Serikat Buruh Migran Indonesia

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

3 UNSUR TPPO MAHASISWA INDONESIA DI JERMAN TERPENUHI, SBMI: “MENAMBAH DERETAN PANJANG KORBAN TRAFFICKING BERLATAR PENDIDIKAN TINGGI”

3 min read
3 unsur tppo mahasiswa indonesia di jerman terpenuhi, sbmi: “menambah deretan panjang korban trafficking berlatar pendidikan tinggi” 27/07/2024

Jakarta, 31 Maret 2024 – Program magang dari 33 kampus ternama di Indonesia yang menempatkan para mahasiswanya untuk magang di Jerman mendapat kritik keras belum lama ini. Kritik ini disasarkan setelah 4 mahasiswa asal Indonesia mengungkap kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jerman. Dari hasil kronologis yang diterima dan dianalisis oleh KBRI bahwa pemagangan ini dijalankan oleh 33 universitas di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan mencapai 1.047 mahasiswa yang terbagi di tiga agen tenaga kerja di Jerman.

Setelah mahasiswa mengadu dan kasus ini dilakukan penyidikan oleh Bareskrim ada temuan perbedaan pendapat antara Mou yang ditandatangani oleh universitas yang bekerja sama dengan PT SHB pun dengan pendapat oleh Kemendikbud. Dalam Mou yang disepakati universitas dan PT SHB menyatakan bahwa program ferienjob ini masuk ke dalam program MBKM yang menjanjikan mahasiswa dapat mengkonversikan nilainya ke-20 satuan kredit semester (SKS) sedangkan pernyataan kemendikbud menyatakan bahwa ferienjob bukanlah program MBKM.

TPPO dengan modus pemagangan bukan pertama kali menimpa para mahasiswa asal universitas di Indonesia, modus seperti ini pernah mencuat tahun 2012. Pada kasus ini, SBMI menganggap bahwa unsur TPPO sudah terpenuhi. 

“Indikasi TPPO pada kasus ini utamanya didasarkan pada penandatanganan kontrak berbahasa Jerman yang tak dimengerti oleh para mahasiswa, serta isi kontrak yang menyatakan bahwa segala biaya penginapan dan transportasi akan ditanggung pihak mahasiswa akan langsung dipotong dari upah yang mereka dapatkan, hal ini tak pernah disampaikan ketika mereka di Indonesia, dan para mahasiswa merasa terpaksa menandatangani kontrak tersebut karena sudah sampai di Jerman dan mereka menyadari telah tertipu.” ujar Hariyanto, Ketua Umum SBMI

Selain itu, para mahasiswa pada sebelum keberangkatan juga dimintai biaya pendaftaran atau biaya keberangkatan mencapai Rp. 5 juta rupiah serta pekerjaan yang dilakukan para mahasiswa notabene nya adalah buruh pabrik yang tidak mendukung peningkatan pelatihan kerja sesuai amanat Pasal 20 dan 21 Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait salah satu pelatihan yang kerja dengan sistem pemagangan. 

PT SHB yang menyatakan menjalin kerjasama dan melakukan penempatan kerja magang ini tidak terdaftar sebagai Perusahaan Penempatan Pekerja Migran di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

Dalam pernyataannya, Hariyanto menyebutkan bahwa kasus ini menambah deretan panjang korban eksploitasi yang berlatar belakang pendidikan tinggi, dan memperlihatkan bahwa korban eksploitasi atau trafficking tidak hanya berlatar pendidikan rendah. “Berbicara mengenai konteks perdagangan orang adalah bagaimana melihat dari kerentanan para korban. Pada kasus ini, para pihak mengambil kesempatan dengan meningkatkan rawannya kerentanan mahasiswa yang membutuhkan nilai bagus untuk studinya serta penerima kerja di luar negeri yang memakai kerentanan mahasiswa untuk memperoleh tenaga kerja murah.” tutur Hariyanto 

SBMI juga menyayangkan pernyataan dari pihak Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Syaifudin, yang menyatakan bahwa para mahasiswa pemagangan di Jerman belum merasa dieksploitasi, pun mahasiswa hanya merasa tidak puas dengan upah yang didapatkan serta kultur kerja yang asing bagi mereka (sumber: Youtube Metro TV: 26/03/24). 

“Pemahaman tentang eksploitasi harus dilihat bukan hanya pada terjadinya eksploitasi fisik seperti dipukul, ditendang, ketika dalam proses perekrutan dan proses penempatan telah terjadi banyak pelanggaran terutama terhadap kontrak kerja yang mengakibatkan korban dalam posisi rentan dan tidak memiliki pilihan sehingga harus bekerja yang berakibat pada keuntungan pelaku, hal tersebut merupakan bentuk tujuan eksploitasi yang dikenal dalam UU PTPPO kita.” lanjut Hariyanto

Penting diketahui bagi perguruan tinggi, mahasiswa dan masyarakat umum terkait dengan melihat konteks perdagangan orang bukan hanya mereka yang mengalami eksploitasi fisik, tetapi sebelumnya harus melihat 3 unsur dalam TPPO terpenuhi; yaitu proses, cara, dan tujuan. “Kita mengenal berbagai bentuk eksploitasi, yaitu eksploitasi pekerja, eksploitasi seksual, dan pelayanan paksa. Maka jika salah satunya terpenuhi, itu menjadi bagian dari eksploitasi. Kemudian Pasal 4 UU 21 Tahun 2007 tentang PTPPO mensyaratkan “dengan maksud untuk dieksploitasi” sehingga walaupun eksploitasi belum terjadi namun unsur perbuatan dan niat untuk melakukan eksploitasi terpenuhi maka tindakan tersebut sudah dapat diklasifikasikan sebagai TPPO” jelas Yunita Rohani, Koordinator Advokasi SBMI.

Views: 51