Harapan Keadilan untuk MT
2 min readJakarta, 17 Oktober 2019, Serikat Buruh Migran Indonesia dan Solidaritas Perempuan kembali mendampingi persidangan kasus indikasi trafiking yang dialami perempuan buruh migran “MT” di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan terdakwa seorang perempuan berinisial YL.
Persidangan kali ini menghadirkan Bapak Yuli Adiratna, S.H., M.Hum sebagai Kepala Sub Direktorat Perlindungan TKI, Direktorat Penempatan dan Perlindungan TKI Luar Negeri Kementrian Ketenagakerjaan.
Ahli memberikan keterangan di hadapan persidangan dengan menjelaskan setiap orang berhak bekerja ke Luar Negeri dengan syarat harus memiliki dokumen lengkap seperti : KK , KTP,Akta kelahiran, Ijazah terakhir, dokumen pernikahan, paspor, surat keterangan dari RT/RW serta kepala desa, juga harus ada izin dari orang tua serta suami, ada nya perjanjian penempatan dengan perusahaan, adanya medical chekup dan usia sekurangnya 18 tahun.
Selain itu, ahli menjelaskan bahwa Negara kawasan Timur Tengah belum memiliki mekanisme penyelesaian masalah pekerja migran, Indonesia belum melihat adanya komitmen kuat dari negara-negaraTimur Tengah dalam memberikan perlindungan kepada pekerja migran sehingga Kementrian Ketenagakerjaan mengeluarkan peraturan nomor 260 tahun 2015 tentang penghentian dan pelarangan penempatan tenaga kerja Indonesia pada pengguna perseorangan khususnya sektor pembantu rumah tangga di seluruh negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Aljazair, Bahrain, Kuwait, Irak, Lebanon, libya, Maroko, Mauritania, Mesir,Oman Sudan, Qatar, Palestina, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab, Yaman dan Yordania.
Ahli menyampaikan berbagai modus trafiking penempatan pekerja migran Indonesia ke Luar Negeri seperti perjanjian awal tidak sesuai, eksploitasi dan kekerasan, korban tidak diberangkatkan langsung ke negara penempatan namun melalui negara lain terlebih dahulu.
Selain sebagai ahli dipersidangan MT, juga telah lebih sepuluh kali menjadi ahli dalam kasus trafiking pasca Kepmen 260. Hal ini membuktikan bahwa Kepmen 260 bukanlah kebijakan yang solutif malahan semakin menyuburkan praktek trafiking terhadap perempuan buruh migran dengan modus modus sebagaimana disampaikan ahli.
Serikat Buruh Migran Indonesia dan Solidaritas Perempuan akan mengawal persidangan minggu depan dengan agenda menghadirkan saksi lain dari Jaksa Penuntut Umum, yaitu dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta ahli Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).