sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

PRIHATIN, BMI ASAL BANDUNG SAKIT TETAP HARUS BEKERJA TANPA DIBAYAR

2 min read
Serikat Buruh Migran Indonesia kembali mendapatkan pengaduan di duga menjadi korban TPPO yang terjadi pada perempuan asal bandung jawa barat berinisial IMT.

Serikat Buruh Migran Indonesia kembali mendapatkan pengaduan dari buruh migran asal Bandung Jawa Barat pada Sabtu, 13 Oktober 2019.

IMT, sudah bekerja selama 2 tahun 3 bulan di luar negeri, namun kondsi kerjanya sangat buruk. Dia kerap mengalami pindah-pindah majikan, penganiayaan, jam kerja panjang dan tidak diupah.

“ Saya tidak beruntung berangkat lagi ke luar negri karena saya mengalami beberapa kali ganti majikan dan semua majikan saya jahat. Agen saya juga sama saya jahat, saya selalu di marahi dan di pukul,” jelas IMT.

Berbagai bentuk kekerasan selalu didapatkannya dari majikan, bahkan pada saat bulan suci Ramadhan. Menurutnya, pada bulan Ramadhan justeru pekerjaannya semakin banyak, dan jam kerjanya makin panjang. Tetapi majikan hanya memberi jatah makan satu kali dalam sehari.

“Saya sempat tidak sadarkan diri di dalam kamar mandi, namun tidak dirawat ke rumah rakit karena majikan menganggap pura pura sakit,” katanya sedih.

Yang lebih memperihatinkan lagi, kerja kerasnya selama 40 hari tidak dibayar, lalu dikembalikan ke agen.

Tidak adanya akses pengaduan, menjadikan kondisinya lebih baik, dia selalu mendapatkan perlakuan kasar.

“Akhirnya saya meminta dipulangkan saja, karena saya sakit, namu agen tetap tidak memperbolehkan dan terus menyuruh bekerja dalam kondisi apa pun,” tangisnya

Rekaman suaranya dikirimkan lewat Whatsapp, terdengar isak tangis dan menceritakan kisahnya dengan terbata-bata.

Lebih lanjut dia menceritakan cita-citanya ke luar negeri itu ingin memperbaiki rumah dan bisa menikahkan ke dua anaknya. 

Sebelum berangkat ke luar negeri, ia menderita sakit, butuh biaya berobat sehingga terpaksa harus meminjam uang ke tetangga dan kerabatnya. Karena tidak bisa membayar dan sulitnya mencari pekerjaan dengan upah layak di desa, akhirnya pada Februari 2018 memutuskan untuk berangkat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *