sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

MENGAPA RUSMINI WATI HARUS DIBEBASKAN, INI PENJELASAN KELUARGANYA

2 min read
Berikut penjelasan keluarganya

rusmini watiJuwarih menjelaskan bahwa Rusmini Wati adalah buruh migran asal Desa Sukadana Kecamatan Tukdana Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Ia berangkat ke Arab Saudi pada tahun 2009 melalui PT Nurbakti Langgeng Mandiri. Ia bekerja pada majikan bernama Abdul Ajiz Muhamad Alzanidy.

“Pada awalnya, hubungan kerja antara Rusmini Wati dengan majikannya baik-baik saja, namun menjelang kontraknya habis, Abdul Ajiz Muhamad Alzanidy melakukan poligami dengan empat orang istri. Rusmini Wati merasakan ada perubahan situasi, karena saat itu istri pertamanya sering mengalami sakit-sakitan. Abdul Ajiz Muhamad Alzanidy mengaggap bahwa sakitnya istri akibat disihir oleh Rusmini wati,” papar ketua SBMI Indramayu.

Berdasarkan komuikasi langsung dengan kakaknya Tolib, perubahan itu antara lain, sering dimarahi,gajinya selama dua tahun semuanya di tahan, ia hanya menerima Rp 1.300.000,tiket pulang yang sudah dibeli, hangus karena dilarang pulang oleh majikan, dan di pada 12 Juli 2012 divonis hukuman mati dan denda 1 juta Riyal dan hukuman cambuk sebanyak 1200 kali.

“Setelah divonis, Rusmini memberikan pengakuan jepada Pengacara KBRI bahwa sebelum persidangan ia ditipu, di intimidasi oleh polisi untuk mengakui, dengan alasan jika mengaku maka kasusnya akan cepat selesai dan cepat pulang” jelasnya (2/3/2017).

Diteruskan, atas dasar itu pengacara KBRI melalukan gugatan banding. Pada bulan Januari 2015 kerja keras pengacara membuahkan hasil. Majelis Hakim Pengadilan Shugra akhirnya membebaskan Rusmini dari hukuman pancung menjadi hukuman penjara 8 tahun atas hak khusus.

Tidak berhenti, upaya hukum terus dilakukan oleh pengacara, dan pada September 2016 berhasil menyakinkan Majelis Hakim Pengadilan mengubah denda 1 juta riyal menjadi hukuman tahanan 4 tahun atas hak umum, sehingga total hukuman menjadi 12 tahun penjara.

Menurut Juwarih, Rusmini adalah korban kriminalisasi dan peradilan yang tidak fair, karena ada keterlibatan polisi yang melakukan intimidasi dan memberikan informasi palsu agar mengakui perbuatan yang sebenarnya tidak dilakukannya. Secara gamblang Juwarih menjelaskan sebagai berikut:

  1. Secara umum, seorang perempuan akan mengalami gejala psikologis, sakit hati hingga sakit fisik ketika dimadu, terlebih madu 4
  2. Diduga, majikan tidak bisa memberikan hak gaji karena uangnya digunakan untuk menafkahi istri-istrinya yang berjumlah 4 orang
  3. Berdasarkan komunikasi antara Rusmini Wati dengan keluarganya, ia menceritakan kejadian yang sebenarnya, pada saat di Berita Acara Pemeriksaan (BAP), ia dipaksa oleh polisi untuk mengakui telah melakukan sihir agar cepat dipulangkan. Pengakuan ini juga sempat disampaikannya pada persidangan pertama. Rusmini Wati baru menyadari bahwa polisi telah menjeratnya kedalam persoalan yang lebih rumit
  4. Dalam status tahanannya, Rusmini Wati kembali dipekerjakan secara gratis oleh ketua lapas, ia dibawa ke rumah kalapas setelah menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, ia dikembalikan lagi ke penjara. Selain itu, uang gaji selama dua tahun dirampas oleh Kalapas.

“Atas dasar itu, kami mengendus adanya kriminalisasi buruh migran Indonesia, adanya praktik peradilan yang tidak fair dan adanya praktik perbudakan baik ketika masih bekerja pada majikan maupun ketika sudah dipenjara, karena ia sering dibawa oleh kepala sipir untuk menjadi PRT di rumahnya tanpa digaji,” tegasnya.

Mewakili keluarga, SBMI Indramayu menuntut:

  1. Bebaskan Rusminiwati korban kriminalisasi
  2. Berikan hak-haknya selama dua tahun
  3. Pulihkan nama baiknya
  4. Dan ganti rugi selama 5 tahun dipenjara, dan 1200 kali cambukan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *