sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

Sidang Lanjutan Uji Materi UU PPMI, SBMI Hadirkan 3 Saksi

2 min read

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) sebagai Pihak Terkait kontra pemohon menghadirkan 3 (tiga) orang saksi pada sidang lanjutan uji materi (judicial review) Undang-Undang No 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) yang diajukan oleh Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (ASPATAKI).

ASPATAKI sebagai pemohon menguji Pasal 54 ayat (1) huruf a dan huruf b, Pasal 82 huruf a dan Pasal 85 huruf a UU PPMI

Karena pemberlakuan PSBB terkait situasi pandemi corona, sidang Perkara Nomor 83/PUU-XVII/2019 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari Pihak Terkait SBMI ini digelar secara online pada, Rabu, 16 September 2020.

Adapun tiga orang saksi yang dihadirkan SBMI, yaitu mantan buruh migran sektor ABK asal Tegal, Imam Syafii, mantan buruh migran di Hong Kong asal Indramayu, Ningsih, dan mantan buruh migran di Malaysia asal Lampung, Surati.

Dalam keterangannya kepada Majelis Hakim, Imam Syafii menceritakan apa yang dialami ketika bekerja sebagai ABK di atas kapal yang  beroperasi di perairan Trinidad and Tobago bersama 203 ABK Indonesia lainnya pada tahun 2011 hingga 2013.

Imam juga mengatakan, saat ini ia aktif sebagai aktivis pelaut dan Paralegal TKI yang sedang mendampingi perkara dugaan TPPO terhadap 40 ABK. Seperti permasalahan yang ia dan teman-temannya alami dulu, kata Imam, pihak PT perekrut tidak punya izin di Kementerian Ketenagakerjaan sehingga tidak ada deposito yang bisa dicairkan untuk membayar ganti rugi kepada para ABK.  

“Dalam kasus ABK yang kami damping ini, lagi-lagi pihak perusahaan yang merekrut dan menempatkan ternyata belum atau tidak berizin di Kementerian Ketenagakerjaan sebagaimana ketentuan UU PPMI, sehingga otomatis tidak ada deposito yang dapat dicairkan oleh Menaker sebagai ganti kerugian para ABK tersebut,” kata Imam kepada Majelis Hakim.

Selanjutnya, Majelis Hakim mempersilakan saksi kedua, yaitu Ningsih untuk menyampaikan keterangan. Dalam keterangannya, mantan BMI di Hongkong asal Indramayu, Jawa Barat tersebut menceritakan apa yang ia alami mulai mendaftar PT untuk proses keberangkatan ke Hong Kong, ketika bekerja di rumah majikan di Hong Kong dan setelah dipulangkan ke Indonesia.

Namun sayangnya, belum selesai Ningsih menyampaikan keterangan, sambungan internetnya tiba-tiba terputus. Kemudian Majelis Hakim meminta kepada Kuasa Hukum Pihak Terkait agar keterangan saksi Ningsih disampaikan secara tertulis.  

Terakhir, Majelis Hakim mempersilakan saksi ketiga, yaitu Surati untuk menyampaikan keterangan. Namun, ketika saksi Surati memberikan keterangan tentang apa yang ia alami saat bekerja di Malaysia, Hakim Anwar Usman meminta saksi Surati untuk tidak meneruskan menyamoaikan keterangan karena merasa tidak tega.

“Kepada kuasa hukum … sebentar, Ibu Surati … nanti disampaikan secara tertulis saja. Nanti diserahkan kepada kuasa hukum sekaligus dengan kesimpulan berikut surat kontraknya segala macam supaya dilampirkan, ya. Dari Majelis Hakim sudah cukup, kami tidak tega mendengarnya,” kata Hakim Anwar.

Seusai sidang, Ketua Umum SBMI, Hariyanto mengatakan, setelah mendengarkan kesaksian dari ketiga saksi yang menerangkan adanya pelanggaran Perjanjian Penempatan (PP) dan Perjanjian Kerja (PK), SBMI menilai  tidak ada alasan yang kuat bagi Mahkamah Konstitusi untuk megabulkan permohonan ASPATAKI.

“Dari keterangan tiga saksi, mantan BMI dari sektor ABK, sektor PRT, dan sektor formal yang mempunyai PP dan PK, kami menilai MK tidak mempunyai alasan yang kuat untuk mengabulkan permohonan pemohon,” jelas Hariyanto.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *