Serikat Buruh Migran Indonesia

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

KEMENHUB KONSISTEN MENGABAIKAN PP 22/2022, SBMI AKSI TUNTUT KEMENHUB DAN DUKUNG HAKIM MK PERTAHANKAN PELAUT  MIGRAN SEBAGAI BURUH MIGRAN

3 min read
dokumentasi: media kampanye serikat buruh migran indonesia

Dokumentasi: MEDIA KAMPANYE SERIKAT BURUH MIGRAN INDONESIA

Jakarta,  6 September 2024 — Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menggelar aksi di depan Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (Kemenhub RI) dan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia pada Jumat, 6 September 2024. Aksi ini merupakan respon SBMI  atas pengabaian hukum  Kemenhub RI dalam melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan (AKP) Migran (PP 22/2022), dan memberikan dukungan kepada Hakim Mahkamah Konstitusi untuk dapat turut melindungi AKP Migran dengan menolak permohonan 127/PUU-XII/2023, yang apabila dikabulkan akan memperburuk situasi pelindungan Pelaut Migran/AKP Migran.  

Melalui surat nomor: 026/SP/DPN-SBMI/2024, SBMI telah melayangkan surat peringatan (Somasi) kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 13 Mei 2024, karena Kemenhub tidak melaksanakan PP 22/2022. Salah satu aspek penting dalam PP 22/2022 ialah peralihan tata kelola perekrutan, penempatan, dan pelindungan AKP Migran dari Kemenhub menjadi dikelola oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Ketentuan peralihan ini terjadi, karena sudah bertahun-tahun Kemenhub melampaui kewenangannya dalam menerbitkan izin bagi perusahaan manning agency yang merekrut dan menempatkan AKP Migran, tanpa akuntabilitas dan transparansi pengelolaan yang sesuai dengan standar ketenagakerjaan dan hak asasi manusia.

Dalam catatan advokasi kasus SBMI, dari tahun 2020-2022 telah menerima pengaduan dan menangani 377 kasus AKP Migran yang berasal dari 65 perusahaan manning agency. Sebagian kasus diantaranya, AKP Migran menjadi korban dalam jeratan kerja paksa dan perdagangan orang. Dalam proses penanganan kasus ini, SBMI mencatat tidak satupun pemberitahuan dari Kemenhub telah menjatuhkan sanksi administratif peringatan hingga pencabutan perizinan kepada perusahaan manning agency yang bermasalah. Pada 18 Maret 2024, Komisi Informasi Pusat membacakan Hasil Putusan Mediasi antara SBMI melawan Kemenhub, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Kemenhub memberikan data informasi sanksi administratif peringatan dan pencabutan perizinan kepada manning agency, yang pada tahun 2020-2022 dari 105 perusahaan, hanya memberikan sanksi peringatan pertama kepada 2 perusahaan, dan melakukan pencabutan izin kepada 1 perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa Kemenhub tidak melakukan kontrol dan pengawasan yang benar terhadap perusahaan manning agency.

kemenhub konsisten mengabaikan pp 22/2022, sbmi aksi tuntut kemenhub dan dukung hakim mk pertahankan pelaut  migran sebagai buruh migran 17/09/2024
kemenhub konsisten mengabaikan pp 22/2022, sbmi aksi tuntut kemenhub dan dukung hakim mk pertahankan pelaut  migran sebagai buruh migran

Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno menyoroti pentingnya peran Kementerian Perhubungan dalam memastikan pelaksanaan PP 22/2022 yang seharusnya memberikan perlindungan bagi awak kapal migran. “Ketentuan-ketentuan dalam PP 22/2022 harus diimplementasikan dengan baik, terutama terkait pelindungan para awak kapal migran. Alih-alih mengimplementasikan PP 22/2022, Kemenhub justru masih konsisten untuk melakukan  pengabaian hukum terhadap transisi perizinan ini,” tegas Hariyanto Suwarno 

Di halaman yang sama, SBMI juga melakukan aksi damai di depan Mahkamah Konstitusi. Aksi ini dilakukan dalam rangka mendukung Hakim Mahkamah Konstitusi untuk melindungi pelaut migran/awak kapal migran dengan harapan menolak seluruh permohonan pemohon pada perkara Judicial Review Nomor 127/PUU-XII/2023. Permohonan yang diajukan oleh asosiasi dan perusahaan manning agency ini menginginkan penghapusan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU 18/2017), yang akan berkonsekuensi terjadinya kekosongan hukum atas status pelaut yang bekerja di kapal berbendera asing sebagai bagian dari kategori  pekerja migran.

Dalam perkara ini, SBMI yang merupakan bagian dari Koalisi Tim Advokasi Pelaut Migran (TAPMI) menjadi pihak terkait untuk mempertahankan keberadaan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU 18/2017. SBMI menekankan bahwa  Kepastian hukum terhadap status pelaut migran atau awak kapal niaga dan awak kapal perikanan migran sebagai Pekerja Migran Indonesia untuk upaya pelindungan yang maksimal merupakan langkah advokasi yang panjang. Sebelum terbitnya UU 18/2017, AKP Migran tidak memiliki status hukum yang pasti, meskipun UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri telah menegaskan bahwa pelaut dikategorikan sebagai pekerja migran Indonesia. Hal ini terjadi karena tidak ditindaklanjuti dengan penerbitan peraturan teknis. Saat ini melalui atribusi UU 18/2017, telah terbit PP 22/2022 yang mengatur secara komprehensif tata kelola pelindungan dan penempatan pelaut migran, namun keberadaan aturan tersebut terancam dengan adanya Judicial Review Nomor 127/PUU-XII/2023 di Mahkamah Konstitusi.    

“Jangan sampai terjebak pada norma pelaut bukan buruh migran. Kita harus menyadari bahwa jika pasal ini dihapuskan maka payung hukum bagi pelindungan yang sistematis untuk pelaut migran/AKP migran akan hilang, mulai dari pelindungan yang terdapat di UU 18/2017 sampai aturan turunan seperti PP 22/2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran. MK sebagai pengawal konstitusi, harus memastikan jaminan penghidupan dan kerja yang layak dapat dinikmati oleh pelaut migran, tentu dengan cara menolak permohonan tersebut” tutur Dios Lumban Gaol, Koordinator Departemen Kemaritiman SBMI.

kemenhub konsisten mengabaikan pp 22/2022, sbmi aksi tuntut kemenhub dan dukung hakim mk pertahankan pelaut  migran sebagai buruh migran 17/09/2024
kemenhub konsisten mengabaikan pp 22/2022, sbmi aksi tuntut kemenhub dan dukung hakim mk pertahankan pelaut  migran sebagai buruh migran

SBMI berharap aksi ini menjadi peringatan bagi pemerintah untuk serius menegakkan PP 22/2022 dan pertimbangan bagi Hakim MK, untuk melindungi pelaut migran dari ketidakpastian hukum dan praktik yang merugikan. Dengan kepatuhan yang tegas terhadap peraturan, diharapkan hak-hak pelaut migran dapat terlindungi secara optimal, sehingga dapat maksimal memberikan kontribusi terhadap keluarga dan negara.

Views: 293

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *