sbmi

Memperjuangkan Keadilan Bagi Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

SBMI Dampingi Buruh Migran Perempuan Korban TPPO Melapor ke Mabes Polri

2 min read

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mendampingi buruh migran perempuan asal Lampung yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) melapor ke Mabes Polri, Jumat (7/8/2020).

Buruh migran berinisial ST tersebut awalnya dijanjikan sponsor akan dipekerjakan di sebuah salon kecantikan di Malaysia, tetapi  kenyataannya dipekerjakan di panti pijat plus-plus. Selama bekerja, ST  mendapatkan eksploitasi seksual, kekerasan psikis, dan pembatasan akses.

Berdasarkan kronologi pengaduan kasus yang dicatat SBMI, ST direkrut oleh seorang sponsor bernama Supiyat dan diberangkatkan oleh PT Sansan Yosindo yang berkantor di Batam.   ST diberangkatkan ke Malaysia pada 15 Maret 2019.

ST bersama seorang lagi temannya berinisial AY sudah melapor ke KJRI Johor Bahru, Malaysia. Sekitar bulan Oktober 2019, pihak KJRI telah mendampingi kedua korban untuk menuntut hak-haknya. Secara keperdataan, hak-hak keduanya telah terpenuhi.

Namun, ada unsur pidana yang belum terselesaikan. ST dan AY memberi kuasa kepada SBMI dan Solidaritas Perempuan (SP) untuk melapor ke pihak kepolisian karena merasa menjadi korban TPPO.

“Berdasarkan analisa hukum kami sesuai dengan fakta yang ada, apa yang dialami ST (dan AY) bisa dibuktikan bahwa keduanya telah menjadi korban kejahatan TPPO. Kami telah mendampingi ST melapor ke Unit IV TPPO Subdit 3 Tipidum, Mabes Polri dan saat ini prosesnya sudah sampai tahap penyidikan,” kata Koordinator Advokasi SBMI, Salsa Nofelia Franisa di Jakarta, Jumat (7/8).

Dijelaskan Salsa, dalam kasus ini, tindakan Supiyat sebagai sponsor telah memenuhi unsur-unsur TPPO sesuai dengan ketentuan pasal 1 (1) UU No 21 Tahun 2007 yaitu merekrut dengan mengajak, membawa, melakukan pengurusan dokumen, melakukan muslihat atau tipu daya dengan iming-iming gaji besar hingga ST (dan AY) tereksploitasi. Dengan aksinya tersebut, Supiyat mendapat keuntungan sebesar 6.500 ringgit (sekitar Rp 19,5 juta).

“Kami berharap pihak kepolisian mengusut tuntas kasus ini. Selain menuntut pelaku agar dipidana dengan hukuman penjara berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No 21 Tahun 2007, pelaku juga harus membayar ganti rugi atau restitusi kepada kedua korban sesuai dengan ketentuan Pasal 48 ayat (1) UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO,” jelas Salsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *