sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

MENGENAL UNDANG UNDANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA(6)

8 min read
UU PPMI: Pelindungan 1.Perlindungan Sebelum kerja,2.Pelindungan Selama Kerja,3.Pelindungan Setelah Kerja 4.Jamsos, 5. Biaya, 6.Hukum, 7.Sosial, 8.Ekonomi, 9.Sanksi Perusahaan

PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA

Bagian Kesatu

Pasal 7

Pelindungan Calon Pekerja Migran Indonesia atau Pekerja Migran Indonesia meliputi:

  • a.  Pelindungan Sebelum Bekerja;
  • b.  Pelindungan Selama Bekerja; dan
  • c.  Pelindungan Setelah Bekerja.

Bagian Kedua

Pelindungan Sebelum Bekerja

Pasal 8

(1)   Pelindungan Sebelum Bekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a meliputi:

  1. pelindungan administratif; dan
  2. pelindungan teknis.

(2)  Pelindungan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit meliputi:

  1. kelengkapan dan keabsahan dokumen penempatan; dan
  2. penetapan kondisi dan syarat kerja.

(3)  Pelindungan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit meliputi:

  1. pemberian sosialisasi dan diseminasi informasi;
  2. peningkatan kualitas Calon Pekerja Migran Indonesia melalui pendidikan dan pelatihan kerja;
  3. Jaminan Sosial;
  4. fasilitasi pemenuhan hak Calon Pekerja Migran Indonesia;
  5. penguatan peran pegawai fungsional pengantar kerja;
  6. pelayanan penempatan di layanan terpadu satu atap penempatan dan pelindungan Pekerja Migran Indonesia; dan
  7. pembinaan dan pengawasan.

Pasal 9

(1)   Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dan permintaan Pekerja Migran Indonesia berasal dari:

  1. Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan penempatan;
  2. Mitra Usaha di negara tujuan penempatan; dan/atau
  3. calon Pemberi Kerja, baik perseorangan maupun badan usaha asing di negara tujuan penempatan.

(2)  Informasi dan permintaan Pekerja Migran Indonesia yang berasal dari Mitra Usaha dan calon Pemberi Kerja di negara tujuan penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c harus diverifikasi oleh atase ketenagakerjaan dan/atau pejabat dinas luar negeri yang ditunjuk.

Pasal 10

(1)   Atase ketenagakerjaan dan/atau pejabat dinas luar negeri yang ditunjuk di negara tujuan penempatan wajib melakukan verifikasi terhadap:

  1. Mitra Usaha; dan
  2. calon Pemberi Kerja.

(2)  Berdasarkan hasil verifikasi terhadap Mitra Usaha dan calon Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atase ketenagakerjaan dan/atau pejabat dinas luar negeri yang ditunjuk menetapkan Pemberi Kerja dan Mitra Usaha yang bermasalah dalam daftar Pemberi Kerja dan Mitra Usaha yang bermasalah.

(3)  Atase ketenagakerjaan dan/atau pejabat dinas luar negeri yang ditunjuk wajib mengumumkan daftar Mitra Usaha dan calon Pemberi Kerja bermasalah secara periodik.

(4)  Hasil verifikasi terhadap Mitra Usaha dan calon Pemberi Kerja bermasalah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi bahan rekomendasi dalam pemberian izin penempatan bagi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia yang bermitra dengan Mitra Usaha yang bermasalah.

Pasal 11

  1. Pemerintah Pusat mendistribusikan informasi dan permintaan Pekerja Migran Indonesia kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota melalui Pemerintah Daerah provinsi.
  2. Pemerintah Daerah kabupaten/kota melakukan sosialisasi informasi dan permintaan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada masyarakat dengan melibatkan aparat Pemerintah Desa.

 Pasal 12

  1. Calon Pekerja Migran Indonesia wajib mengikuti proses yang dipersyaratkan sebelum bekerja.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai proses yang dipersyaratkan diatur dengan Peraturan Kepala Badan.

Pasal 13

Untuk dapat ditempatkan di luar negeri, Calon Pekerja Migran Indonesia wajib memiliki dokumen yang meliputi:

  1. surat keterangan status perkawinan, bagi yang telah menikah melampirkan fotokopi buku nikah;
  2. surat keterangan izin suami atau istri, izin orang tua, atau izin wali yang diketahui oleh kepala desa atau lurah;
  3. sertifikat kompetensi kerja;
  4. surat keterangan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan dan psikologi;
  5. paspor yang diterbitkan oleh kantor imigrasi setempat;
  6. Visa Kerja;
  7. Perjanjian Penempatan Pekerja Migran Indonesia; dan
  8. Perjanjian Kerja.

Pasal 14

Hubungan kerja antara Pemberi Kerja dan Pekerja Migran Indonesia berdasarkan Perjanjian Kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

 Pasal 15

(1)  Hubungan kerja antara Pemberi Kerja dan Pekerja Migran Indonesia terjadi setelah Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 disepakati dan ditandatangani oleh para pihak.

(2) Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

  1. nama, profil, dan alamat lengkap Pemberi Kerja;
  2. nama dan alamat lengkap Pekerja Migran Indonesia;
  3. jabatan atau jenis pekerjaan Pekerja Migran Indonesia;
  4. hak dan kewajiban para pihak;
  5. kondisi dan syarat kerja yang meliputi jam kerja, upah dan tata cara pembayaran, hak cuti dan waktu istirahat, serta fasilitas dan Jaminan Sosial;
  6. jangka waktu Perjanjian Kerja; dan
  7. jaminan keamanan dan keselamatan Pekerja Migran Indonesia selama bekerja.

(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai standar Perjanjian Kerja, penandatanganan, dan verifikasi diatur dengan Peraturan Kepala Badan.

Pasal 16

Jangka waktu Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f dibuat berdasarkan kesepakatan tertulis antara Pekerja Migran Indonesia dan Pemberi Kerja serta dapat diperpanjang.

Pasal 17

Perpanjangan jangka waktu Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang di kantor Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan penempatan.

Pasal 18

Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 tidak dapat diubah tanpa persetujuan para pihak.

Pasal 19

  1. Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia wajib menempatkan Calon Pekerja Migran Indonesia sesuai dengan jabatan dan jenis pekerjaan sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Kerja.
  2. Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia yang tidak menempatkan Calon Pekerja Migran Indonesia sesuai dengan jabatan dan jenis pekerjaan yang tercantum dalam Perjanjian Kerja sebagaimana di maksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.

Pasal 20

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian Pelindungan Sebelum Bekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 19 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 

Bagian Ketiga

Pelindungan Selama Bekerja

Pasal 21

(1)  Pelindungan Selama Bekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b meliputi:

  1. pendataan dan pendaftaran oleh atase ketenagakerjaan atau pejabat dinas luar negeri yang ditunjuk;
  2. pemantauan dan evaluasi terhadap Pemberi Kerja, pekerjaan, dan kondisi kerja;
  3. fasilitasi pemenuhan hak Pekerja Migran Indonesia;
  4. fasilitasi penyelesaian kasus ketenagakerjaan;
  5. pemberian layanan jasa kekonsuleran;
  6. pendampingan, mediasi, advokasi, dan pemberian bantuan hukum berupa fasilitasi jasa advokat oleh Pemerintah Pusat dan/atau Perwakilan Republik Indonesia serta perwalian sesuai dengan hukum negara setempat;
  7. pembinaan terhadap Pekerja Migran Indonesia; dan
  8. fasilitasi repatriasi.

(2)  Pelindungan Pekerja Migran Indonesia selama bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tidak mengambil alih tanggung jawab pidana dan/atau perdata Pekerja Migran Indonesia dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hukum negara tujuan penempatan, serta hukum dan kebiasaan internasional.

 Pasal 22

  1. Dalam rangka peningkatan hubungan bilateral di bidang ketenagakerjaan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di luar negeri, Pemerintah Pusat menetapkan jabatan atase ketenagakerjaan pada Perwakilan Republik Indonesia di negara tertentu.
  2. Penugasan atase ketenagakerjaan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Pejabat yang ditunjuk sebagai atase ketenagakerjaan memiliki kompetensi ketenagakerjaan dan status diplomatik.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan wewenang atase ketenagakerjaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 Pasal 23

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian Pelindungan Selama Bekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 

Bagian Keempat

Pelindungan Setelah Bekerja

Pasal 24

(1)   Pelindungan Setelah Bekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c meliputi:

  1. fasilitasi kepulangan sampai daerah asal;
  2. penyelesaian hak Pekerja Migran Indonesia yang belum terpenuhi;
  3. fasilitasi pengurusan Pekerja Migran Indonesia yang sakit dan meninggal dunia;
  4. rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial; dan
  5. pemberdayaan Pekerja Migran Indonesia dan keluarganya.

(2)  Pelindungan Setelah Bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Pusat bersama-sama dengan Pemerintah Daerah.

 Pasal 25

(1)   Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia wajib melaporkan data kepulangan dan/atau data perpanjangan Perjanjian Kerja Pekerja Migran Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan penempatan.

(2)  Perwakilan Republik Indonesia wajib melakukan verifikasi atas laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3)  Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia yang tidak melaporkan data kepulangan dan/atau data perpanjangan Perjanjian Kerja Pekerja Migran Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.

 Pasal 26

Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2), Pekerja Migran Indonesia yang tidak memiliki permasalahan dapat:

  1. menjalani proses kepulangan; atau
  2. melakukan perpanjangan Perjanjian Kerja.

 Pasal 27

(1)   Kepulangan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, dapat terjadi karena:

  1. berakhirnya Perjanjian Kerja;
  2. cuti;
  3. pemutusan hubungan kerja sebelum masa Perjanjian Kerja berakhir;
  4. mengalami kecelakaan kerja dan/atau sakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan pekerjaannya lagi;
  5. mengalami penganiayaan atau tindak kekerasan lainnya;
  6. terjadi perang, bencana alam, atau wabah penyakit di negara tujuan penempatan;
  7. dideportasi oleh pemerintah negara tujuan penempatan;
  8. meninggal dunia di negara tujuan penempatan; dan/atau
  9. sebab lain yang menimbulkan kerugian Pekerja Migran Indonesia.

(2)  Dalam hal Pekerja Migran Indonesia meninggal dunia di negara tujuan penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia berkewajiban:

  1. memberitahukan tentang kematian Pekerja Migran Indonesia kepada keluarganya paling lambat 3 (tiga) kali 24 (dua puluh empat) jam sejak diketahuinya kematian tersebut;
  2. mencari informasi tentang sebab kematian dan memberitahukannya kepada pejabat Perwakilan Republik Indonesia dan anggota Keluarga Pekerja Migran Indonesia yang bersangkutan;
  3. memulangkan jenazah Pekerja Migran Indonesia ke tempat asal dengan cara yang layak serta menanggung semua biaya yang diperlukan, termasuk biaya penguburan sesuai dengan tata cara agama Pekerja Migran Indonesia yang bersangkutan;
  4. mengurus pemakaman di negara tujuan penempatan Pekerja Migran Indonesia atas persetujuan pihak Keluarga Pekerja Migran Indonesia atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan;
  5. memberikan pelindungan terhadap seluruh harta milik Pekerja Migran Indonesia untuk kepentingan keluarganya; dan
  6. mengurus pemenuhan semua hak Pekerja Migran Indonesia yang seharusnya diterima.

(3)  Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif.

Pasal 28

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian Pelindungan Setelah Bekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 27 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima

Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia

Pasal 29

(1)   Dalam upaya Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Pemerintah Pusat menyelenggarakan Jaminan Sosial bagi Pekerja Migran Indonesia dan keluarganya.

(2)  Penyelenggaraan program Jaminan Sosial bagi Pekerja Migran Indonesia dan keluarganya merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional.

(3)  Penyelenggaraan Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

(4)  Untuk risiko tertentu yang tidak tercakup oleh Jaminan Sosial, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dapat bekerja sama dengan lembaga pemerintah atau swasta.

(5)  Ketentuan lebih lanjut mengenai Jaminan Sosial bagi Pekerja Migran Indonesia secara khusus diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Bagian Keenam

Pembiayaan

Pasal 30

(1) Pekerja Migran Indonesia tidak dapat dibebani biaya penempatan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Badan.

 

Bagian Ketujuh

Pelindungan Hukum, Sosial, dan Ekonomi

Paragraf 1

Pelindungan Hukum

Pasal 31

Pekerja Migran Indonesia hanya dapat bekerja ke negara tujuan penempatan yang:

  1. mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing;
  2. telah memiliki perjanjian tertulis antara pemerintah negara tujuan penempatan dan Pemerintah Republik Indonesia; dan/atau
  3. memiliki sistem Jaminan Sosial dan/atau asuransi yang melindungi pekerja asing.

 

Pasal 32

(1)    Pemerintah Pusat dapat menghentikan dan/atau melarang penempatan Pekerja Migran Indonesia untuk negara tertentu atau jabatan tertentu di luar negeri dengan pertimbangan:

  1. keamanan;
  2. pelindungan hak asasi manusia;
  3. pemerataan kesempatan kerja; dan/atau
  4. kepentingan ketersediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan nasional.

(2)   Dalam menghentikan dan/atau melarang penempatan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat memperhatikan saran dan pertimbangan Perwakilan Republik Indonesia, kementerian/lembaga, Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia, dan masyarakat.

(3)   Penetapan negara tertentu atau jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian dan pelarangan penempatan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

 Pasal 33

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan pelindungan hukum terhadap Pekerja Migran Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan, hukum negara tujuan penempatan, serta hukum dan kebiasaan internasional.

 

Paragraf 2

Pelindungan Sosial

Pasal 34

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pelindungan sosial bagi Calon Pekerja Migran Indonesia dan/atau Pekerja Migran Indonesia melalui:

  1. peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan kerja melalui standardisasi kompetensi pelatihan kerja;
  2. peningkatan peran lembaga akreditasi dan sertifikasi;
  3. penyediaan tenaga pendidik dan pelatih yang kompeten;
  4. reintegrasi sosial melalui layanan peningkatan keterampilan, baik terhadap Pekerja Migran Indonesia maupun keluarganya;
  5. kebijakan pelindungan kepada perempuan dan anak; dan
  6. penyediaan pusat Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di negara tujuan penempatan.

 

Paragraf 3

Pelindungan Ekonomi

Pasal 35

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pelindungan ekonomi bagi Calon Pekerja Migran Indonesia dan/atau Pekerja Migran Indonesia melalui:

  1. pengelolaan remitansi dengan melibatkan lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank dalam negeri dan negara tujuan penempatan;
  2. edukasi keuangan agar Pekerja Migran Indonesia dan keluarganya dapat mengelola hasil remitansinya; dan
  3. edukasi kewirausahaan.

Pasal 36

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan hukum, pelindungan sosial, dan pelindungan ekonomi bagi Calon Pekerja Migran Indonesia dan/atau Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 sampai dengan Pasal 35 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 

Bagian Kedelapan

Sanksi Administratif

Pasal 37

(1)    Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), Pasal 25 ayat (3), dan Pasal 27 ayat (3) berupa:

  1. peringatan tertulis;
  2. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha; atau
  3. pencabutan izin.

(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *