sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

JBM AUDENSI DENGAN DEDE YUSUF KETUA KOMISI 9 DPR RI

2 min read
Dede Yusuf mengatakan bahwa inisiasi Revisi Undang Undang 39/2004 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, penting di desakkan kepada pemerintah karena revisi hanya menjadi wacana terus sejak 2010.

audensi komisi 9Sejumlah pegiat Jaringan Buruh Migran melakukan audensi dengan Dede Yusuf ketua Komisi IX  pada 20/11/2015 di ruang kerjanya. Dede Yusuf mengatakan bahwa inisitif Revisi Undang Undang 39/2004 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, penting di desakkan kepada pemerintah karena revisi hanya menjadi wacana terus sejak 2010. Sementara buruh migran butuh perlindungan secara serius.

Savitri Sekretaris Nasional Jaringan Buruh Migran mengatakan bahwa secara substansi sudah ada perbaikan dalam draft revisi yang digagas DPR. Namun masih ada yang harus diperbaiki lagi untuk mengakomodir hak perlindungan buruh migran.

Bobi Anwar Ma’arif Sekjen SBMI menguslkan sebagai berikut :

  • Model penempatan yang ada dengan yang akan jadi revisi masih sama, yaitu melalui pemerintah, swasta dan mandiri. Usulan yang harus diperkuat adalah penempatan secara mandiri diberlakukan juga bagi buruh migran PRT.
  • Pembiayaan yang ada dalam draft revisi juga masih hampir sama dengan aturan yang ada, yaitu masih memberi peluang terjadinya biaya yang mahal. Satu pasal menngatakan beban biaya hanya untuk : pengurusan dokumen jati diri, pemeriksaan kesehatan dan psikologi, pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi kerja. Pasal lainnya masih membuka ruang untuk penambahan beban biaya melalui peraturan turunan.
  • Dalam hal biaya penempatan, pada prinsipnya ada tiga yaitu : a. ditanggung semua oleh majikan (Timur Tenga), b. ditanggung bersama antara pengguna dan TKI (Asia Pacific), c. ditanggung semua oleh TKI (GtoG). Peran pemerintah disini nyaris tidak ada, intervensinya hanya membuat program Kredit Usaha Rakyat (KUR) TKI, yang disalurkan melalui bank-bank besar.
  • Draft RUU tentang KTKLN juga masih sama, KTKLN masih menjadi identitas pekerja diluar negeri. Sementara hukum internasional hanya mengakui paspor. KTKLN sebagai mekanisme pendataan itu bagus. Tetapi layanannya harus massiv di semua lembaga layanan baik didalam maupun diluar negeri. Yang rentan dengan KTKLN adalah buruh migran reentry atau memperpanjang kontrak, tapi layanan penerbitannya tidak ada diluar negeri, sehingga waktu cutinya dikampung terganggu untuk mengurus KTKLN yang layanannya masih ada di kota-kota besar saja. Ketika tidak sempat membuat kemudian di cekal dibandara. Dalam konteks itu ada peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang tidak mensyaratkan penerbitanulang KTKLN, tetapi oleh lembaga pelaksananya (BNP2TKI) tetap harus membuat KTKLN.
  • Buruh Migran ABK Perikanan adalah ABK paling rentan, terlebih perlindungannya tidak masuk dalam skema perlindungan buruh migran. Maka penting sekali memasukkan sektor buruh migran ABK kedalam skema perlindungan buruh migran
  • Bantuan hukum harus masuk dalam skema perlindungan buruh migran, di semua tahapan baik pra penempatan, masa kerja dan kepulangan.
  • Pembagian kewenangan kementerian dan lembaga harus clear, tidak boleh tumpang tindih. Ide Proffessdor Wiyono sangat menarik, kelambagaan itu cukup tiga yaitu lembaga pra penempatan, lembaga masa penempatan dan lembaga purna penempatan. sehingga siapa melakukan apa sangat jelas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *