sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

DPR SAHKAN UNDANG UNDANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA

3 min read
Dede Yusuf: Setelah disahkan, pemerintah diminta segera menyusun aturan pelaksanaan dan sosialisasi , agar berlaku efektif

dpr rapat RUU PPMIRapat paripurna DPR mengesahkan Rancangan Undang Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (RUU PPMI) menjadi Undang Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan, seluruh peserta menyatakan setuju. 

“Selanjutnya besar harapan kami setelah RUU ini disahkan, pemerintah segera melakukan sosialisasi serta menyusun beberapa peraturan pelaksanaan yang diamanatkan UU ini selama dua tahun, agar dapat berlaku efektif,” kata Dede Yusuf Ketua Komisi IX DPR di Ruang Rapat Paripurna Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (25/10/2017).

Jaringan Buruh Migran (JBM), aliansi dari 26 organisasi mengapresiasi Panja yang sudah menyelesaian RUU PPMI hingga menjadi Undang Undang.  Jaringan Buruh Migran (JBM) memandang ada perubahan signifikan dari UU PPMI diantaranya yaitu:

  1. Definisi buruh migran dan anggota keluarga (darat dan laut) telah sesuai dengan Undang Undang No 6 Tahun 2012 Tentang Pengesahan Konvensi PBB 1990.
  2. Konvensi PBB 1990 masuk dalam konsideran, sehingga pengakuan hak-hak buruh migran lebih banyak, salah satunya kebebasan berserikat, perlindungan sosial, ekonomi dan hukum.
  3. Pendidikan dan pelatihan menjadi tanggungjawab pemerintah (sebelumnya PJTKI),  ini akan meningkatkan keterampilan calon pekerja migran tidak hanya formalitas, dan mengurangi biaya penempatan hingga 8 juta.
  4. Layanan informasi ketenagakerjaan dan pendataan sejak dari desa,
  5. Ada kejelasan pembagian kewenangan operator dan regulator (Kementerian dan Badan), serta pembagian tugas dan wewenang pemerintah pusat, provinsi, daerah dan desa
  6. Rezim asuransi TKI diganti dengan BPJS
  7. Layanan LTSA di daerah-daerah, sehingga tidak harus dilakukan di Pusat.
  8. Menghapus KTKLN, kartu yang sering menjadi alat untuk pemerasan pekerja migran
  9. Penguatan peran Atase ketenagakerjaan di luar neger;
  10. Dalam endorse job order ada verifikasi agency dan calon pemberi kerja oleh Atase Ketenagakerjaan;
  11. Pengurangan peran PJTK;
  12. Sanksi tidak hanya untuk korporasi tetapi juga untuk pejabat;
  13. Pasal mengenai konflik of interest (pejabat yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan tindakan penempatan dan perlindungan dilarang merangkap sebagai komisaris/pengurus perusahaan penempatan;
  14. Aturan turunan dibatasi dua tahun harus selesai. Sebelumnya ada amanat penerbitan aturan turunan yang diterbitkan setelah 9 tahun pengesahan Undang Undang, bahkan ada yang tidak diterbitkan.
Dede Yusuf
sumber poto:dpr.go.id.

Namun demikian masih terdapat kelemahan antara lain :

  1. Mekanimse penempatan masih harus melalui PJTKI, PRT belum bisa menjadi pekerja mandiri, masih harus melalui PJTKI;
  2. Perjanjian kerja belum memastikan berlaku di kedua negara dan mekanisme penyelesaian sengketa belum memasukkan koasi peradilan;
  3. Jaminan sosial belum mencakup resiko yang sering dialami buruh migran yakni PHK sepihak dan gaji tidak dibayar
  4. Pelibatan peran serta masyarakat masih lemah, karena dalam pelaksanaan pengawasan pelindungan pemerkatah “dapat” melibatkan masyarakat;
  5. Untuk sanksi pidana masih terdapat kelemahan, a. Beberapa sanksi tidak mencantumkan hukuman minimal akibatnya tergantung hakim dalam memberikan keputusan, b. Korban menjadi korban karena memiliki peluang untuk dihukum, c.  Pengurus korporasi tidak dipidana, d.  Bantuan hukum diatur dalam pasal hak, tidak diatur dalam bab khusus bantuan hukum bagi pekerja migran Indonesia sehingga cara mengakses, lembaga mana yang harus dituju, berapa lama penyelesaian sengketa, apakah didampingi pengacara atau tidak belum belum.
  6. Mekanisme penyelesaian sengketa, pemerintah tidak membuat kuasi peradilan dan berpotensi cuci tangan dari tanggungjawab perlindungan bagi buruh migran. (Pasal 77 ayat 3 : jika tidak tercapai kesepakatan dapat mengajukan gugatan melalui peradilan)
  7. Untuk kelembagaan, tugas dan fungsi pemerintah pusat dan daerah, a).belum diatur mengenai tugas pemerintah daerah untuk menangani kasus. Diharapkan di LTSA hal ini dapat terwujud. b).pemerintah pusat belum diamanatkan membuat sistem data yang terintegrasi dari desa hingga di luar negeri.
  8. Usulan DPR tentang Dewan Pengawasan tidak diakomodir.

JARINGAN BURUH MIGRAN (JBM)
SBMI, KSPI, KSBSI, KSPSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, KOTKIHO,  BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRT, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, PBH-BM, Migrant Aid, Institute for Ecosoc Rights.

Narahubung:
Savitri Wisnuwardhani (SekNas JBM): 082124714978
Boby Alwy (SBMI) : 085283006797

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *