Diteruskan, pihaknya sudah melakukan diskusi bersama dengan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia terkait dengan strategi agar dalam pembahasannya nanti hasilnya akan berdampak baik bagi perlindungan hak buruh migran.

  • KTT ASEAN TANDA TANGANI KONSENSUS PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN

    KTT ASEAN TANDA TANGANI KONSENSUS PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN

    hariyantoPara pemimpin negara-negara ASEAN menandatangani ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers (Konsensus ASEAN tentang Perlindungan dan Promosi Hak-hak Pekerja Migran) di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-31 ASEAN pada 12 November 2017 yang diselenggarakan di Manila, Filipina.

    Konsensus tersebut merupakan amanat dari deklarasi Cebu tentang perlindungan hak pekerja migran yang dilaksanakan di Cebu Filipina pada tahun 2007. Deklarasi Cebu ini kemudian melahirkan ASEAN Committee on Migrant Workers (ACMW) pada tahun 2008 dan mendrong adanya ASEAN Forum Migrant Labour (AFML).

    Melalui ACMW pemerintah Indonesia mendorong ada perjanjian regional yang mengikat secara hukum (Legally Binding) tentang perlindungan hak buruh migran. Namun upaya tersebut rupanya mendapatkan banyak tantangan dari negara-negara ASEAN lainnya, terutama Malaysia dan Singapura yang merupakan negara tujuan buruh migran Indonesia. Keduanya menyepakati kesepakatan tidak mengikat secara hukum tetapi mengikat secara moral (Morally Binding).

    bobi2Menurut Hariyanto, perjuangan pemerintah tersebut didukung oleh organisasi masyarakat sipil. SBMI melalui Jaringan Buruh Migran (JBM) dan Migran Forum on ASIA (MAFA) turut mendorong agar pemerintah untuk tetap ajeg memperjuangkan perjanjian yang mengikat meskipun tidak mudah.

    “Dalam pembahasan ditingkat nasional dan regional, hal ini kami sampaikan terus menerus agar instrumen ASEAN ini bersifat Legally Binding,” kata Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (13/11/2017).

    Salah satu strategi yang dilakukan ditingkat regional, lanjutnya, adalah desakan anggota MFA terhadap pemerintah negara masing-masing.

    “Sayangnya upaya tersebut hanya menghasilkan konsensus yang bersifat Morally Binding yang ditanda tangani pada KTT ke-31 ASEAN pada momen peringatan 50 tahun berdirinya ASEAN kemarin,” jelas Hariyanto.

    bobiPandangan berbeda disampaikan oleh Dirjen Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri. Meskipun namanya konsensus jika disepakati bersama maka menjadi perjanjian yang mengikat. “Misalnya jika di forum ini menyepakati salah satu menjadi leader, kesepakatan itu mengikat,” jelas Jose Antonio Morato Tavares kepada organisasi buruh migran dan ogranisasi masyarakat sipil di Kementerian Luar Negeri Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta Pusat (9/11/2017). 

    Sementara itu menurut Direktur Pengembangan Pasar Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Roostiawati, mengatakan tidak mudah mencapai kesepakatan antar negara ASEAN untuk membentuk instrumen hukum yang mengikat tersebut. Karena ada pandangan yang berbeda antara negara pengirim dan penerima buruh migran.

    “Meskipun begitu, masih tetap ada peluang untuk perlindungan buruh migran, karena konsensus ASEAN ini akan diikuti oleh Rencana Aksi Regional (Regional Plan of  Action) di masing-masing negara ASEAN.