Jakarta, 12 November 2024 – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) bersama beberapa keluarga korban mendatangi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk menyampaikan laporan terkait kasus dugaan perdagangan orang (TPPO) yang dialami oleh sejumlah WNI di Myanmar. Kedatangan tersebut melibatkan 15 keluarga korban dari berbagai daerah di Indonesia.
SBMI datang ke Kemenlu untuk menyampaikan pengaduan sebanyak 43 kasus TPPO baru. “Kasusnya sama seperti sebelumnya. Mereka diiming-imingi pekerjaan di Thailand melalui media sosial, tapi justru dipindahkan ke Myanmar,” ujar Yunita Rohani, Koordinator Advokasi SBMI. “Saat ini 43 WNI tersebut berada di dua tempat yang berbeda, dan satu tempat lagi sangat jauh dari perkotaan, sehingga sangat sulit untuk dijangkau, dan lagi-lagi para WNI mendapatkan siksaan secara fisik, dipukul disetrum dan kekerasan verbal. kondisi ini menambah kepanikan para keluarga yang ada di Indonesia” tambah Yunita.
Menurut penjelasan keluarga korban, keluarga mulai menyadari kejadian ini setelah sebuah video viral di media sosial yang menunjukkan banyak WNI yang sedang bekerja diluar negeri, meminta pertolongan karena diduga telah disekap oleh pemberi kerja di Myanmar. Sebagian keluarga mengidentifikasi wajah para korban yang merupakan keluarganya dalam video tersebut.Menanggapi laporan tersebut, perwakilan Kemenlu menyatakan bahwa pihaknya telah mencatat laporan ini dan berkomitmen untuk terus berkoordinasi dengan jaringan di Myanmar. “Kami akan berupaya semaksimal mungkin untuk menyelamatkan WNI di sana, meskipun wilayah konflik di Myanmar memang menyulitkan upaya kami,” ujar Rina, salah satu perwakilan Kemenlu.

Menurut Kemenlu, sejumlah WNI di wilayah konflik ini berada di lokasi yang sulit diakses dan dijaga ketat oleh kelompok bersenjata. Beberapa korban yang berhasil keluar, disebut Kemenlu, umumnya mampu melarikan diri dan mencari pertolongan hingga ke perbatasan untuk kemudian dapat dibantu KBRI setempat.
“Sekitar 70 dari 100 orang yang tinggal disana dapat berhasil pulang, umumnya melarikan diri sendiri dan meminta bantuan dari LSM setempat, lalu baru bisa kontak KBRI,” terang pihak Kemenlu. “Kita belajar dari upaya negara lain, tapi proses ini memang sulit sekali,” tambahnya.
Mengenai kelanjutan upaya penyelamatan, Rina juga menekankan bahwa Kemenlu akan terus melakukan diplomasi untuk memastikan WNI yang masih berada di Myanmar dapat kembali ke Indonesia. “Kami akan terus menekan pemerintah Myanmar dan berkoordinasi dengan jejaring lokal. Kami juga siap memberikan pembaruan kepada pihak keluarga melalui SBMI,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, keluarga korban mengungkapkan harapan agar pihak pemerintah dapat memberikan solusi konkret untuk memulangkan korban-korban ini. “Kami berharap dengan kedatangan kami kesini, pihak pemerintah mengambil langkah serius untuk menangani masalah ini, karena korban nya sudah terlalu banyak dan kondisi di sana sangat tidak manusiawi” ujar keluarga korban. Sementara itu, Kemenlu menjelaskan bahwa upaya untuk keluar dari lokasi tersebut sangat terbatas karena akses komunikasi dan pengawasan ketat dari pihak bersenjata. “Kami memahami kekhawatiran keluarga, namun koordinasi ini butuh waktu dan harus melalui jalur yang sangat terbatas,” jelas Rina.
“Pentingnya pencegahan terhadap tindak pidana perdagangan orang dan kejahatan digital harus melibatkan seluruh lapisan pemerintah dan masyarakat. Setiap pihak memiliki peran krusial dalam mengidentifikasi, melaporkan, dan menangani praktik-praktik yang merugikan, seperti iklan-iklan atau lowongan pekerjaan palsu yang sering digunakan untuk menipu masyarakat. Dalam hal ini, fungsi pengawasan dan regulasi di bidang keamanan digital menjadi sangat vital. Lembaga yang berwenang di tingkat nasional, harus meningkatkan kemampuan mereka dalam memantau dan menindak akun-akun yang terindikasi sebagai akun palsu atau penipuan, guna menciptakan lingkungan digital yang aman dan transparan. Agar tidak lagi banyak masyarakat yang tertipu dan menjadi korban” ujar Yunita.
Views: 128